NovelToon NovelToon
40 Hari Sebelum Aku Mati

40 Hari Sebelum Aku Mati

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Fantasi / Reinkarnasi / Teen School/College / Mengubah Takdir / Penyelamat
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Dara

Bagaimana rasanya jika kita tahu kapan kita akan mati?
inilah yang sedang dirasakan oleh Karina, seorang pelajar SMA yang diberikan kesempatan untuk mengubah keadaan selama 40 hari sebelum kematiannya.
Ia tak mau meninggalkan ibu dan adiknya begitu saja, maka ia bertekad akan memperbaiki hidupnya dan keluarganya. namun disaat usahanya itu, ia justru mendapati fakta-fakta yang selama ini tidak ia dan keluarganya ketahui soal masa lalu ibunya.
apa saja yang tejadi dalam 40 hari itu? yuk...kita berpetualang dalam hidup gadis ini.

hay semua.... ini adalah karya pertamaku disini, mohon dukungan dan masukan baiknya ya.

selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16. Foto Keluarga

Karin dan Dimas memandangi tumpukan benda yang berada di depan mereka. Ada beberapa kotak berisi baju, ada satu kotak berisi sebuah sepatu, ada juga buku-buku yang tertumpuk menjadi satu. Karin memperhatikan benda-benda itu dari tempat duduknya. Sebuah sofa kulit berwarna coklat tua yang sudah memiliki lubang dibeberapa bagian tempat duduk dan sandarannya. Ia tak tau apakah benda-benda ini akan cukup berguna untuknya menemukan jejak ayahnya atau tidak. Atau setidaknya, untuk membuatnya mengerti siapa sebenarnya pemilik rumah ini.

“Ini semua adalah barang-barang dari rumah lama kalian, yang diamanahkan ke Aki untuk menyimpan.”

Jelas Ki Daryo. Karin menatap tumpukan benda itu dan ki Daryo secara bergantian.

“Aki ini Cuma ditugaskan untuk menjaga rumah ini saja. Aki sendiri tidak tau benda-benda ini sebetulnya punya siapa.”

Lanjutnya. Ia seakan mengerti pertanyaan Karin yang lewat sorot tajam matanya.

“Aki tau nama kami dari siapa?”

Dimas penasaran, bagaimana kakek kakek yang baru pernah ia temui disini sudah tau nama mereka bahkan sebelum mereka memperkenalkan diri. Ki Daryo tersenyum, ia lalu berdiri mengambil sebuah foto dari dalam laci sebuah meja yang menempel pada dinding salah satu sisi rumah itu, lalu kembali duduk dihadapan Karin dan Dimas.

“Aki sudah lama menunggu kalian datang.”

Diletakannya foto itu di meja. Sebuah foto lusuh yang sudah hampir rusak tapi masih dapat dilihat dengan jelas. Sesosok perempuan yang duduk memangku bayi, dengan seorang laki-laki berdiri membungkuk mendekatkan wajahnya ke wanita itu. Lalu duduk di sebelahnya gadis kecil dengan rambut dikucir dua menggendong sebuah boneka kelinci.

“Papa?”

Dimas berseru dan mengambil foto itu. Mendekatkan ke wajahnya untuk memastikan apakah pria dalam foto itu adalah pria yang sama dengan pria yang berada dalam foto yang ia dapatkan dari ibunya, siang hari sebelum mereka berangkat ke Bandung. Karin mengernyit tak mengerti.

“Apa Dim?”

“Ini foto papa kak!”

“Jangan sok tau lu!”

“Beneran, ini foto papa. Iya kan Ki? Ini foto papa kami kan?”

Dimas berbinar menatap ki Daryo, berharap bahwa yang ia katakan mendapat dukungan dari. Lelaki tua itu mengangguk, membuat senyum Dimas merekah tak tertahan. Karin dengab cepat menyambar foto itu dari tangan Dimas. Ia perhatikan foto itu, menatapnya lekat-lekat sambil mengaduk aduk memorinya, mencari bayangan lelaki dalam foto itu di ingatannya. Papa, inikah foto orang yang sedang ia cari?

“Itu foto waktu a Dimas baru lahir. Waktu itu, umur nek Karin 5 tahun. Itu, pak Budiman baru saja pulang dari Bangka Belitung, tempat kerja papa kalian.”

Karin belum mengalihkan pandangannya dari foto itu, pipinya mulai panas, matanya berkaca-kaca.

“Foto itu adalah satu-satunya foto keluarga kalian yang ada. Dan foto itu sepertinya sengaja bu Nurma tinggalkan saat memutuskan untuk pindah ke Jakarta.”

Lanjut ki Daryo. Karina menatap foto itu tajam, seolah sedang menjelajahkan imajinasinya kemasa dimana foto itu dibuat. Ia mengerti mengapa ibunya tidak membawa foto itu ikut serta pindah ke Jakarta. Tentu saja, ibunya meninggalkan kota Bandung adalah untuk menanggalkan semua kenangan tentang ayahnya, sangat masuk akal jika ia tak membawa foto itu atau apapun yang berkaitan dengan pak Budiman suaminya.

“Kalian boleh membawa foto itu kalau kalian mau. Tapi kalau kali-“

“Apa aki tau dimana papa sekarang?”

Karina memotong kalimat aki Daryono.

“Aki tidak tau. Tidak ada yang tau pak Budiman ada dimana. Bahkan ibunya saja tidak tau, nenek kalian.”

“Nenek Dini?”

Ki Daryono mengangguk, lalu bangkit dari duduknya menuju sebuah meja di sudut ruangan, mengambil bungkusan plastik berisi tembakau dan kertas rokok.

“Pak Budiman pergi meninggalkan ibunya, saat beliau tau bahwa ibunyalah yang menyebabkan istrinya, ibu kalian, pergi meninggalkannya.”

Aki Daryono meracik sejumput tembakau kering dengan cengkih kering yang sudah digiling, menjadi sebuah rokok lalu melakannya. Karina masih terdiam. Menantikan ki Daryo selesai dengan ritual rokoknya untuk melanjutkan cerita.

“Nenekmu membuat berita bohong dengan mengatakan pada ibumu, bahwa ayahmu sudah punya istri baru saat kembali dari tempat tugasnya. Sebaliknya, nenekmu membuat cerita bohong soal ibumu kepada ayahmu.”

Terjeda, ki Daryo menghisap rokok racikannya, lalu mengebulkan asapnya ke udara sebelum melanjutkan kalimatnya.

“Nenekmu bilang ke ayahmu bahwa selama ia ditinggalkan ayahmu bekerja di Bangka Belitung ibumu menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Bahkan, dia bilang anak bayinya bukan darah daging ayahmu.”

“Maksut nenek, aku bukan anak ayahku??”

Dimas melotot penuh amarah mendengar cerita Ki Daryo. Hampir saja ia berdiri sebelum tangan Karina mencegah dan menyuruhnya tenang.

“Itu cuma tuduhan, tentu saja kau ini anak Budiman.”

“Jadi gara-gara itu, papa usir kami dari rumah? Dan gak pernah nyariin kami?”

Karina meletakan foto itu diatas meja.

“Ayah kalian mencari kalian ke Jakarta, setelah tau bahwa berita itu ternyata adalah bohong.”

“Dari mana papa tau kalau cerita itu bohong?”

“Dari Aki. Aki yang cerita ke ayah kalian. Sejak itu, ayahmu marah besar dengan nenekmu. Lalu pergi dari rumah nenekmu untuk mencari kalian ke Jakarta. Ayahmu tak pernah menemui nenekmu sejak saat itu.”

Semua terdiam. Mereka mengerti sekarang. Teringat kata-kata Oma Surya, yang mengatakan bahwa dia adalah orang paling bersalah atas berpisahnya ayah dan ibunya. Ternyata Oma Surya yang mengadu domba papa dan mamanya dengan menyebarlan fitnah diantara mereka.

“Aki, apakah yang punya rumah ini adalah Oma Surya?”

Ki Daryo mengangguk sambil tersenyum. Ia tau bahwa anak-anak dihadapannya ini adalah anak-anak cerdas yang akan mengerti dengan sendirinya.

“Jadi oma Surya itu adalah nenek Dini, nenek Kami?”

“Dini Suryadinata. Nenekmu bernama Dini. Dan kakekmu adalah pak Suryadinata.”

Karin dan Dimas terdiam. Lidahnya kelu. Tenggorokan mereka tercekat tak mampu berkata apa-apa.

“Nenek kalian akhirnya membeli rumah lama kalian, dengan harapan saat suatu hari nanti kalian datang, nenek kalian bisa menemukan kalian. Atau setidaknya, bisa menemukan putranya kembali, karena sejak hari itu, ayahmu tak pernah lagi datang menemui ibunya.”

“Untuk apa nenek mengharap bertemu dengan kami?”

“Untuk  menebus dosa-dosanya, meskipun dia tau, mungkin juga kalian tidak akan memaafkannya.”

“Apa benar-benar tidak ada yang tahu papa ada dimana?”

“Ayahmu pernah datang menemui Aki, tapi sudah lama sekali. Yang aki tahu, ayahmu menyusul kalian ke jakarta. Itu saja.”

Karina mengambil kembali foto itu. Lalu memasukannya ke dalam tas kecil yang menggantung di bahunya.

“Foto ini saya bawa ya ki.”

“Bawalah. Serta barang-barang ini. Barangkali kalian membutuhkannya.”

Karina dan Dimas mengangguk, lalu mereka berpamitan dan memboyong kotak kotak kardus itu kedalam mobil.

“Aki, saya titipkan nomer telephon saya ya. Barangkali nanti aku membutuhkan.”

Karina menyerahkan selembar kartu nama bertuliskan Paradise Florist kepada Ki Daryo.

“Disitu ada dua nomer telephon. Tapi yang satu saya coret ya ki, itu nomer telephon mama, jangan hubungi nomer itu. Hubungi saja nomer yang satunya.”

Ki Daryo mengangguk mengerti dan menaruh kartu itu dalam saku bajunya. Ya, ki Daryo mengrti, sangat mengerti. Bahwa Karina memberikan kartu nama itu tentu bukan untuk dirinya, melainkan untuk diberikan kepada ayahnya jika sewaktu-waktu ayahnya datang menemui ki Daryo.

***

1
Soraya
apa mungkin Pak bewok penjualan es itu budiman
Soraya
mampir thor
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Sangat kreatif
mamak
keren mb Dy,
Tiga Dara: hey... sapa nih??
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!