Zhang Jian adalah Pangeran, pendekar, pembual, dan penegak keadilan yang suka bikin onar.
Dia bukan murid biasa di Sekte Kunlun, ia datang membawa warisan legendaris: Cincin Naga Langit, peninggalan Siluman Naga dari dunia lain yang membuatnya kebal terhadap serangan Qi dan nyaris tak terkalahkan.
Akan tetapi, tak ada kekuatan yang abadi.
Cincin itu hanya akan melindunginya selama sepuluh tahun. Setelah itu? Dia akan menjadi sasaran empuk di dunia yang tak mengenal belas kasihan. Dunia di mana para pendekar saling menyingkirkan demi kejayaan sekte, harta karun langit, dan ramalan kuno yang bisa mengguncang tatanan alam.
Ketika Sekte Demon mengancam kehancuran dunia, Zhang Jian harus memilih: tetap menjadi bayangan dari kekuatan pinjaman, atau membuka jalan sendiri sebagai pendekar sejati.
Langit tak akan selamanya berpihak.
Bisakah seorang pembual menjadi legenda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bang Regar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Artefak Kuno Klan Sun
Setelah keluar dari Restoran Empat Bersaudara, rombongan Zhang Jian tidak menyia-nyiakan waktu. Mereka langsung meninggalkan kota Chang An, menapaki jalan berbatu menuju pegunungan timur.
Dalam perjalanan, beberapa rombongan Pendekar berkuda mendahului mereka, dan tujuannya ke arah Klan Sun.
“Apa yang terjadi di sana,” gumamnya khawatir dan menduga artefak kuno yang akan mereka kawal mungkin telah menarik perhatian banyak pihak.
Jika mereka gagal dalam misi ini, maka semua anggota faksi Kerajaan Naga Agung akan dihukum.
...***...
Sementara itu di Klan Sun, seorang pelayan muda Klan menerobos masuk ke ruang kerja ketua klan.
“Tuan Sun!” Pelayan itu terhuyung-huyung, napasnya terengah-engah. “Feng Yao datang lagi! Tapi ... tapi dia tidak sendiri. Dia membawa banyak Pendekar.”
Sun Zhi, ketua Klan Sun, yang sedang membaca laporan keuangan Klan langsung berdiri. Matanya menyipit. “Feng Yao! Kenapa kau keras kepala sekali? Padahal sudah kukatakan artefak kuno itu akan dilelang di Paviliun Lelang ibukota.”
Artefak kuno milik Klan Sun bukanlah benda biasa. Itu adalah Pagoda Hitam, sebuah pagoda logam setinggi manusia dewasa, hitam pekat, dan menyimpan aura kuno yang nyaris tak terdeteksi oleh kultivator biasa. Bentuknya sederhana namun beratnya luar biasa, dan setiap sisi ukiran pagoda menggambarkan lambang matahari dan bulan, simbol pengendalian kekuatan Yin dan Yang.
Menurut naskah leluhur, Pagoda Hitam adalah milik Ketua Klan Sun Pertama, seorang kultivator hebat dari era masa lampau. Fungsi utama Pagoda itu adalah meningkatkan kecepatan kultivasi hingga sepuluh kali lipat dibandingkan metode tradisional yang digunakan para murid sekte beladiri.
Namun, sejak dua abad lalu, garis keturunan Klan Sun tidak lagi melahirkan anak yang memiliki Akar Spiritual. Pagoda Hitam hanya menjadi simbol kehormatan, diletakkan dalam altar tersembunyi, dilindungi dengan segel leluhur. Kabar tentang keberadaannya pun sengaja dikubur rapat-rapat. Bahkan seratus tahun lalu, Klan Sun memutuskan untuk mengasingkan diri ke wilayah pegunungan timur agar tak menarik perhatian.
Sayangnya, cinta bisa menjadi jalan masuk kebinasaan.
Putri tertua Sun Zhi, Sun Er, perempuan cerdas dan anggun, jatuh cinta pada Feng Yao, pedagang kaya dari kelompok dagang Mawar Merah. Cinta buta membutakan kewaspadaan. Dalam satu malam penuh arak dan canda, rahasia tentang Pagoda Hitam terucap dari bibir Sun Er.
Feng Yao tak membuang waktu. Besok paginya, ia datang membawa dua kantong penuh emas murni. Dia ingin membeli artefak itu.
Sun Zhi tentu saja menolaknya mentah-mentah.
Feng Yao kembali beberapa hari kemudian. Kali ini dengan tawaran dua kali lipat. Sun Zhi tetap menolak.
Karena merasa cara baik-baik tidak bisa meluluhkan hati Sun Zhi, Feng Yao mulai melakukan cara-cara yang mengintimidasi. Beberapa minggu terakhir, klan Sun diganggu oleh pendekar bayaran. Beberapa anggota klan diserang di jalan, beberapa bahkan terluka parah.
Seminggu lalu, secercah harapan muncul. Perwakilan istana kerajaan Yunhai datang. Mereka mengajukan tawaran yang tampak mustahil ditolak.
Pagoda Hitam akan dilelang secara resmi di Paviliun Lelang ibukota. Setengah dari hasil penjualannya akan diberikan kepada istana, dan sebagai gantinya, Sun Zhi akan diangkat menjadi Jenderal Kerajaan untuk wilayah pegunungan timur. Dia akan mendapatkan seribu prajurit kerajaan untuk memperkuat kedudukan Klan Sun.
Sun Zhi tentu tergiur. Ini bukan hanya demi keamanan klan, tapi juga kehormatan dan masa depan mereka. Namun, ada satu syarat dari istana, artefak harus dijaga oleh Klan Sun hingga hari lelang, dan keamanan pengiriman menjadi tanggung jawab klan Sun sendiri.
Sun Zhi lalu mengirim surat kepada Sekte Kunlun, memohon bantuan pengawalan.
Namun sebelum Sekte Kunlun tiba, Feng Yao bergerak duluan.
...***...
Di halaman utama kediaman Klan Sun, sosok Feng Yao berdiri dengan jubah sutra emas. Di sampingnya, seorang pria tua berambut putih panjang berdiri diam dengan mata terpejam, memegang pedang besar di punggungnya.
“Tuan Sun,” kata Feng Yao sembari menyeringai. “Aku datang untuk yang terakhir kalinya. Serahkan Pagoda Hitam itu, jangan paksa aku mengotori tanganku dengan darah!”
Sun Zhi menggertakkan gigi. Padahal besok pagi artefak kuno akan dibawa ke ibukota, kenapa Feng Yao malah muncul disaat-saat seperti ini. Andai ia datang besok saja atau setelah murid-murid Sekte Kunlun sampai ke sini, maka Feng Yao tidak akan berani lagi bersikap angkuh dan sombong.
“Artefak itu milik Klan Sun dan akan dilelang oleh istana. Apa kau ingin menjadi musuh kerajaan?” sahut Sun Zhi, berharap ancamannya akan menakuti Feng Yao.
Dia yakin mata-mata kelompok dagang Mawar Merah sudah mengetahui tentang kesepakatan yang ia buat dengan utusan istana. Namun, entah kenapa Feng Yao tetapi bersikukuh ingin mengambil artefak kuno itu.
Feng Yao mengangkat bahu sambil menyeringai. “Setelah aku mengambil Pagoda itu, aku akan menyebarkan kabar bahwa Klan Sun diserang bandit gunung.”
Dengan demikian, Kerajaan Yunhai tidak akan bisa menuduh Feng Yao sebagai pelaku dibalik hilangnya artefak kuno Pagoda Hitam.
Sun Zhi mengepalkan tinjunya, negosiasi damai ataupun ancaman pada Feng Yao sudah tidak ada gunanya. Feng Yao sudah bertekad akan mengambil artefak kuno Pagoda Hitam saat ini juga.
Pendekar-pendekar Klan Sun mulai berdatangan. Mereka mengeluarkan senjata masing-masing dan membentuk formasi pelindung. Namun, aura dari pria tua di samping Feng Yao mulai terasa. Seperti kabut dingin yang menekan dada mereka semua.
“Seorang abadi!” gerutu Sun Zhi sembari menghela nafas panjang.
Hanya dengan aura yang terpancar dari pria tua itu saja sudah membuat Pendekar Sun tertekan. Jika mereka bertarung, maka semua akan mati. Namun, jika ia menyerahkan Pagoda Hitam, hasilnya tetap akan sama saja. Dia yakin Feng Yao akan menghabisi semua keluarga Sun untuk menghilangkan saksi mata.
“Ketua Sun?”
Pendekar terkuat Klan Sun berbisik. Mereka siap mempertaruhkan nyawa untuk menghadang Pendekar bayaran Feng Yao agar Sun Zhi dapat melarikan diri bersama artefak kuno Pagoda Hitam.
“Kakek Wang, habisi nyawa mereka!” seru Feng Yao merasa sudah tidak ada gunanya lagi berbicara dengan Sun Zhi.
Pria tua yang biasa dipanggil Kakek Wang itu langsung menghunus pedang tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sun Zhi dan para Pendekar Klan Sun langsung gemetar ketakutan.
“Kakak Yao, kenapa kau melakukan hal ini pada Klan Sun? Apakah ungkapan cintamu selama ini hanya tipu muslihat saja agar kau bisa mengorek informasi tentang artefak kuno kami?” Sun Er tiba-tiba muncul dari balik pintu kediaman Klan Sun, beberapa pelayan wanita berusaha menahannya agar tidak melangkah keluar. Akan tetapi tekatnya yang kuat membuat pelayan-pelayan itu tidak sanggup menghadangnya.
“Sun Er! Kenapa kau kemari? Bukankah sudah kukatakan agar mengurungnya di kamar!” Sun Zhi tidak menyangka putrinya itu akan muncul di sini.
“Oh, kukira kau sudah kabur dari pegunungan timur, tapi siapa sangka ternyata kau masih di sini. Jangan-jangan di hatimu kau masih menyimpan rasa cinta padaku?” Feng Yao menyeringai lebar menatap Sun Er yang melotot tajam menatapnya. “Kakek Wang, jangan bunuh wanita ini. Kebetulan sekali aku membutuhkan seorang wanita cantik menghangatkan ranjangku. Kalau Kakek Wang mau juga, aku akan meminjamkan tubuhnya untukmu di malam berikutnya.”