NovelToon NovelToon
AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Spiritual / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Azam tak pernah menyangka, pernikahan yang ia jalani demi amanah ayahnya akan membawanya pada luka paling dalam. Nayla Azahra—wanita cantik dengan masa lalu kelam—berusaha menjadi istri yang baik, meski hatinya diliputi ketakutan dan penyesalan. Azam mencoba menerima segalanya, hingga satu kebenaran terungkap: Nayla bukan lagi wanita suci.
Rasa hormat dan cinta yang sempat tumbuh berubah menjadi dingin dan hampa. Sementara Nayla, yang tak sanggup menahan tatapan jijik suaminya, memilih pergi. Bukan untuk lari dari kenyataan, melainkan untuk menjemput hidayah di pondok pesantren.

Ini adalah kisah tentang luka, dan pencarian makna taubat. Tentang wanita yang tak lagi ingin dikenal dari masa lalunya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keputusan Terbesar Nayla

Tiga bulan menjelang kelahiran bayi mereka, Azam semakin sibuk. Waktu dan tenaganya habis untuk bekerja, mengurus berbagai urusan rumah tangga, hingga mencari tambahan proyek untuk menabung demi kebutuhan persalinan Humairah dan masa depan anaknya kelak. Bahkan akhir-akhir ini, ia kerap pulang larut, kadang tanpa sempat mengirim kabar pada Nayla.

Nayla mulai merasa kehilangan. Hari-harinya diisi kesepian. Bukan karena tidak ada aktivitas, tapi karena suaminya terasa semakin jauh. Bahkan saat Azam mampir, ia hanya membawa lelah, lalu segera pergi lagi.

Sore itu, ketika Azam datang ke rumah Nayla, wajah Nayla tampak lebih tenang dari biasanya, meski ada semburat sendu di matanya.

“Mas, bisa nggak… kita bicara sebentar aja? Aku cuma... pengen ngobrol kayak dulu.Sepuluh atau lima menit aja.”

Azam, yang baru saja duduk, langsung menghela napas panjang. “Nay.., Mas capek, baru pulang. Kamu pikir Mas ini nggak ingin ngobrol,duduk santai kayak dulu..? Tapi kamu juga harus ngerti kondisi Mas. Mas lagi banyak tanggungan. Mas lagi mikirin biaya rumah sakit, persiapan ini itu, tabungan buat jaga-jaga kalau ada apa-apa. Kamu ngerti, kan?”

Nayla menggigit bibirnya. “Aku ngerti, Mas. Tapi aku juga butuh kamu Mas... Butuh kehadiran Mas, bukan sekadar kabar dan sisa waktu, seperti ini. Aku bukan minta diprioritaskan, aku cuma..."

Azam menatap Nayla dengan tatapan lelah. Lalu, tanpa sadar ucapannya meluncur begitu saja—tajam, seperti pisau, memotong ucapan Nayla.

“Dulu kamu sendiri yang minta Mas nikahi Humairah. Sekarang kamu menuntut ini-itu. Maaf ya, Nay. Mas udah cukup pusing. Jangan nambah beban.”

Seketika, wajah Nayla memucat. Jantungnya terasa diremas. Lidahnya kelu.Berkali-kali Nayla menelan ludahnya. Nayla menunduk, menatap kedua tangannya yang saling meremas di pangkuan.

Beberapa detik berlalu dalam hening.

Lalu dengan suara nyaris tak terdengar, Nayla berucap, “Maaf, Mas…”

Azam tersentak. Ia menoleh, menatap Nayla, tapi wanita itu tak menatap balik. Matanya tetap tertunduk. Tak ada air mata, tak ada tangis. Justru ketenangan itulah yang menyesakkan.

“Maaf karena aku pernah minta Mas Azam menikahi Humairah. Maaf karena aku berharap Mas Azam tetap jadi Mas Azam-ku yang dulu. Maaf…juga karena mungkin aku terlalu berharap.”

Setelah mengucapkan itu, Nayla bangkit dan pergi ke dapur. Tak ada suara pintu dibanting. Tak ada emosi meledak. Hanya keheningan yang lebih menyakitkan dari kemarahan.

Azam tertegun. Tangannya terkepal. Kata-katanya tadi bergema di kepalanya sendiri.

"Dulu kamu sendiri yang minta Mas nikahi Humairah.Sekarang kamu menuntut ini-itu. Maaf ya, Nay. Mas capek cukup pusing. Jangan nambah beban.”

Kalimat itu terasa begitu kejam kini, terutama saat melihat punggung menjauh.

Azam meraup wajahnya dengan kasar.Helaan nafasnya begitu dalam.

Ucapan Azam mengambang di udara, tajam dan dingin. Azam masih tetap diposisinya. Napasnya memburu. Emosinya masih mengganjal di dada. Tapi saat punggung Nayla perlahan menjauh—langkahnya tenang tapi bahunya bergetar pelan—sesuatu di hati Azam seperti runtuh.

Dia menyadari… dia baru saja menumpahkan lelahnya pada orang yang tak pantas menerima itu. Istri yang tak pernah menuntut, tak pernah memaksa, tapi selalu menampung. Dan kini, tak bersuara, Nayla menanggung luka yang dia sendiri ciptakan.

Azam melangkah cepat.

Di dapur, Nayla berdiri membelakangi kompor. Tangan gemetar memegang gelas, tapi belum menyentuh air. Bahunya tampak menggigil pelan, seperti menahan sesuatu yang akan tumpah.

Azam menahan napasnya. Lalu dengan langkah perlahan, dia menghampiri Nayla dari belakang. Tanpa sepatah kata, kedua lengannya memeluk pinggang istrinya. Rapat. Hangat. Penuh rasa bersalah.

Punggung Nayla kaku sejenak. Tak ada suara isakan. Azam menundukkan kepala, menempelkan dahinya ke pundak Nayla.

"Maafin Mas...kata-kata Mas kejam barusan… Maaf karena Mas terlalu capek. Mas tahu Mas salah…"

Nayla tidak menjawab. Ia hanya diam membisu, tapi ia tidak menolak pelukan itu. Ia tetap berdiri, diam, sambil menggenggam sisi meja erat-erat seolah agar tak roboh tangis yang ia tahan sejak tadi.

"Kamu tahu Nay..? Mas gak pernah ingin menyakiti kamu,sedikit pun... Sungguh. Mas cuma... Mas lelah. Tapi itu bukan alasan buat Mas nyakitin kamu. Kamu istri Mas, kamu tempat Mas pulang. Tapi malah Mas yang bikin rumah ini dingin buat kamu."

Azam memutar tubuh Nayla perlahan, ingin melihat wajahnya, tapi Nayla masih menunduk, matanya merah, pipinya basah.

"Kenapa kamu diam?" tanya Azam pelan.

Nayla menggeleng. Bibirnya bergetar saat menjawab lirih,

"Karena aku takut... takut salang ngomong, dan takut ngebebani kamu Mas.Jadi aku pilih diam."

Azam memeluk Nayla lebih erat, seperti tak ingin ia runtuh di pelukannya.

Waktu seolah melaju tanpa permisi. Satu bulan telah berlalu sejak percakapan menyakitkan itu. Tak ada lagi protes dari Nayla, tak ada lagi permintaan untuk ditemani. Ia tetap menjadi istri yang lembut dan menjalani harinya seperti biasa—namun dengan keheningan yang tak lagi sama. Senyumnya tetap ada, tapi tidak sepenuh dulu. Sorot matanya tenang, tapi tak lagi menyala seperti dulu.

Di kampus, Nayla kembali sibuk. Tapi di balik layar aktivitas akademik dan tugas-tugasnya sebagai dosen, ia diam-diam mengambil keputusan besar, menerima tawaran beasiswa S3 dari universitas Islam ternama di Timur Tengah.

Beasiswa yang dulu pernah ia abaikan karena alasan rumah tangga. Tapi luka yang belum benar-benar sembuh membuat Nayla merasa bahwa menjauh mungkin satu-satunya jalan untuk menjaga hatinya tetap utuh—dan menjaga agar rumah tangga mereka tidak runtuh karena luka yang tak bisa ia sembuhkan sendiri.

Malam yang Sunyi di Teras Rumah Nayla

Angin malam mengalun pelan. Langit terlihat jernih, dihiasi bintang-bintang yang seakan menyaksikan percakapan penting dua insan yang tengah duduk di teras rumah sederhana itu. Azam baru saja pulang dari rumah Humairah ketika Nayla memintanya untuk duduk sebentar.

Nayla menyeduhkan teh hangat, lalu duduk dengan tenang di samping Azam. Sesekali ia menatap cangkirnya, seolah sedang mencari kata-kata yang pas untuk diucapkan.

“Mas…” Nayla membuka suara dengan pelan. “Aku mau minta izin.”

Azam menoleh, sedikit terkejut dengan nada serius itu. “Izin apa, Sayang?”

Nayla menarik napas pelan. “Aku insyaAllah akan berangkat ke Timur Tengah, melanjutkan S3. Beasiswa itu... akhirnya aku terima.”

Azam terdiam. Pandangannya kosong menatap halaman. Lalu pelan-pelan, kepalanya menoleh ke arah Nayla. “Jadi ini… alasan kamu makin sibuk akhir-akhir ini...?”

Nayla mengangguk pelan. “Iya, Mas, maaf.Aku baru kasih tahu kamu sekarang. Tapi keputusan ini bukan karena Mas. Bukan juga karena Humairah. Aku cuma... pengen memperdalam ilmu tasawuf. Dan kampus memang menunjuk aku, karena jurusanku sebelumnya linier dengan beasiswa itu.”

Azam menghela napas berat. “Tapi kenapa terasa seperti kamu sengaja menjauh dari Mas, ya Nay..?”

Nayla tersenyum, senyum itu lembut—tapi getir. “Aku cuma ingin kasih ruang. Untuk Mas Azan... dan untuk aku sendiri. Mungkin dengan kepergianku nanti, banyak kebaikan yang bisa lahir. Mas bisa lebih fokus menemani Humairah. Nggak usah merasa harus membagi waktu antara dua rumah, dan Aku nggak akan jadi beban lagi, untuk Mas Azam”

Azam menggenggam tangan Nayla, mencengkeramnya erat. “Nayla… Mas nggak pernah anggap kamu beban. Justru kamu yang paling banyak menguatkan Mas selama ini.”

“Tapi sekarang... mungkin waktunya aku menepi sebentar, Mas.” Mata Nayla mulai berkaca-kaca, namun ia tetap menahan. “Kamu harus tahu Mas, aku nggak pergi untuk lari. Tapi untuk kembali... dengan hati yang utuh dan ilmu yang lebih dalam dan insya Allah bermanfaat.”

Azam menunduk, menahan gejolak di dadanya. Ia sadar, Nayla sedang memilih jalan sulit. Tapi tetap menjaga adab. Ia tahu, keputusannya itu bukan karena Nayla membenci—melainkan karena terlalu mencintai hingga butuh waktu untuk menyembuhkan luka batinnya.

“Kalau itu niatnya karena Allah, Mas izinkan. Tapi satu permintaan Mas…”

Nayla menatap Azam dalam-dalam, matanya sudah berkaca.

“Jangan hilang, Nayla. Jangan hilangkan Mas dari hati kamu…”

Nayla tersenyum, meski air matanya mulai mengalir.

“Kamu nggak akan pernah hilang dari hatiku Mas, karena hati ku pun... tetap milik Mas Azam.”

Azam meraih kepala Nayla, mengecupnya dengan takzim. Tak ada pelukan, tak ada drama—hanya keheningan panjang yang menggambarkan perpisahan batin yang jauh lebih berat dari sekadar keberangkatan fisik.

1
Julicsjuni Juni
buat Nayla hamil thorr...buat teman hidupnya.. kasian dia
aku juga 15th blm mendapatkan keturunan
Julicsjuni Juni
hati ku,ikhlas ku belum bisa seperti Nayla... astaghfirullah
Iis Megawati
maaf mungkin ada cerita yg kelewat,merekakan dah berpisah berbulan" ga ada nafkah lahir batin dong,dan bukankah itu sudah trmasuk talak 1,yg dmn mereka hrs rujuk/ nikah ulang maaf klo salah/Pray/
Zizi Pedi: Tidak, secara otomatis tidak terhitung cerai dalam hukum Islam hanya karena suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin, karena istri yg pergi dari rumah. Perkawinan tetap berlaku hingga ada putusan cerai dari Pengadilan Agama atau jika suami secara sah menceraikan istrinya. Namun, suami yang melalaikan kewajibannya seperti tidak memberikan nafkah lahir dan batin adalah perbuatan yang berdosa dan dapat menjadi alasan bagi istri untuk mengajukan gugatan cerai. Tetapi dalam kasus Azam dan Nayla berbeda, mereka saling mencintai dan tak ada niat untuk bercerai jadi mereka masih sah sebagai suami istri. Dan talak itu yg punya laki2. untuk pertanyaan kk tentang talak 1. Mereka bahkan tidak terhitung talak kk, karena Azan g pernah mengucapkan kata talak. dan untuk rujuk talak 1 Setelah jatuh talak satu, suami dan istri masih bisa rujuk kembali tanpa harus akad ulang selama istri masih dalam masa iddah. Talak satu disebut talak raj'i, yang berarti suami masih berhak merujuk istrinya selama masa iddah. Jika masa iddah telah habis, maka untuk kembali bersama, mereka harus melakukan akad nikah ulang. TAPI SEBAGAI CATATAN (Azam tidak pernah mengucap talak untuk Nayla, jadi mereka masih sah suami istri meski tanpa menikah ulang.)
total 1 replies
R I R I F A
good... semangat up date ny
Zizi Pedi: terima kasih Kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!