NovelToon NovelToon
180 Hari Menjalani Wasiat Perjodohan

180 Hari Menjalani Wasiat Perjodohan

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Ink

Irgi beralih menatap Humaira.

Wajah calon istrinya itu sangat polos tanpa make up sama sekali. Tubuhnya juga dibalut baju gamis panjang serta jilbab pink yang menutup bagian dadanya. Dia sungguh jauh berbeda dengan pacarnya yang bernama Aylin.

Selain memiliki wajah yang cantik, Aylin pandai berdandan serta modis dalam berpenampilan. Kepopulerannya sebagai influencer dan beauty vloger membuat Irgi sangat bangga menjadi kekasihnya.

Namun wasiat perjodohan mengacaukan semuanya. Dia malah harus menikahi gadis lain pilihan kakeknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Ink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nasehat Mama

Di Kediaman Ibu Elisa

Begitu tiba di rumah orangtuanya, Irgi langsung dibantu oleh dua orang asisten rumah tangga untuk menyiapkan dan membereskan barang-barang yang akan ia bawa ke rumah baru.

Setelah satu jam, beberapa koper pakaian serta sepatu-sepatu dalam dus sudah dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Irgi juga tidak lupa membawa serta alat-alat untuk membuat konten video dan aktifitas broadcasting yang sedang ia geluti.

Sedangkan Humaira, ia tengah berada di taman belakang rumah bersama mama mertuanya. Ibu Elisa ingin menyampaikan beberapa hal penting pada menantunya itu.

"Maira, apa ibumu udah pernah cerita semua tentang Irgi?"

Wajah sang mama mertua terlihat sedikit tegang. Ia khawatir jika Ibu Zaenab lupa menceritakan tentang kondisi Irgi pada putrinya.

Sebelum hari pernikahan Irgi dan Maira tiba, Ibu Elisa sering mengobrol dengan Ibu Zaenab melalui sambungan telepon. Ia tidak mau menutupi kekurangan Irgi tetapi juga tidak serta merta menjelekkan anaknya sendiri.

"Iya ma, ibu udah cerita semua tentang Irgi."

Ibu Elisa sedikit bernafas lega.

"Usia Irgi memang sudah dua puluh lima tahun sekarang, tapi kadang-kadang dia belum bisa bersikap dewasa. Nanti Maira jangan kaget ya!"

"Iya ma. Aku sedang mencoba mengenali sifat-sifatnya." Humaira tersenyum.

Ia tentu mengingat bagaimana Irgi dan dirinya berdebat beberapa kali hanya karena hal-hal kecil.

"Kamu benar-benar perempuan yang tulus. Irgi sangat beruntung punya istri seperti Kamu, Maira." Ibu Elisa tersenyum.

"Aku juga punya banyak kekurangan ma. Irgi pasti belum tahu banyak tentang aku. Tapi pernikahan memang untuk saling melengkapi kan? Bukan mencari kesempurnaan?"

Mama mengangguk setuju. Ia kagum pada menantunya. Meski Humaira baru berusia dua puluh dua tahun namun pemikirannya tentang pernikahan cukup dewasa. Ia pun sering mendengar cerita tentang sifat dan sikap menantunya itu dari Ibu Zaenab.

"Emm, Maira tahu kan kalo Irgi belum punya pekerjaan yang tetap?" tanya mama ragu.

"Iya ma. Aku tahu."

"Bahkan skripsi kuliahnya juga mandeg dua tahun."

"Itu juga aku udah tahu, Ma."

"Maafin mama, bukan maksud mama menjerumuskan atau memanfaatkan Maira di situasi ini. Tadinya mama juga ragu untuk menjodohkan kalian, tapi kemudian mama berpikir, apa mungkin ini takdir dari Allah yang harus coba dijalani?"

Wanita yang selalu tampil cantik dan modis itu merasa bertanggung jawab karena telah menyeret menantunya pada pernikahan yang mungkin tidak diinginkan.

"Aku juga cuma bisa bilang, Bismillah ma. Kata-Nya Allah akan memampukan orang yang menikah dengan karunia-Nya. Jadi kita gak perlu terlalu khawatir tentang rejeki. Yang penting kita mau usaha dan berdo'a pada Allah."

"Masyaallah, Nak!"

Ibu Elisa langsung memeluk erat tubuh menantunya yang ramping, seolah ingin menyampaikan beribu terima kasih.

"Makasih Nak, udah mau menerima Irgi apa adanya. Mama berharap, dengan menikah dan punya seorang istri, Irgi bisa termotivasi dan lebih bertanggung jawab lagi."

"Aamiin." Humaira mengelus pelan punggung Ibu Elisa.

Tanpa mereka sadari, dari jauh Irgi memperhatikan adegan haru itu. Ia bingung apa yang sedang dibicarakan oleh keduanya hingga mereka berpelukan sangat lama.

***

"Semua udah beres. Barang-barang udah masuk bagasi semua." ucap Irgi dengan nafas terengah.

Ia menatap istrinya yang nampak tenang. Sebenarnya ia kesal karena Humaira sama sekali tidak membantunya mengemasi barang-barang.

"Bagus kalo gitu. Duduk dulu Irgi! Mama mau ngomong sesuatu." Tangan mama menunjuk kursi kosong di sebelah Humaira.

Irgi pun duduk. Ia melirik lagi ke arah istrinya dengan wajah yang masam.

Bisa-bisanya Humaira tidak menyadari kesalahannya! Gumam Irgi dalam hati.

"Ini, mama dan Papa berikan hadiah satu rumah kecil buat kalian berdua." Mama meletakkan sebuah kunci rumah di atas meja, tepat di hadapan Irgi dan Humaira.

"Bangunlah rumah tangga kalian dengan landasan kasih sayang, atap cinta dan tembok kesabaran." Ibu Elisa menatap kedua anaknya secara bergantian.

Irgi meraih kunci itu.

"Iya ma. Makasih banyak ya hadiahnya!"

"Irgi, Kamu udah jadi Suami. Sekarang Kamu seorang pemimpin keluarga." ujar mama serius.

"Iya ma, aku tahu."

Irgi memasukkan kunci itu kedalam tas kecilnya.

Matanya tak begitu peduli pada ekspresi ibu Elisa yang penuh kekhawatiran.

"Ingat Irgi, kebahagiaan istri terletak pada sikap dan tanggung jawab suaminya!"

"Iya mama. Aku paham ko. Aku akan belajar jadi suami yang baik buat istriku ini. Iya kan, sayang?" Tiba-tiba tangan Irgi merangkul pundak Humaira sambil tersenyum manis.

Tentu saja Humaira terkejut. Ia tidak menyangka Irgi berani bersikap mesra padanya, bahkan di hadapan mamanya sendiri.

Humaira ingat, kontak fisik diantara mereka hanya sebatas tepukan kasar sewaktu dirinya membangunkan Irgi pagi tadi. Juga saat malam pertama mereka. Irgi tidak sadar menindih lengan kanan Humaira hingga ia merasa kesakitan.

Dengan terpaksa Humaira menarik sudut bibirnya. Ia masih merinding karena suaminya tidak melepas rangkulan tangannya.

"Nah, gitu dong! Mama seneng dengernya."

Irgi dan Humaira saling pandang lalu pura-pura tersenyum bahagia. Mereka sepertinya tahu apa yang harus mereka lakukan .

"Oiya ma. Janji mama yang waktu itu gimana?" Irgi melirik mamanya.

Ia menggeser posisi duduknya.

"Iya. Mama udah siapin semua ko." Ibu Elisa mengambil sebuah map berisi dokumen serta dua buah amplop coklat.

Sang Mama masih memegangi dua benda yang ia letakkan di atas meja tersebut.

"Ini Sertifikat rumah baru kalian. Jaga dan simpan ini baik-baik ya!" Tangan mama menyodorkan benda itu.

"Oke ma."

Kini sertifikat itu berada di tangan Irgi. Laki-laki itu amat bangga bisa memiliki sebuah rumah. Ya, sertifikat itu atas nama dirinya. Sehari sebelum menikah, Irgi menandatangani dokumen penting itu.

"Dan ini uang buat kalian. Jumlahnya gak banyak. Anggap saja ini amplop pernikahan dari mama dan papa." Kali ini mama menyodorkannya pada Humaira.

"Ambil, Maira! Mulai sekarang, Kamu yang mengatur keuangan rumah tangga kalian." lanjut sang mama.

Humaira masih terdiam. Dua amplop tebal itu berada tepat di tengah-tengah meja. Ia lalu melirik ke arah suaminya untuk mencari jawaban.

Irgi menganggukkan kepala. Meskipun ia sebenarnya kecewa karena mamanya lebih percaya pada Humaira untuk masalah keuangan.

"Makasih banyak ma. Kami akan gunakan uang ini dengan baik."

Humaira tersenyum pada mamanya. Uang itu kini berada di tangannya.

"Jumlahnya ada tiga puluh juta. Kalian bisa pakai uang itu untuk kebutuhan kalian."

Irgi mulai merasa tidak nyaman karena mamanya membahas masalah uang di depan Humaira. Meskipun sebenarnya itu hal yang wajar karena sekarang Humaira adalah istrinya.

"Tenang aja ma. Kita bisa kok atur sendiri rumah tangga kita!" seru Irgi sedikit sinis.

Ibu Elisa terdiam sesaat. Ia takut putranya akan marah tetapi ada hal penting yang ingin ia sampaikan lagi.

"Irgi, Kamu datanglah ke pabrik. Kata Papa dia akan beri Kamu posisi yang bagus." ucap mama hati-hati.

"Aku akan menafkahi istri dengan caraku sendiri ma. Mama percaya aja sama aku." Irgi terlihat semakin emosi.

Dia merasa, mama dan papanya tidak pernah yakin akan kemampuannya untuk mencari penghasilan sendiri. Hanya karena belum memiliki ijazah sarjana, ia seolah dianggap gagal.

Irgi tidak suka diremehkan.

"Ayo kita pulang! Banyak yang harus diberesin di rumah!" Nada Suara Irgi terdengar ketus.

Laki-laki itu kemudian berdiri sambil meraih tangan istrinya supaya ikut bangun.

***

1
Rezqhi Amalia
duduk memantau🌝
Bulanbintang
Orang tua memang nggak pernah jujur soal perasaannya, tp sbg anak kita bisa ngerasain yg sebenarnya. 😌
Muffin
Nggak usah malu kan udh halal maira . Hadusnya yg malu anomali ituu
iqueena
Sana husss husss
🌹Widianingsih,💐♥️
udah mulai saling ngobrol dan nggak cuek- cuekan lagi..... lanjut lah
drpiupou
wah Irgi Alhamdulillah yah sadar dikit dikit.

hmm covernya bagus kak
Athena_25
zidan, kamu tungguin jandanya maira aja, biar segera punya istri wkwkwk biar gondokan itu si irgi nnt klo tau km yg nikahin mntan istrinya😂😂😂
Alyanceyoumee
haduuuh, puas banget da buat kamu Irgi.
Yoona
kalo ada diskon maju paling depan🤭🤭
CumaHalu
lain kali kunci aja Humaira, jangan nunggu kang selingkuh.
kalea rizuky
lanjut donk
Dewi Ink: ditunggu ya kak, makasih udah mampir🤗
total 1 replies
kalea rizuky
zidan jd pebinor aja q mendukungmu ambil dia dr suami durjana/Curse//Curse/
kalea rizuky
uda cerai aja makan tuh jalang bekas orang pasti dikasih berlian milih sampah gi
Nurika Hikmawati
Irgi gak asik deh
Dewi Ink: begitulah kak
total 1 replies
Avalee
Alur ceritanya menarik, pemeran utama laki-lakinya bikin emosi naik turun 🫵🏻. Semangat berkarya ya thor, aku padamu 🥰
Dewi Ink: makasih ya kak
total 1 replies
Pandandut
sudah tertulis
Dewi Ink
kasian ibunya lagi sakit ka
Rezqhi Amalia
nah, jawab jujur donk
iqueena
Minta lah Irgiiii
iqueena
Sabar ya Maira 🥲
Dewi Ink: kebangetan dia mah sabarnya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!