Dhea mencintai Vean, tapi Vean menjalin kasih dengan Fio—sahabat Dhea.
Mencintai seseorang sejak masih SMP, membuat Dhea terus saja berharap kalau cintanya akan bersambut. Sampai akhirnya gadis itu menyerah dan memilih pergi saat pria yang dicintainya akan bertunangan dengan sahabatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21 Jangan Sampai Sia-sia
"Vean."
"Dhea? Kamu di sini?"
"Kamu sedang apa di sini?"
Vean tidak menjawab, dia sendiri juga bingung, sedang apa dia di sini? Apa untuk menenangkan diri? Namun yang jelas, dia merasa nyaman.
"Pulang, Vean!"
"Pulang?"
"Iya. Ada kedua orang tua kamu yang menunggu, juga ada Fio."
"Termasuk kamu? Apa kamu juga menungguku?"
Dhea tidak menjawab, hanya tersenyum saja.
"Dhe, aku ...."
"Pulanglah! Di sini sangat sepi."
"Pulang, kasihan mereka yang sedih menunggu kamu."
"Tetaplah bertahan Vean, demi seseorang yang sangat kamu cintai!"
Perlahan Vean membuka matanya. Pandangannya masih buram, dia melihat ke sekelilingnya, hanya ruangan putih dengan suara mesin, tapi tidak ada siapa-siapa.
Vean kembali memejamkan matanya, lalu dibuka lagi, dan tetap tidak ada siapa-siapa.
Fio membuka pintu ruangan ICU Vean. Dia menyentuh tangan yang dingin itu.
"Vean, bangun Sayang."
Vean menggerakkan tangannya, membuat Fio menoleh.
"Kamu ... sudah bangun?" Fio tersenyum, dia langsung menekan tombol, dan tidak lama kemudian, dokter dan perawat datang.
Keluarga yang melihat dokter datang dengan tergesa-gesa, merasa panik.
"Ada apa, apa yang terjadi?" tanya Frisca.
Kakinya gemetaran, dia tidak sanggup mendengar kabar buruk tentang anaknya.
Sementara dokter memeriksa keadaan Vean, Fio keluar dari dalam ruang ICU.
"Fio, apa yang terjadi?"
"Vean sudah sadar."
"Apa? Benarkah?"
"Iya."
"Syukurlah, kalau begitu."
"Dok, bagaimana keadaannya?"
"Kondisinya sudah mulai stabil, dia akan segera dipindahkan ke ruang perawatan."
...💦💦💦...
Vean menyandarkan tubuhnya. Kondisinya sudah semakin baik, namun masih tetap dipasangi infus dan belum boleh banyak bergerak. Dia sudah sangat bosan berada di rumah sakit, dan ingin segera pulang ke rumahnya.
"Jadi, kapan aku sudah boleh pulang?"
"Nanti, setelah kondisi kamu sudah mulai stabil."
Mereka menatap sendu Vean, dan Vean menyadari ekspresi wajah mereka.
"Ada apa? Apa ada yang aku tidak tahu?"
"Tidak ada, Sayang. Semuanya baik-baik saja. Kamu hanya sedih melihat kamu yang selama ini koma, tapi syukurlah sekarang kamu sudah sadar."
"Jangan bohong, pasti ada hal lain lagi, kan? Katakan yang sebenarnya, cepat atau lambat aku juga pasti akan tahu, kan?"
"Salah satu ginjal kamu mengalami kerusakan, jadi harus melakukan pendonoran, apalagi kalau ginjalnya yang satunya lagi juga tidak baik-baik saja. Tapi hingga saat ini, kamu bisa bertahan dengan satu ginjal saja."
"Apa? Jadi sekarang aku penyakitan?"
"Jangan bicara seperti itu, Vean. Kamu akan kembali sehat dan hidup dengan normal."
Vean diam saja, dia memejamkan matanya sesaat lalu menghela nafas berat.
"Aku ingin istirahat."
Memang tidak ada gunanya memberi penghiburan untuk orang yang sedang terpuruk saat ini, karena semua terasa hambar. Bukan mereka yang merasakannya, bukan mereka juga yang menjalaninya.
Saat tidak ada siapa-siapa di dalam kamar rawatnya, Vean membuka matanya. Mungkin sudah takdirnya dia seperti ini. Tidak masalah, yang penting masih selamat, kan? Tapi apa gunanya hidup kalau dia penyakitan seperti ini, hanya akan menyusahkan dan membebani orang-orang di sekitarnya saja.
"Vean."
Vean tidak sadar kalau Fio sudah masuk ke dalam kamarnya.
"Fio ...."
"Ya?"
"Ada hal penting yang mau aku bicarakan sama kamu."
"Apa?"
"Aku ingin membatalkan pertunangan kita."
"Apa? Tapi kenapa?"
"Kamu tahu sendiri kan, keadaan aku saat ini seperti apa? Aku ini penyakitan, aku tidak mau membebani kamu. Kamu berhak bahagia dengan seseorang yang sehat, yang bisa menjaga kamu dengan baik."
"Jangan berkata seperti itu, Vean."
Kedua orang tua Vean dan Fio masuk.
"Ada apa? Apa kalian bertengkar?"
"Aku ingin membatalkan pertunangan aku dengan Fio."
"Apa?"
"Jangan bercanda, Vean!"
"Aku tidak bercanda, justru sangat serius. Kalian tahu kan, kalau aku ini penyakitan. Aku tidak pantas untuk Fio."
"Kalian akan tetap bersama, tidak ada yang boleh membatalkan pertunangan. Kami juga menerima kamu sebagai menantu kami, Vean. Jadi jangan berpikiran macam-macam. Apa kamu pikir kami tidak bisa menerima kamu apa adanya?" ucap Gerald.
"Sudah, jangan lagi berdebar. Dsn kamu Vean, jangan terlalu banyak berpikir, kamu harus menjaga kondisi kesehatan kamu." Candra menatap Vean, memberikan ketenangan untuk anak satu-satunya itu.
...💦💦💦...
Mereka masih mencari pendonor untuk Vean. Ada beberapa yang sudah mencalonkan diri, tapi setelah diperiksa, ternyata hasilnya tidak cocok. Bukan dengan gratis, tapi dengan imbalan yang tidak main-main. Tidak masalah bagi keluarga Vean, karena yang terpenting adalah kesehatan pria itu.
Sampai akhirnya Bram datang dengan membawa kabar.
"Aku sudah mendapatkan pendonor ya, dan hasilnya cocok."
"Apa, benarkah?"
"Iya."
Bram sudah mengurus semuanya, dari yang terkecil sekaki pun.
"Kondisi kamu harus tetap stabil, Vean, agar bisa segera menjalankan pencangkokan."
"Siapa orang itu? Apa aku bisa bertemu dengannya."
"Saat ini dia sedang tidak ada di kota ini. Tapi menjelang pencangkokan nanti, dia akan kembali ke sini."
"Apa dia bisa dipercaya?"
"Tentu saja. Dia itu anak perantauan, dan sedang mencari seseorang."
"Berapa banyak yang dia minta?"
"Jangan memikirkan hal itu, Om sudah mengurus semuanya. Yang harus kamu lakukan sekarang adalah menjaga kondisi kesehatan kamu agar tetap stabil. Jangan sampai stress dan berpikiran macam-macam."
Seperti ada harapan baru bagi mereka, karena akhirnya ada pendonor yang cocok untuk Vean.
"Berikan apa pun yang orang itu minta, Bram!"
"Tentu saja, kamu pikir aku tidak akan memberikan apa yang orang itu minta?"
Bram sendiri yang memastikan menu apa saja yang boleh dimakan oleh Vean, juga menjaga kesehatan pendonor itu.
"Kamu Haris menjaga kondisi kesehatan kamu, Vean, karena tidak mudah mendapatkan pendonor itu. Jangan biarkan semuanya sia-sia!"
sy mencari2 cerita yg berbeda..kebanyakan sama....hy beda nama tokok dan sedikit alur..trus klaim mrk yg awal membuat cerita..muak saya.
terima kasih thor,membuat cerita yg bagus..ah,knp baru nemu sy cerita bagus gini
cintanya dipupuk hingga subur
dimana nih rasa malunya
aku juga pernah lho namnya cinta dalam diam sama pacarnya sahabat sendiri tapi gk kyk Dhea terang²an dengan mengejar seseorang yang tak pasti!!
sakit hati kan rasanya ditolakk !!,,
udah baca 3 kali, udah tau Endingnya kek mana, tapi kenapa gk bisa nahan air mata