NovelToon NovelToon
Asmaraloka

Asmaraloka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Reinkarnasi / Time Travel / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Naik Kelas
Popularitas:991
Nilai: 5
Nama Author: ryuuka20

Ketika Romeo dan Tina mengunjungi sebuah museum desa terpencil, mereka tidak pernah menyangka bahwa patung kuno sepasang Dewa Dewi Asmara akan membawa mereka ke dunia lain—Asmaraloka, alam para dewa yang penuh kemegahan sekaligus misteri. Di dunia ini, mereka bukan lagi manusia biasa, tapi reinkarnasi dari Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih—penguasa cinta dan perasaan.
Terseret dalam misi memulihkan keseimbangan cinta yang terkoyak akibat perang para dewa dan iblis, Romeo dan Tina harus menghadapi perasaan yang selama ini mereka abaikan. Namun ketika cinta masa lalu dan masa kini bertabrakan, apakah mereka akan tetap memilih satu sama lain?
Setelah menyadari kisah cinta mereka yang akan berpisah, Sebagai Kamanjaya dan Kamaratih mereka memilih hidup di dunia fana dan kembali menjadi anak remaja untuk menjalani kisah yang terpisahkan.
Asmaraloka adalah kisah epik tentang cinta yang melintasi alam dan waktu—sebuah petualangan magis yang menggugah hati dan menyentuh jiwa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29.

Keesokan harinya di sekolah, suasana kelas seperti biasa ramai dengan obrolan dan suara langkah kaki murid-murid. Tina tiba lebih awal dari biasanya dan duduk di bangkunya sambil membuka buku catatan. Namun, matanya tertuju pada sekotak kecil di mejanya yang dibungkus dengan rapi.

"Apa ini?" gumam Tina sambil memeriksa kotak itu. Ada secarik kertas kecil di atasnya bertuliskan, "Untuk yang kemarin menang taruhan. -R".

Tina tersenyum kecil, membuka kotaknya, dan mendapati sebuah es krim rasa cokelat kesukaannya yang dibungkus rapi dengan kain pendingin. Ia langsung tahu itu dari Romeo.

Tak lama kemudian, Romeo masuk ke kelas dengan langkah santai, menggenggam tasnya dengan satu tangan. Saat melihat Tina memegang kotak itu, ia pura-pura tak tahu apa-apa dan langsung duduk di tempatnya.

"Eh, makasih ya," ujar Tina sambil mengangkat kotak itu ke arah Romeo.

Romeo menoleh dengan wajah pura-pura bingung. "Makasih buat apa? Gue nggak ngasih apa-apa."

Tina memutar bola matanya. "Yakin banget. Gue tahu tulisan lo, Ro."

Hanan, yang baru masuk kelas bersama Dika, langsung mendekati mereka. "Eh, apaan tuh? Romeo ngasih apa lagi ke Tina?"

Tina mengangkat kotaknya sambil tersenyum puas. "Es krim cokelat buat traktiran kemarin."

Hanan langsung terbahak. "Wah, Romeo kalah taruhan ya? Gila, Tin, lo pinter juga bikin dia ngalah."

Romeo menggeleng sambil tersenyum kecil. "Bukan ngalah, gue cuma bayar hutang."

Dika menepuk pundak Romeo. "Romeo udah berubah. Biasanya pelit banget kalau urusan traktir."

"Apa?" Romeo memandang Dika tajam, tapi Tina dan yang lain malah tertawa.

"Ya udah, makasih ya, Rom. Tapi jangan salahin gue kalau nanti lo kalah lagi," ucap Tina sambil mengedipkan mata iseng.

Romeo hanya mendengus sambil menunduk, tapi senyumnya tidak bisa disembunyikan. Hari itu dimulai dengan lebih ceria, meskipun teman-teman mereka terus menggoda Tina dan Romeo sepanjang pagi.

"Tina!" Jovan menghampiri Tina yang baru saja keluar dari kelasnya.

"Hari ini gue bawa sepeda, jadi Lo mau bareng sama gue gak pulangnya?" tanya Jovan dengan wajahnya yang berbinar.

"Boleh, gue nebeng aja lah."

Di tengah perjalanan menuju rumah Tina sepeda Jovan tidak stabil. "Eeh Jovan, yang bener dong. Nanti kita jatuh. Rem aja." kata Tina yang tadinya senang karena ada yang ngajak nebeng tapi kayaknya Jovan gak bisa naik sepeda deh ya.

Jovan yang terlihat gugup mencoba menjaga keseimbangan sepedanya sambil tersenyum kaku. "Tenang aja, Tin. Gue cuma belum terbiasa bawa penumpang," jawabnya, meskipun sepedanya terus bergoyang-goyang.

Tina memegang erat pinggiran sadel dengan wajah khawatir. "Belum biasa? Terus kenapa ngajak gue naik? Aduh, Jovan, kalau gue jatuh, lo tau kan gue bakal ngambek seharian?"

Jovan tertawa kecil, tapi tawanya berhenti ketika sepedanya hampir oleng di belokan. "Eh, eh! Gak apa-apa, gue bisa kok!"

"Jangan terlalu ngebut! Pelan-pelan aja!" kata Tina setengah panik.

Namun, pada saat yang sama, sebuah sepeda lain melaju dari arah berlawanan. Dan ternyata itu Romeo, yang langsung memperhatikan Jovan dan Tina. Ia menghentikan sepedanya di tepi jalan, melipat tangan di dadanya, dan memandang mereka dengan ekspresi mencurigakan.

"Lo serius nebeng sama dia, Tin?" tanya Romeo, nada suaranya setengah mengejek.

"Kenapa? Lo iri?" balas Tina, meskipun sebenarnya ia merasa agak menyesal naik sepeda dengan Jovan.

Romeo mendengus sambil menggelengkan kepala. "Bukan iri, gue cuma heran aja. Jovan, lo yakin gak mau belajar naik sepeda dulu sebelum bawa penumpang?" sindirnya.

Jovan, yang merasa sedikit malu, mencoba bersikap tenang. "Gue gak apa-apa kok, Romeo. Lagian Tina nggak keberatan."

Namun, sebelum ia selesai berbicara, sepedanya kembali bergoyang, dan Tina hampir terpental.

"Oke, cukup!" seru Romeo, mendekati mereka dengan sepeda. "Tina, turun sekarang. Gue yang anterin lo pulang."

"Eh?"

Jovan kaget karena Romeo tiba-tiba mengajak Tina pulang."eh gak bisa ya dia kan mau pulang sama gue."

"Lo gak bisa naik sepeda, Tina temen gue kalau dia jatuh gimana?"

Jovan yang mulai kesal menatap Romeo dengan ekspresi tidak terima. "Eh, lo nyindir gue gak bisa naik sepeda? Gue cuma belum terbiasa aja! Lagian, Tina kan udah setuju pulang sama gue."

Romeo balas menatap Jovan dengan tenang, tapi tatapannya penuh arti. "Gue gak nyindir, gue cuma realistis. Lo hampir bikin dia jatuh tadi. Tina temen gue, gue gak mau dia kenapa-kenapa."

Tina yang ada di tengah situasi itu hanya bisa menghela napas panjang. "Udah, udah, kalian ribut aja terus. Gue baik-baik aja kok."

Namun, Romeo tidak mau menyerah. Ia menatap Tina serius. "Lo yakin? Kalau tadi Jovan gak bisa nahan sepedanya, lo bisa jatuh. Mending pulang sama gue aja, Tin."

Jovan langsung menyela. "Lo kira gue gak bisa bawa sepeda, gitu? Tina kan udah pilih gue dari tadi."

"Pilihan dia bisa berubah kalau keselamatannya terancam," jawab Romeo cepat, senyumnya tipis tapi nadanya jelas menantang.

Melihat dua cowok itu mulai berdebat lebih serius, Tina akhirnya berdiri di antara mereka. "Udah cukup! Gue gak mau pulang kalau kalian masih kayak gini."

Jovan dan Romeo terdiam, saling melirik dengan kesal, sebelum Tina melanjutkan. "Kalian mau ribut? Silakan. Gue balik jalan kaki aja kalau gini caranya."

Romeo langsung menarik sepedanya ke depan. "Oke, oke. Lo gak usah jalan kaki. Gue anter."

Namun, sebelum Tina menjawab, Jovan berkata dengan nada meyakinkan, "Tina, gue yang ngajak duluan. Gue bakal lebih hati-hati."

Tina mendesah lagi, menatap keduanya bergantian. "Kalian ini... kayak anak kecil aja. Kalau kalian mau, kita pulang bareng aja. Gue nebeng siapa dulu, yaudah gantian setengah jalan. Deal?"

Romeo dan Jovan saling pandang sebelum akhirnya mengangguk enggan. "Oke," jawab mereka hampir bersamaan.

Tina tersenyum puas, lalu naik ke sepeda Jovan dulu. "Gue nebeng Jovan dulu. Romeo, lo tunggu di belakang ya."

Romeo menghela napas panjang, tetap menjaga jarak dengan Jovan, memastikan Tina aman meski raut wajahnya terlihat jelas masih kesal.

"Aaaaaaaaaa Mimi." Romeo sampai di rumah ia sangat kesal dengan Jovan.

Romeo membuka pintu rumah dengan kasar, melempar tasnya ke sofa, lalu langsung mencari Mimi. "Mimi! Mimi, mana kamu?" panggilnya dengan nada penuh kekesalan.

Mimi, kucing kesayangannya, perlahan keluar dari balik meja dengan langkah santai, seperti tidak peduli dengan energi negatif yang dibawa Romeo. Romeo langsung mendekat dan mengangkat Mimi ke pangkuannya.

"Aaaa, Mimi... gue kesel banget hari ini," ucap Romeo sambil mengelus kepala kucingnya. Mimi hanya mengeong kecil, seperti mencoba menenangkan tuannya.

"Lo tau gak, tadi si Jovan bener-bener bikin gue emosi. Dia ngajak Tina pulang pake sepedanya yang gak stabil itu! Lo bayangin kalau Tina jatuh. Gimana coba?! Dia tuh gak mikir panjang." Romeo menggerutu sambil terus mengusap-usap Mimi, mencoba melampiaskan kekesalannya.

Mimi mengeong lagi, kali ini lebih panjang, seperti sedang memberikan respons. Romeo menatap kucingnya sambil mengerucutkan bibir. "Lo ngerti kan, Mi? Kenapa Tina malah milih dia duluan, padahal jelas-jelas gue yang lebih bisa diandalkan?"

Kucing itu hanya menatap Romeo dengan mata besar polosnya, membuat Romeo menghela napas panjang. "Iya, gue tau gue lebay, tapi tetep aja kesel, Mi. Kayaknya gue harus ngajarin Jovan naik sepeda dulu sebelum dia bawa orang lain nebeng."

Romeo memeluk Mimi erat sambil bergumam, "Mimi, gue gak tau kenapa gue repot banget soal Tina. Tapi setiap ada orang lain deket sama dia, gue gak bisa tenang. Kenapa, Mi? Kenapa gue kayak gini, ya?"

Mimi hanya menjilat tangan Romeo sebagai jawaban, seolah berkata, Tenang aja, Romeo. Semua bakal baik-baik aja.

Tina menjatuhkan tubuhnya ke sofa dengan wajah lelah. Ia memandang langit-langit ruang tamu sambil menghela napas panjang. "Aduh... hari ini capek banget," gumamnya pelan.

Ibunya yang sedang menyiapkan teh di dapur melirik ke arahnya. "Kenapa, Nak? Kok keliatan lesu banget?"

Tina memutar tubuhnya, menatap ibunya sambil mengeluh, "Dua cowok itu bikin pusing, Mah. Jovan sama Romeo tadi ribut soal siapa yang nganterin aku pulang. Padahal, ya aku cuma mau sampai rumah dengan selamat, gak lebih!"

Ibunya tertawa kecil sambil membawa secangkir teh hangat dan menaruhnya di meja dekat Tina. "Dua cowok itu kelihatan peduli banget sama kamu. Bukan hal buruk, kan?" goda ibunya.

"Ya tapi... kenapa harus ribut segala?" Tina mengerucutkan bibirnya sambil meminum teh. "Jovan ngajak aku nebeng, tapi sepedanya gak stabil. Romeo muncul tiba-tiba, terus malah ngajak debat di tengah jalan. Aku jadi pusat perhatian di jalanan tadi, Malu, tahu gak, Mah?"

Ibunya tersenyum sambil mengusap kepala Tina. "Kamu tinggal pilih aja mana yang terbaik buat kamu. Yang penting, jangan terlalu dipikirin, biar gak capek hati."

Tina mendesah, memeluk bantal sofa sambil memejamkan mata. "Mungkin besok aku bakal naik angkot aja, Mah. Biar gak ada drama lagi."

Namun, jauh di lubuk hatinya, Tina tahu perhatian Romeo dan Jovan itu tidak sepenuhnya buruk. Hanya saja, ia berharap mereka bisa berhenti bersaing soal hal-hal kecil dan membiarkan hari-harinya berjalan dengan damai.

Tina mengirimkan pesan pada Romeo.

Tina : Romeooooooo

Romeo : apalagi?

Tina : pap dong

Romeo : (pap mukanya)

Tina: bukan muka Lo tapi momo kucing gue mana?

Romeo: lah yang jelas dong bilangnya

Romeo menghela napas sambil mengetik pesan balasan.

Romeo: (pap foto Momo yang lagi tiduran di atas bantal) Nih anak Lo, masih hidup dan sehat.

Tina: Ih, lucu banget diaaa! Jangan lupa kasih makan ya.

Romeo: Iya tau, gak usah ngajarin. Gue lebih sayang Momo daripada Lo.

Tina: dasar gak tau terima kasih, kan gue yang nemuin dia.

Romeo: Tapi gue yang rawat, jadi udah resmi dia anak gue juga.

Tina: Bagi dua deh hak asuhnya, seminggu di Lo, seminggu di gue.

Romeo: Mimpi aja, Momo betah di sini sama Mimi. Udah, gak usah ngarep.

Tina mendengus kesal sambil tersenyum kecil melihat layar ponselnya. Di sisi lain, Romeo terkekeh sambil melirik Momo yang sekarang sedang menggigit mainan kucingnya. "Kucing kecil aja bikin drama," gumam Romeo sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Saat hari Minggu, Romeo bersiap lebih pagi untuk ada janji dengan teman-temannya.

"Reoo, ayo sarapan dulu. Udah ganteng aja anak papa." papa nya terkekeh kecil melihat Romeo yang sudah rapi hari ini. "Mau main pa."

"Eh mama mau tanya dong reo, anak cantik yang bawel itu siapa sih namanya? Lucu banget dia ngomelin kamu terus." kata mamanya sambil mengoleskan selai ke roti tawar.

"Eh ada anak cewek? Temennya Reo?"

"Iya bener. Gak sempet kenalan dia bawa anak kucing kesini, nitip katanya terus kalau di taruh di rumah nanti di buang sama ibunya dia. Jadi yaudah mama ijinin aja kalau dia bawa kesini."

Papa Romeo tertawa terbahak-bahak mendengar komentar mamanya. "Hah? Jadi aku dibilang lucu kalau ngambek? Ya ampun, Ma. Romeo, kamu denger itu?" katanya sambil melirik Romeo yang sedang mengunyah roti dengan malas.

"Enggak, Ma. Jangan samain Tina sama Papa. Tina itu bawelnya keterlaluan, kadang bikin pusing," balas Romeo dengan ekspresi kesal, tapi matanya sedikit menghindar.

"Tapi kan lucu, Reo. Dia perhatian sama kamu, kan? Liat aja, dia nitipin anak kucing ke sini. Itu tandanya dia percaya sama kamu," timpal Mamanya sambil mengedipkan mata.

"Percaya atau dia cuma gak punya pilihan lain aja, Ma," Romeo menjawab sambil berusaha terdengar biasa saja.

Papanya tertawa lagi sambil menepuk bahu Romeo. "Tenang, Nak. Kalau kamu gak jaga baik-baik dia, nanti papa aja yang ambil alih jadi guardian buat si bawel lucu itu."

"Papa!" Romeo langsung protes dengan wajah memerah. "Udah ah, aku pergi dulu. Makin lama di sini, makin ribet ngomongin Tina terus."

"Tapi Reo..." Mamanya menyela sebelum Romeo membuka pintu, "kalau dia bawel kayak Papa, berarti cocok dong sama kamu."

Romeo berhenti sejenak, lalu melangkah keluar sambil menggumam pelan, "Bawel kok bisa dibilang cocok..." Wajahnya masih merah saat ia naik sepedanya, tapi senyum kecil muncul tanpa sadar.

1
sjulerjn29
" kita beneran dewa"😂
sjulerjn29: ya ampun thor suasana kerajaan tp gk ngebosenin .
thor mampir di episode baru ceritaku😊🤭
total 1 replies
HNP
semangat, jangan lupa follback.💪
iqbal nasution
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!