"Rey... Reyesh?!"
Kembali, Mutiara beberapa kali memanggil nama jenius itu. Tapi tidak direspon. Kondisi Reyesh masih setengah membungkuk layaknya orang sedang rukuk dalam sholat. Jenius itu masih dalam kondisi permintaan maaf versinya.
"Rey... udah ya! Kamu udah kumaafkan, kok. Jangan begini dong. Nanti aku nya yang nggak enak kalo kamu terus-terusan dalam kondisi seperti ini. Bangun, Rey!" pinta Mutiara dengan nada memelas, penuh kekhawatiran.
Mutiara kini berada dalam dilema hebat. Bingung mau berbuat apa.
Ditengah kondisi dilemanya itu, ia lihat sebutir air jatuh dari wajah Reyesh. Diiringi butir lain perlahan berjatuhan.
"Rey... ka-kamu nangis, ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 - Bimbel Rahasia (bagian 02)
Namun, yang dibayangkan itu sangatlah berbeda. Reyesh kini berdiri di hadapan Mutiara. Lalu si jenius itu menunduk dan wajahnya dimajukan sedekat mungkin dengan wajah Mutiara.
Dalam situasi saat ini, pipi Mutiara sudah kemerahan dan menahan malu. Ia takut, jika Reyesh melakukan sesuatu yang memalukan di depan umum.
Sementara dari sudut pandang Reyesh, akan merepotkan rasanya, jika harus berteriak seperti yang dilakukan Mutiara sebelumnya.
"Mut, aku nggak akan bisa ngajarin kamu... kalau kamu masih emosian begini. Kita lanjutin nanti pas kamu udah lebih tenang, ya!" katanya dengan lembut, tanpa ditolak oleh Mutiara, jemari Reyesh menggenggam jemarinya, seolah memberikan kepercayaan.
Reyesh lalu meninggalkan Mutiara, mencari udara segar untuk menenangkan pikiran.
Itu adalah kontak fisik kedua mereka, setelah bersalaman pada pertemuan pertama. Bagi Mutiara, perasaan ini sangat sulit digambarkan. Jantungnya berdebar lebih kencang dari sebelumnya. Napasnya cepat, seolah diburu sesuatu. Momentum barusan, akan menjadi salah satu memori terindah untuknya.
Walaupun, emosinya berangsur turun. Namun belum hilang sepenuhnya.
Tak lama, Reyesh kembali dengan wajah lebih datar dan tenang. Ia hanya menatap wajah Mutiara. Tanpa memberikan ucapan. Tanpa berkata apapun.
Reyesh hanya fokus membereskan bukunya, merapikan meja seperti sedia kala. Mutiara dibuat bingung dan serba salah olehnya.
"Ka-kamu marah ya sama aku?" tanya Mutiara dengan perasaan bersalah.
Akan tetapi, permintaan maaf itu tidak digubris sedikitpun oleh Reyesh.
"Maafin aku!" Mutiara berdiri. Menahan Reyesh yang sudah rapi dan hampir pergi.
"Ayo keluar!" suruh Reyesh tanpa memandang wajah Mutiara.
"Maksudmu?"
"Kita cari lokasi lain. Kalo kamu terus-terusan marah, selesaikan urusan itu diluar saja. Dan jangan di tempat ini. Perpustakan adalah tempat suci untuk menambah ilmu, tempat yang begitu tenang bagi mahasiswa mencari inspirasi. Bukan tempatmu meluapkan amarah!" ujar Reyesh dan berlalu begitu saja meninggalkan Mutiara.
Mutiara meremas ujung buku yang sedang digenggamnya dengan gemas. Ini benar-benar keterlaluan!
Tidak ada seorang pun yang pernah meninggalkannya begitu saja, apalagi di saat dirinya sedang membutuhkan bantuan. Terlebih permintaan maafnya barusan, diabaikan begitu saja oleh Reyesh.
Sungguh keterlaluan, pikirnya dengan emosi meletup-letup.
Ia merasa dipermalukan, ditinggalkan di saat masih ingin belajar. Meskipun sebelumnya, ia sadar dirinya lah yang memulai pertikaian, dan lebih banyak marah-marah.
"Dasar nggak profesional!" gerutunya pelan, takut diserbu tatapan sinis para pengunjung perpustakaan.
Mutiara masih menggerutu dalam hati, sambil membereskan barang-barang. Matanya menatap kesal punggung Reyesh yang semakin menjauh. Namun, jauh di dalam hatinya, ada perasaan aneh yang mulai tumbuh. Benih-benih asing dalam perasaannya mulai hidup, membuat hatinya sedikit tenang.
Ia memang kesal, tapi di sisi lain, juga penasaran dan tidak tega karena sudah bersikap jahat kepada Reyesh.
Waktu berlalu dengan lambat setelah kepergian Reyesh. Mutiara memutuskan untuk ngambek, tidak mengikuti keinginan Reyesh.
Mutiara mencoba membaca ulang materi yang tadi diajarkan, tetapi tetap saja, otaknya seperti menolak memahami konsep tersebut. Ia menghela napas, merasa semakin frustrasi.
Di luar dugaan, ia mulai menyadari sesuatu, mungkin inti permasalahannya bukan pada sulitnya materi, atau cara mengajar Reyesh yang sudah sederhana dan simpel, melainkan pada dirinya sendiri.
Selama ini, ia terlalu terbiasa menyerahkan segala sesuatunya pada orang lain, berharap semuanya bisa instan tanpa perlu usaha lebih. Menginginkan kalau setiap soal sudah sepasang dengan jawaban dan cara yang ada di buku panduan.
Tapi kali ini, dunia sejatinya tidak bekerja seperti itu. Mutiara mempelajari hal baru.
Di tengah pikirannya yang terlanjur kalut, Mutiara akhirnya memutuskan untuk mencoba lagi. Ia membuka kembali catatan yang Reyesh berikan, mencoba membaca perlahan dengan lebih tenang.
Ternyata, ada beberapa bagian yang mulai bisa dipahami, meskipun masih terasa sulit. Namun, iya yakin pasti bisa. Ada jalan keluar dan solusi.
Ia menghela napas panjang, merasa sedikit malu pada dirinya sendiri, saat mengingat kembali beberapa menit kebelakang. Mungkin tadi ia memang terlalu emosional.
Dirinya merasa terlalu sibuk mengeluh, sampai tidak mencoba untuk benar-benar memahami. Untuk pertama kalinya, ia merasa menyesal telah membentak seseorang yang sebenarnya hanya ingin membantunya.
Maafkan aku, Rey! Gumamnya dalam hati, yang tidak akan pernah didengar Reyesh.
Mutiara pulang ke kamar kost dengan wajah lesu dan lemas. Bahkan, sapaan Zeeva dan Allyna ia abaikan.
Langit malam semakin gelap. Mutiara hanya melamun memikirkan begitu jahatnya perlakuan hari ini terhadap Reyesh.
Dirinya ingin meminta maaf lebih dahulu, tapi ia urungkan karena gengsi.
Bukankah seharusnya Reyesh yang meminta maaf lebih dahulu?
Laki-laki kodratnya selalu salah dan harus meminta maaf duluan, kan?
Gumamnya dalam hati, menghentikan dan menghapus huruf maaf yang sudah diketiknya.
Tiba-tiba, ponsel Mutiara bergetar. Sebuah pesan masuk dari Reyesh.
"Bagaimana kondisimu? Kalau udah tenang, kita bisa lanjut besok. Aku nggak keberatan ngajarin kamu dengan berbagai metode, tapi next, kamu harus ekstra sabar, oke?" Mutiara menatap layar ponselnya lama.
Padahal hanya pesan singkat dan saran untuk bimbel pertemuan berikutnya. Namun bagi dirinya, ini adalah pesan yang paling ditunggu-tunggu.
Ia mendengus pelan, merasa sebal tapi juga sedikit tersentuh. Ia tidak menyangka Reyesh masih mau mengajarinya, meskipun tadi ia sudah sangat menyebalkan dan memarahinya habis-habisan.
Padahal, bisa saja Reyesh mengembalikan uang bimbelnya dan mengakhiri kesepakatan itu. Tapi Reyesh tidak melakukan itu. Satu hal yang membuat Mutiara semakin bahagia.
Mungkin, ia memang harus belajar untuk lebih menghargai usaha orang lain.
Malam itu, Mutiara merenung. Ia tidak pernah berpikir sebelumnya, bahwa belajar bisa menjadi pengalaman yang penuh emosi seperti ini. Biasanya, ia hanya tinggal membayar guru privat, mendapatkan jawaban, dan selesai. Guru privat akan melakukan hal apapun agar dirinya mendapat nilai tinggi, meskipun guru privat tersebut harus menjadi babu!
Tapi Reyesh berbeda. Si jenius itu ingin Mutiara benar-benar memahami, bukan sekadar mendapatkan nilai bagus. Karena Reyesh ingin menanamkan bekal jangka panjang untuk Mutiara, ketika kontrak bimbel mereka telah berakhir.
Mungkin, ini adalah pertama kalinya seseorang benar-benar peduli pada usahanya, bukan hanya uangnya, begitulah tentang Reyesh bagi Mutiara.
Sebelum matanya terpejam, sebuah pesan kembali membuatnya terjaga,
"Ingat! Kamu masih berhutang permintaan maaf kepadaku."
Mutiara senyum-senyum sendiri di kamarnya saat membaca pesan itu. Ia tertidur pulas dan bermimpi indah.
Keesokan harinya mereka bertemu lagi, jadwal bimbel seperti biasa. Kali ini, Mutiara berusaha untuk lebih sabar. Ia duduk dengan lebih tenang, mendengarkan setiap penjelasan Reyesh dengan lebih serius. Sesekali ia masih mengeluh karena masih belum juga paham, tapi kali ini dirinya mencoba untuk tidak langsung marah.
Reyesh pun telah berimprovisasi dan menggunakan berbagai metode pengajaran berbeda. Berharap salah satu metodenya itu dapat nyangkut di otak Mutiara.
Reyesh juga tersenyum kecil, menyadari perubahan sikap Mutiara hanya dalam semalam.
"Lihat, kan? Kalo kamu lebih tenang, belajar jadi lebih mudah dan gampang diresapi," katanya sambil mencatat beberapa poin penting. Mutiara hanya mendengus pelan, tapi diam-diam ia mengakui bahwa Reyesh memang benar.
Bersambung........