Demi bisa mendekati cinta sejatinya yang bereinkarnasi menjadi gadis SMA. Albert Stuart rela bertransmigrasi ke tubuh remaja SMA yang nakal juga playboy yang bernama Darrel Washington.
Namun usaha mendekati gadis itu terhalang masa lalu Darrel yang memiliki banyak pacar. Gadis itu bernama Nilam Renjana (Nilam), gadis berparas cantik dan beraroma melati juga rempah. Albert kerap mendapati Nilam diikuti dua sosok aneh yang menjadi penjaga juga penghalang baginya.
Siapakah Nilam yang sebenarnya, siapa yang menjaga Nilam dengan begitu ketat?
Apakah di kehidupannya yang sekarang Albert bisa bersatu dengan Cinta sejatinya. ikuti kisah Darrel dan Nilam Renjana terus ya...
Novel ini mengandung unsur mitos, komedi dan obrolan dewasa (Dimohon untuk bijak dalam membaca)
Cerita di novel ini hanya fiksi jika ada kesamaan nama dan tempat, murni dari kreativitas penulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Sebuah Keluarga
"Agaaa... " teriak dua orang gadis cantik yang baru saja masuk lalu memeluk tubuh Dirga.
"Siapa?" Dirga bertanya tanpa suara, hanya mimik kebingungan dan gerak bibir ia tujukan pada Rere.
Rere menjawab dengan gerakan bibirnya juga, "Lunar dan Venus."
"Aga, Una dan Venus kangen." Keduanya terus menempel pada tubuh Dirga.
"Hehehe... Iya," jawabnya sambil cengengesan.
"Aga lupa salam kita kalau ketemu?" tanya Lunar lalu melonggarkan pelukan di tubuh kakanya.
"Kelamaan ngurusin anak stunting di puskesmas jadi dia lupa tradisi kita, Una," jawab Venus
"Mom, Dad... " Lunar menoleh ke arah pintu, karena di sana baru saja masuk kedua orangtuanya. "Aga sepertinya lain deh, masa dia lupa tradisi kita," rajuk Lunar.
"Lain apaan sih, aku kan baru sembuh Lu—nar," jawab Dirga menutupi kegelisahannya.
"Tuh kan mom! Dia lupa manggil aku apa" Lunar semakin merajuk, wajahnya berubah warna.
"Dasar bocah manja! Udah lah de, Aga baru aja sembuh!" bentak Venus.
"Apa kabar sayang?" Euis memeluk dan memberi kecupan di wajah Dirga.
Pemuda itu masih mematung, tidak menyangka memiliki orangtua yang cantik dan ganteng.
Dirga hanya bisa terdiam saat keluarganya saling melempar canda tawa. Perasaannya saat itu campur aduk, ada haru, sedih dan canggung dengan semua candaan yang mengalir. Di batinnya ia berucap, begitu dicintai lelaki ini di keluarganya.
Dirga melirik Venus, gadis tomboy yang cuek, ngomongnya ceplas-ceplos tapi lebih dewasa dari umurnya dan lebih pengertian. Gadis itu duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit. Dirga menyentuh tangannya lembut. Venus menoleh ke arah kakanya.
"Kenapa?" tanya Venus
"Aku sedikit lupa ingatan, kenapa kalian manggil aku Aga? bagaimana salam kita kalau bertemu?" bisik Dirga.
Venus sejenak terdiam. Lalu memusatkan perhatiannya pada Dirga.
"Aga, singkatan dari Aa Dirga. Salam kita, cium pipi kanan kiri lalu menyatukan kening dan hidung. Terus Aga manggil Lunar neng Una imut sedunia. Tapi, Aga belum kasih aku julukan apapun." tuturnya dengan sabar namun di akhir kalimat Dirga melihat kesedihan di wajah adiknya.
"Mulai hari ini Aga manggil Venus, bidadari Aga," jawab Dirga
"Ish... Asa geleuh aing teh!" jawab Venus dengan pipi merona.
Seperti terlahir kembali, Dirga pelan-pelan mempelajari kebiasaan, gerak gerik seluruh orang terdekatnya. Ia yang dulu hidup sendirian saat di dunia nyata, agak kesulitan menyesuaikan diri. Jika di dunia ghaib, ia hanya hidup bersama kakeknya, yang ia pelajari ilmu Kanuragan dan bicara tentang ambisi perebutan kekuasaan, jauh dari cinta kasih dan sayang.
"Ga, Daddy udah minta kamu di pindahkan ke rumah sakit Bandung. Biar kami bisa memantau kesehatan kamu." Pras yang sedari tadi diam mendengarkan anak dan istrinya saling bicara, kini memfokuskan perhatiannya pada Dirga.
"Daddy atur aja gimana baiknya, Aga ikut aja." Dirga menatap lekat wajah lelaki dewasa yang ketampanannya tidak termakan usia.
"Kamu yakin? Biasanya kamu selalu membantah apapun keputusan kami," sindir Pras.
"Yakin Dad."
"Mengenai perjodohan... Daddy tidak memaksa sekarang, lebih baik kalian saling mengenal satu sama lain dulu," ucap Pras, melirik Rere sebentar.
"Daddy mau jodohin aku sama siapa?" tanya Dirga dengan wajah serius.
Obrolan kedua lelaki beda usia itu makin serius, para perempuan yang ada di ruangan itu mulai menghentikan obrolannya.
"Dewi Renjana, gadis yang menemani kamu sejak kemarin."
"Tidak perlu di tunda, Dad. Percepat saja," jawab Dirga dengan senyuman di kulum.
"Kamu yakin, Sayang?" tanya Euis dengan nada sedikit meninggi karena kaget anaknya tanpa perlawanan seperti sebelumnya.
"Aa Dirga, saya ini cuma lulusan SMP dan sekarang sedang mengikuti sekolah kejar paket C. Sementara Aa seorang dokter. Status pendidikan kita sangat jauh, saya tidak ingin Aa menyesal menikah dengan perempuan kampung seperti saya."
"Dirga... Abi dan Umy berencana menyekolahkan Rere dulu sampai lulus kuliah, Baru kalian bisa menikah. Perjodohan ini atas dasar janji Abi dengan Marwan, bapaknya Rere sebelum beliau meninggal. Abi berjanji menyekolahkan Rere sampai pendidikan tinggi."
"Masalah perjodohan, Kami tidak akan memaksa kamu lagi. Jika kamu tidak setuju, Daddy tidak akan memaksa yang penting sekarang kamu sehat. Kami menyesali sudah memaksa kamu kemarin sampai membuat kamu tertekan." tutur Pras.
"Usia Rere sudah 17 tahun, Dad. Dia sudah boleh menikah. Jika aku setuju, artinya perjodohan ini sudah boleh dilanjutkan ke tahap yang lebih serius kan? Aku ingin memiliki keluarga. Pendidikan tidak masalah, Rere bisa melanjutkan sekolahnya meski sudah menjadi istriku." Wajah Dirga terlihat sangat serius. Artinya dia tidak salah mengambil keputusan.
Euis, Pras dan kedua adiknya hanya bertukar pandang. Dirga yang biasanya tidak suka diatur, sangat menjunjung tinggi gengsi dan strata sosial. Kini tanpa perlawanan mengikuti semua yang sudah di atur keluarganya.
"Mommy tanya sekali lagi, kamu yakin?" tanya Euis.
"Yakin mom." Tegas Dirga menjawab.
"Bagaimana Rere?" tanya Pras.
"Jika aku bisa memilih, aku ingin sekolah dulu. Agar saat pernikahan, Aa tidak malu memperkenalkan aku dengan lingkungan pergaulan Aa nantinya," jawab Rere dengan suara serendah mungkin.
"Aku setuju dengan keputusan teteh Rere, sahabat-sahabat Aa akan protes jika Aa menikahi gadis lulusan SMP." Lunar angkat bicara.
"Sahabat? Apalagi ini, pemuda ini punya pergaulan seperti apa?" tanyanya dalam hati.
Hening.
"Kami bisa nikah siri dulu kan, mom?!" sahut Dirga seperti tidak ingin melepaskan Rere begitu saja.
"Kenapa harus nikah siri sih A, pernikahan siri itu hanya merugikan pihak perempuan. Nikah resmi diantara kalian tidak ada halangan yang syar'i lebih baik nikah resmi," timpal Venus dengan tegas, gadis itu memang paling tegas dan penengah di keluarganya jika ada keputusan yang sulit.
"Aihh... Bidadari Aga makin mempesona," puji Dirga.
"Bagaimana mom?" tanya Pras.
"Sudah... Sudah... Mommy ingin kamu sehat dulu, Rere selesaikan dulu sekolah paket C nya dan lanjut pilih kuliah. Setelah itu baru kita obrolin lagi masalah pernikahan," jawab Euis mengakhiri perdebatan.
Suara ketukan di pintu ruang VVIP membuat mereka semua menoleh. Dua orang dokter dan satu orang perawat masuk dengan senyuman mengembang. Keluarga bergeser semua mengosongkan sisi ranjang tempat tidur.
"Apa kabar dokter Megan, bagimana keadaannya hari ini, sudah lebih baik?" tanya dokter Erlangga.
Dokter Risty memasang stetoskop di telinganya lalu memeriksa tubuh Dirga.
Euis dan Pras saling bertukar pandang, mereka sedikit janggal mendengar obrolan putranya dengan kedua rekan medisnya.
"Maaf, dokter panggil anak saya siapa tadi, boleh di ulang?!" tanya Euis.
Dokter Erlangga menoleh ke arah Euis, masih dengan wajah tersenyum. "Dokter Megantara sudah bisa pulang hari ini Bu, detak jantungnya sudah terdengar dan denyut nadinya sudah bisa kami rasakan. Tinggal menunggu hasil Rontgen dan MRI," tutur Erlangga.
Euis mengernyitkan kening dan menatap wajah suaminya. Lalu ia kembali menoleh ke arah dokter Erlangga.
"Maaf dokter, anda salah. Anak kami bernama Dirgantara. Bukan Megantara." Euis menjawab dengan tegas meski nadanya sedikit bergetar karena menahan sebuah rasa, kesedihan.
"Mom... Apalah arti sebuah nama, di sini aku di panggil Megantara, mom," jawab Dirga menengahi.
"Tidak bisa!! justru nama itu tidak boleh di sebut, Dirga!" jerit Euis dengan mata berkaca-kaca.
Semua terdiam. Hening.
Sigap, Pras memeluk istrinya lalu dibawa keluar ruangan, mengelus punggungnya dengan lembut. Tangisan Euis pecah seketika. "Mom, sudahlah... Benar ucapan Dirga, lagian mereka kan kembar. Mungkin Dirga sedang merindukan saudara kembarnya sama seperti kita merindukan Megantara," bisik Pras.
"Tapi bagaimana dia tahu saudara kembarnya bernama Megantara, batu nisan saudaranya saja tidak kita beri nama," ucap Euis ditengah isakannya.
Pras tidak mampu menjawab, keadaan ini sudah sejak tadi ia rasakan begitu asing dan janggal.
Selesai dokter memeriksa Dirga, mereka pamit. Ketegangan masih menggantung di udara begitu lekat. Tidak ada yang berani bersuara karena diluar ruangan Euis dan Pras masih berdebat dengan suara berbisik.
Rere yang sejak tadi menahan keinginannya untuk buang air kecil, akhirnya memilih keluar dari ruangan lalu mencari toilet umum di sekitar lorong rumah sakit.
Rere ikut merasakan ketegangan keluarga calon mertuanya. Dia tidak mengerti ada rahasia apa di balik nama Megantara yang pantangan untuk disebut. Tapi ia berusaha menghempaskan dulu pikiran itu. Tiba-tiba kabut tipis memenuhi ruang bilik toilet tempat ia berada.
Aroma bunga kantil dan melati bercampur memenuhi rongga hidung Rere saat ini. Rere segera menuntaskan desakan alam dalam dirinya lalu keluar dari bilik toilet. Saat ia keluar, kabut pekat memenuhi ruangan toilet. Suara desis dan gesekan di lantai begitu nyaring terdengar.
Rere sontak menggigil ketakutan. Bayangan sosok buruk rupa akan menghampirinya. Ia berusaha membuka handle pintu toilet, tapi pintu itu terkunci. Samar namun mudah terlihat dengan mata telanjang, sosok perempuan cantik dengan tubuh ular ada di hadapannya.
"Siapa kamu! Tolooongg... !!" teriak Rere seraya menampar-nampar pintu toilet dengan keras.
"Jangan takut cah Ayu, aku ibumu. Aku sedang merindukanmu, nduk. Aku juga ingin menyampaikan pesan."
"Segeralah menikahi pemuda itu, sebelum Nyimas Dewi Kentring mengambil mu untuk dijadikan perawan Sunti di kerajaannya. Aku menginginkan cucu dari bangsa manusia, dan hanya pernikahan kamu dan pemuda itu yang bisa mewujudkannya."
"Setelah ini akan datang utusan Nyimas Dewi agar membuatmu menjauhi pemuda itu. Camkan baik-baik nduk, jangan bimbang dan goyah "
Suara itu merasuk dan menggema di telinga Rere. tubuhnya masih menggigil ketakutan tapi hatinya perlahan menerima keadaan. Mimpi-mimpi yang selama ini menghantui adalah kenyataan, bahwa ia bukan keturunan manusia biasa.
aku yang polos ini... pengen ngintip dikit 🙈🤭
malah nyanyi... gw 🙈
😵