Ketika keturunan mafia menyamar menjadi mahasiswa yang dibully!
William Stone-Brooks memiliki maksud tersendiri hingga memilih berkuliah untuk kedua kalinya di Venesia Italia, menyamar menjadi pria pendiam, culun dan sering di-bully. Hingga satu insiden yang membuatnya tertarik kepada seorang gadis yang berani membelanya tatkala semua hanya diam saat pembullyan terjadi. Jane Stewart, itulah nama gadis pemberani dan sangat energik.
Dengan maksud terselubung, William berhasil mendekatinya hingga menjalin hubungan kekasih dengan Jane sampai hari itu tiba.
“Aku tidak ingin berurusan denganmu Mr. Mafia.” Gertak Jane menatap tajam penuh amarah ketika dia merasa dikhianati oleh pria yang pernah dia cintai.
“Sekarang kau akan selalu berurusan denganku, ketika aku akan menjadikan mu sebagai milikku, Jane Robinson.”
Deg!
SEASON 2 DARI A Baby For The Mafia Boss
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEiaMM — BAB 34
MEMBUAT KESALAHAN FATAL
Cukup lama Jane menunggu balasan dari Will, ia hanya berdiam diri tanpa menatap pria itu. “Ada di balik gorden.” Ucap Will yang akhirnya bicara juga.
Jane berbalik ke belakang, melihat adanya gorden berwarna cokelat gelap dan membuatnya berkerut alis. Tanpa pikir panjang, Jane menyibak gorden tersebut dan terlihat adanya dinding kaca yang tembus pandang memperlihatkan sebuah kamar mandi bersih dan sedikit luas bertema vintage namun terdapat shower dan bak mandi dengan warna senada, yaitu cokelat gelap dan gold. Terlihat sangat mewah seperti di mansion Stone-Brooks.
“Oh, nice bathroom! (kamar mandi yang bagus)!” puji Jane sedikit aneh melihat kamar mandi tembus pandang. Jika gorden di sibak pastinya seseorang yang mandi akan terlihat bukan.
“Aku hanya cuci muka!” ucap Jane seolah memberikan peringatan kepada Will agar tidak mengintip.
“Yes. I know! (Ya. Aku tahu)!” balas Will menatap balik Jane yang mengangguk kecil lalu pergi masuk ke kamar mandi.
Melihat kepergian Jane, Will beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah jendela untuk memastikan sesuatu. Sesuatu yang baru saja tiba— sebuah mobil hitam dan beberapa orang yang turun dari mobil tersebut termasuk seorang wanita.
“Fucking bastards!” gumam Will yang mulai berjalan ke arah pintu kamar mandi.
Tok! Tok! Dia ketukan yang Will lakukan membaut Jane panik sendiri di dalam. “Jangan mengintip dan jangan masuk!” tegas Jane membuat Will terdiam saat dia sudah memastikan bahwa wanita itu akan lama di dalam kamar mandi.
Tek! Ya! William mengunci Jane di dalam kamar mandi sebelum akhirnya dia keluar dari ruangan tersebut menuju ke lantai bawah untuk menemui tamunya.
Sementara di dalam kamar mandi, Jane baru saja mengeringkan wajahnya dengan handuk dan menatap dirinya di pantulan cermin. “Hfffuuu— pahami dia secara perlahan... jika benar Karen datang ingin membunuhku, maka aku tidak akan tinggal diam. Dia selama ini menindasku dan soal William... Aku akan mengurusnya nanti.” Ucap Jane dengan yakin hingga ia berjalan ke arah pintu kamar mandi.
Namun saat mencoba membuka pintu kaca tersebut, Jane kaget saat pintu tak bisa dibuka. Tentu saja dia panik. “Will!” panggil Jane mengetuk pintu kaca tersebut dan memanggil terus nama pria itu.
Jane mencoba mengintip lewat gorden yang tertutup, namun tak bisa karena benar-benar tertutupi oleh kain tersebut.
“Shit!” kesal Jane yang mencoba mencari jalan keluar di dalam kamar mandi tersebut hingga mencoba tenang agar bisa berfikir jernih.
Sementara di lantai bawah, Will baru saja tiba, menatap lurus ke arah pintu masuk, dimana seorang wanita berambut pendek putih pirang berjalan santai dengan dua pistol di sisi pinggang nya kanan dan kiri. Dia tidak sendirian, ada 10 anak buah yang ikut serta di belakangnya dan sebagian berjaga di luar.
“Aku datang atas perintah dari Nona Karen Robinson. Aku ingin bertemu dengan Jane dan siapa pemimpin kalian?” tegas Lena terus terang dengan tatapan percaya diri.
Tentu, dia selalu ahli dan menang dalam urusan banyak hal termasuk membunuh, karena dia pernah bekerja sebagai pembunuh bayaran yang terlatih.
Will yang ada di sana, dia menatap datar dan tajam ke wanita berambut pendek itu.
“I'm the boss! (Aku bosnya)!” balas Will yang masih berdiri menatap lekat ke Lena.
Wanita itu menyeringai kecil menatap ke Stone-Brooks saat ini, hingga tapa pikir panjang ia langsung meraih kedua pistolnya dan menyerang Will. Namun dengan sigap anak buah William langsung menghalangi bosnya meski harus menyerahkan nyawanya.
Ya! Terjadi pertarungan cukup kasar di lantai bawah saat ini. Jane yang berada di kamar mandi saja langsung terdiam menempelkan telinganya ke pintu kaca saat dia mendengar suara gaduh yang tak terlalu jelas.
-‘Apa terjadi sesuatu?’ batin Jane berkerut alis dan kembali mencoba membuka pintu kaca tersebut. Hingga dia tak punya pilihan lain untuk memecahkan nya, tapi menggunakan apa?
Brugh! Brugh! Brugh!
Suara tembakan hingga pukulan terdengar sangat jelas sampai darah berceceran di mana-mana. William tentu saja tak tinggal diam, dia menarik Lena yang sibuk menghabisi anak buahnya, lalu membanting tubuh mungilnya dengan sangat enteng.
Bruakk!!! Tepat di atas meja bar yang terbuat dari kaca. Entah bagaimana rasa sakitnya saat ini? Yang pasti wanita itu nampak kesakitan hingga mengeluarkan darah dari mulutnya.
“Sick? (sakit)?”
Lena menatap ke Will dan mencoba bangkit sembari meraih pistolnya yang sempat jatuh, namun pria itu langsung menepis cepat tangan serta pistol tersebut dari Lena sehingga wanita itu berhasil memberinya tembakan gores di area tulang rusuk Will.
Bruakk!!! Lagi, William berhasil mendorong kasar tubuh Lena ke tembok, membenturkan kepalanya berulang kali hingga berdarah. Bagaimana pun dia bisa membunuh orang, tetap saja tenaga pria lebih besar dari wanita.
“Accidenti! (Sialan)!” umpat Lena yang kini kepalanya ditahan oleh tangan Will di serpihan beling, lalu menariknya dan mencengkram leher wanita itu dengan jarak wajah yang lumayan dekat.
“Aku akan mempertahankan mu sampai bosmu datang!” ucap Will menyeringai devil dan kembali membenturkan kepala Lena ke meja kayu cukup keras sampai wanita itu akhirnya pingsan dalam kondisi yang mengenaskan.
Darr! Cukup terkejut saat Jane mendengar tembakan keras memecahkan pintu kaca kamar mandi. Wanita itu menatap ke seorang pria yang merupakan anak buah dari Lena.
Tak tinggal diam, tangan kanan Jane meraba dan meraih sebuah botol beling minimalis yang berisi sabun mandi. Tanpa pikir panjang, Jane melemparkan benda itu ke arah pria yang menodongkan pistol ke arahnya.
Saat pria itu mengelak, Jane bergerak cepat menjegal kaki pria itu sampai terjatuh lalu meraih pistol nya dan menodongkan nya ke pria malang tadi. “Apa Robinson yang menyuruhmu?” tegas Jane dengan napas memburu.
Pria itu hanya diam menatap lekat dalam posisi terlentang. Hingga brugh! Jane terjatuh membentur wastafel saat pria tadi berhasil menjegal balik kedua kakinya.
Darr! Darr!
Dua tembakan berhasil lepas ke kepala pria tadi dari arah belakang. Hampir saja Jane terbunuh kalau tidak ada Will di sana.
“Lain kali lebih cepat lebih baik!” ucap Will menghampirinya dan mengulurkan tangannya. Namun Jane menepisnya.
“Aku bisa berdiri sendiri.” Ucapnya yang mulai berdiri sembari memegangi keningnya yang berdarah.
Tentu pria itu memandanginya dengan pasrah. “Turunlah, ada seseorang yang harus kau lihat.” Pinta pria itu berjalan lebih dulu.
Jane tak banyak bicara, dia memilih mengikuti suaminya hingga turun ke lantai satu dan melihat tempat yang berantakan sekali hingga banyak yang tewas di sana. Sangat mengerikan.
Jane merinding melihat semua itu namun dia mencoba tetap tenang. Sampai salah satu anak buah Will membuka kain hitam dari kepala seseorang, yaitu Lena.
“Kau mengenalnya?” tanya Will yang hanya ingin memastikan saja.
Tentu saja Jane mengenalnya, dia menatap lekat Lena dengan berkerut alis.