Fiona Amartha Dawson, hidup berdua dengan kakak perempuan seibu di sebuah kota provinsi pulau Sumatera yaitu kota Jambi.
Jemima Amelia Putri sang kakak adalah seorang ibu tunggal yang bercerai dengan suaminya yang tukang judi dan suka melakukan kekerasan jika sedang marah.
Fiona terpaksa menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal secara mendadak karena suatu insiden guna menyelamatkan harga dirinya sebagai seorang perempuan lajang.
AKBP Laksamana Zion Nugraha tidak menyangka akan menikahi gadis gemoy yang tidak ia kenal karena ketidakadilan yang dialami gadis itu. Niatnya untuk liburan dikampung kakak iparnya menjadi melenceng dengan menjadi seorang suami dalam sekejap.
Bagaimana reaksi Fiona saat mengetahui jika suami yang ia kira laki-laki biasa ternyata adalah seorang kapolres muda di kota Medan?
Akankah ia bisa berbaur pada kehidupan baru dikalangan ibu-ibu anggota bhayangkari bawahan suaminya dengan tubuhnya yang gemoy itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurhikmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Vila ditengah sawah
"Wah, cantik banget tempatnya! Gak nyangka bisa ada ditempat yang indah kayak gini!" seru Fiona dengan bibir menyunggingkan senyuman lebar dan mata berbinar saat melihat pemandangan alam yang indah didepan matanya.
Mobil yang Bima kendarai berhenti di sebuah rumah Joglo dengan gaya tradisional yang kental, dengan sawah bertingkat membentang di sepanjang mata memandang dan udara sejuk yang membuat mata mengantuk karena anginnya yang berhembus sepoi-sepoi.
"Kamu senang gak, Yank? Ini rumah milik Eyang yang menjadi warisan untuk Bunda, sama Mama direnovasi ulang dengan tetap membiarkan gaya aslinya agar tetap mempertahankan kenangan indah dirumah ini! Sekarang ini sudah jadi milik suamimu ini karena Mbak Arimbi sudah punya bagian yang lain dari warisan Bunda," ucap Zion sambil merangkul bahu sang istri.
"Senang banget, Makasih ya suami aku? Udah bawa aku ke tempat yang bagus dan cantik kayak gini!" jawab Fiona dengan nada manja sembari melabuhkan kecupan singkat di rahang Zion.
"Namanya Villa Kenangan, nanti kapan ada waktu lagi, kita akan lama ditempat ini menikmati suasana yang asri dengan hati yang tenang disini. Tapi sekarang ini kita hanya sehari semalam saja disini," ucap Zion lagi dengan menatap dalam bangunan didepannya.
"Semalam aja aku udah seneng banget!" sahut Fiona dengan memeluk erat pinggang sang suami dari samping.
Zion tersenyum lembut, ia melabuhkan beberapa ciuman sayang di pelipis sang istri yang ketutupan hijab. Seorang pria baya yang usianya empat puluhan datang dari belakang menghampiri mereka berdua dengan tersenyum sopan.
"Permisi, Aden! Ini kunci villa nya, dan semua kebutuhan Aden dan Ndoro Ayu sudah saya siapkan sesuai permintaan Aden tadi," ucap pria itu seraya mengulurkan kunci pada Zion.
"Cakep! Kang Agung emang gak pernah mengecewakan saya! Terimakasih ya, Kang!" balas Zion menerima kunci tersebut dengan wajah puas.
"Sama, Den! Kalau gitu saya mau pamit pulang dulu! Mari, Aden, Ndoro Ayu, dan Mas-mas!" pamit Kang Agung sembari menunduk sopan sebagai sikap sopan pada mereka.
Semuanya mengangguk membalas ucapan pria itu lalu berjalan menuju untuk masuk ke Villa. Villa dengan dua lantai, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil dengan empat kamar, dua diatas dua dibawah dengan kamar mandi di masing-masing kamar. Dapur dengan desain terbuka yang mempunyai beberapa kursi yang terbuat dari bambu berada di pojok membuat suasana dapur semakin unik dan estetik. Fiona tidak kuasa menahan senyum puas saat menjelajahi setiap sudut ruangan yang ada didalam Villa ini.
Karena mereka sampai hari sudah agak sore, Fiona memutuskan untuk memasak makan malam untuk mereka berempat. Selagi Fiona memasak, Zion duduk di teras bersama kedua ajudannya sambil mengobrol.
"Besok pagi salah satu dari kalian pergi ke lapangan dekat persimpangan masuk ke sini untuk menjemput seseorang yang datang! Tidak usah banyak tanya cukup katakan Ikan berenang terbalik orang itu akan mengerti! Bawa orang itu menuju bangunan kecil yang ada di ujung sana karena aku menunggu disana!" titah Zion dengan menatap kedua ajudannya satu persatu.
"Saya saja, Ndan!" ucap Satria mengajukan diri.
"Baik, usahakan untuk memakai pakaian santai agar tidak ada yang curiga atau semacamnya! Jika berpakaian santai, Orang-orang akan mengira kita adalah turis yang menyewa Villa," sahut Zion lagi memberikan instruksi nya.
"Ndan, kalau boleh saya tahu, apakah ini menyangkut orang-orang yang disebutkan Nyonya Madam waktu itu?" tanya Bima dengan sangat hati-hati.
"Kau benar, hanya saja ini hanya dugaan kecil saja. Tetapi meskipun hanya dugaan kecil, hal ini tidak bisa dianggap sepele karena bisa saja dari hal kecil itu ternyata tersembunyi hal yang lebih besar yang tidak kita duga!" jawab Zion dengan wajah serius.
Bima mengangguk mengerti lalu ketiga diam untuk beberapa saat sampai terdengar suara Azan Magrib dari mesjid yang ada di dekat kawasan tersebut.
Fiona langsung naik ke lantai atas menuju kamar ia dengan Zion untuk salat Magrib. Ia baru selesai masak saat Azan telah selesai berkumandang. Zion dan kedua ajudannya salat berjamaah di mushola kecil yang ada di lantai bawah dekat pintu samping yang ada tempat wudhu nya.
"Mas, langsung ke meja makan setelah kalian salat!" ucap Fiona mampir sebentar ke mushola sebelum lanjut ke belakang untuk menyajikan makanan yang ia masak tadi.
Seperti kata Fiona, Zion dan kedua ajudannya datang ke belakang dan duduk di kursi kosong dengan meja makan yang penuh dengan masakan Fiona.
"Nyonya Madam emang paling the best kalau manjain perut!" puji Satria dengan menelan ludah melihat makanan yang tersaji diatas meja.
"Hehehehe, makan yang banyak!" kekeh Fiona dengan tersenyum kecil.
Keempatnya makan dengan tenang tanpa bersuara selama hampir lima belas menit. Meskipun sudah selesai makan, mereka masih duduk disana dan tidak akan beranjak karena memilih mengobrol sambil memakan makanan penutup yang dibawa Fiona dari rumah Mama Widuri tadi.
"Dek, Mas mau tahu, bagaimana kamu bisa yakin jika orang itu memakai kulit palsu? Apa kamu pernah menyentuhnya? Maksudnya Mas menyentuh kulit palsu itu," tanya Zion memulai percakapan.
"Aku tahu karena reaksi kulitnya tidak seperti milik Mbok Inem saat terkena air panas, dan itu gak normal. Aku baru di tinggal di Jambi tiga tahun belakangan ini, selebihnya dulu aku tinggal di Belanda sejak lahir. Mommy orang Jambi asli tepatnya dari Kabupaten Kerinci. Mommy menjadi janda waktu Kak Jeje berumur tiga tahun karena suaminya meninggal jatuh dari pohon saat mendaki gunung Kerinci. Mommy memutuskan menjadi TKW untuk menghidupi Kak Jeje yang ia titipkan di rumah kakak sepupunya hingga Kak Jeje berumur lima tahun. Mommy menikah dengan Daddy dan langsung membawa Kak Jeje ke Belanda atas permintaan Daddy yang ingin mereka tinggal bersama dalam satu keluarga. Aku lahir setahun setelah Kak Jeje tinggal sama Mommy dan Daddy. Keluarga kami hidup bahagia dengan baik hingga saat Kak Jeje memutuskan untuk kembali ke Jambi karena dapat perkerjaan disana. Mommy dan Daddy awalnya menolak, tetapi Kak Jeje tetap bersikeras hingga akhirnya mereka luluh dan mengizinkan ia kembali ke Jambi. Saat itu aku berumur delapan belas tahun, dan kami pun berpisah. Mommy dan Daddy pergi ke Dubai karena urusan bisnis Daddy sehingga satu kabar datang menjungkirbalikkan duniaku saat itu," jawab Fiona fokus bercerita dengan wajah menyiratkan akan kesedihan yang mendalam.
"Kabar apa Nyonya Madam?" tanya Satria sangat bersemangat mendengar cerita kisah sang Nyonya Madam.
"Kabar yang mengatakan jika Mommy dan Daddy meninggal karena dirampok orang," jawab Fiona dengan suara bergetar menahan tangis.
"Innalillahi wainnailaihi roji'un," ucap ketiga pria itu dengan suara pelan dan wajah yang sangat kaget mendengar nya.
Bersambung...