NovelToon NovelToon
Di Antara Cahaya Yang Luruh

Di Antara Cahaya Yang Luruh

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Irma syafitri Gultom

Dia adalah gadis yang selalu tenggelam dalam gemuruh pemikirannya sendiri, di penuhi kecemasan, dan terombang-ambing dalam sebuah fantasinya sendiri.

Sehingga suatu teriknya hari itu, dari sebuah kesalahpahaman kecil itu, sesosok itu seakan dengan berani menyatakan jika dirinya adalah sebuah matahari untuk dirinya.

Walaupun itu menggiurkan bagi dirinya yang terus berada dalam bayang, tapi semua terasa begitu cepat, dan sangat cepat.

Sampai dia begitu enggan untuk keluar dari bayangan dirinya sendiri menerima matahari miliknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma syafitri Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sesuatu Yang tampak Rusak, Masih Dapat untuk di Perbaiki Secara Perlahan.

.

.

Suara ketikan dari orang-orang yang tengah terduduk pada dek-dek komputer yang tersusun rapi itu bergema pada ruangan yang tidak sengaja dia lewati kali ini. Orang-orang berpakaian rapi dan wangi, tengah mengobrol hal-hal penting begitu serius dan tidak mungkin dia pahamin.

Beberapa orang terlihat tampak terkejut saat melihat kehadirannya yang ada di sana, menatap dengan sekilas dan langsung kembali mengalihkan perhatian itu kepada pekerjaan yang tengah mereka kerjakan.

Beberapa lainnya juga berbisik perlahan memastikan siapa, dan sedang apa tujuan dirinya berada di tempat yang membuat dirinya terasa benar-benar berbeda dari orang-orang berpakaian rapi dan formal itu.

Dan tentu saja dari sekian banyaknya tidak ada yang terlihat ingin menyapa atau mengajaknya berbicara.

Walaupun dia juga tidak berharap akan hal itu terjadi.

Atau dia tidak ingin berharap hal itu akan terjadi setidaknya untuk hari ini.

Revander menghela nafas dan kembali mengambil langkah meninggalkan ruangan yang penuh kesibukan akan dunia profesional itu. kini berjalan ke depan lift menunggu untuk pintu besi itu terbuka.

Seperti biasa di saat Flauza yang meninggalkan dirinya sendiri bebas mengelilingi gedung mewah ini, di saat pria itu sibuk dengan pekerjaan dan pertemuannya.

Dia hanya bisa berjalan tidak tentu arah.....

Dan merasa terasingkan dengan semua hal di sini.

Bertanya-tanya kepada diri sendiri, apa yang bisa dia lakukan untuk menghabiskan waktunya di sini.

Pintu besi itu terbuka dan dirinya melangkah masuk ke dalamnya.

Berhenti sejenak saat melihat tombol-tombol lantai yang ada di sana, dan angka apa yang akan dia tekan sebagai tujuannya.

Apa.....

Dia ke ruangan Litly saja? Menghabiskan waktu bersama, bercerita, atau apalah begitu?

Di tengah kesibukan yang sedang terjadi?

Kamu hanya akan membuatnya tidak fokus akan pekerjaannya.

Kamu hanya akan membuat pekerjaannya tidak selesai.

Well.....

Jika saja dia bisa keluar dari gedung ini dan menikmati hal-hal yang lebih menarik yang ada di luar sana, tidak hanya di penuhi ruangan-ruangan yang berisi meja kerja, komputer dan orang-orang yang sibuk dengan dunia mereka sendiri.

Ini semua tampak membosankan......

Sungguh tampak membosankan!!!

Suara-suara pemikirannya itu bergumam keras di tengah ke sendiriannya di dalam lift ini, membuat sang gadis mengedipkan kedua matanya beberapa kali dan tanpa sadar menekan tombol angka sembilan pada lift itu.

Cukup lama lift itu bergerak turun, dan dia kembali tenggelam dalam rasa diamnya.

Dan lift itu sempat berhenti beberapa kali di lantai tiga belas, sebelas, dan sepuluh, sebelum berhenti di lantai yang entah kenapa dia pilih itu.

Lantai sembilan.

Setelah dirinya sampai di sini.

Lantai ini sedikit memiliki aroma yang lebih berbeda di bandingkan dengan lantai lainya.

Aroma seperti kopi dan kue yang tercium cukup kuat, menyerbak pada langit-langit lorong lebar berlampu hangat ini.

Revander melangkah keluar dari lift itu mengabaikan tatapan dari orang-orang yang berdiri di belakangnya dengan aneh dan kebingungan.

Tetapi tetap saja tidak ada orang yang berani untuk berbicara.

Kakinya kembali melangkah dan terus melangkah lebih dalam di lantai ini.

Lalu tak lama langkahnya kembali berhenti saat melihat salah satu ruangan yang ada di sisi lorong lantai ini.

Ruangan yang seperti....

Pantry...?

Ada beberapa orang berseragam biru muda dan putih terlihat sedang bercerita asyik satu sama lain di sana.

Iris hitam itu melirik ke sekelilingnya.

Tempat ini.....

Terasa sangat berbeda.

Terasa lebih hangat dan juga lebih santai di bandingkan tempat yang lainnya.

Ah.....

“N-Nona.....?” suara asing dari salah satu pria yang mengenakan seragam itu terdengar terkejut, dan berhasil membuat mata orang lain yang ada di sana juga menoleh ke arah dirinya.

“A-ada yang bisa kami bantu N-nona....” lanjut pria itu lagi dengan gugup yang luar biasa kentara terdengar di setiap kata yang keluar dari mulutnya itu.

Kali ini kakinya melangkah masuk pada ruangan itu dengan senyap dan sunyi. Kembali melihat ke kiri dan ke kanan untuk memastikan detail setiap sudut ruangan yang jauh berbeda di bandingkan ruangan Flauza ataupun ruangan sebelumnya tadi.

Yup.....

Di sini terasa lebih santai, hangat dan juga lebih hidup.

“Tidak... tidak ada apa-apa.... maaf telah mengganggu waktu kalian....” Revander memberikan senyuman kecil kepada mereka, berusaha rama dan tidak membuat masalah terlalu besar kepada orang-orang berseragam yang dia ketahui adalah orang-orang yang bekerja untuk menjaga kebersihan gedung ini.

Lebih baik dirinya segera pergi dari sini bukan?

“Ahh.... Nona.... tidak masalah..... ayo kemari, kami baru saja selesai membuat kopi dan ada beberapa makanan ringan di sini...” sahut salah satu pegawai berseragam biru muda perempuan di sana pula.

Eh....?

Pegawai wanita itu melangkah ke arah dirinya dan juga tersenyum balik kepadanya. “Mari..... Nona muda....” Revander mengedipkan matanya beberapa kali, masih begitu ragu dengan apa yang sedang terjadi di saat ini. Tapi pada akhirnya dia hanya memberikan senyuman kecil dan mengikutinya dalam diam.

Di saat dirinya telah berada di dalam ruangan itu, para pegawai itu dengan sigap merapikan pantry yang masih rapi itu dan menyediakan tempat duduknya pada salah satu kursi tinggi, beserta menghidangkan kopi dan makanan ringan juga.

Errr.....

“M-maaf merepotkan...”

“Tidak masalah Nona Revander, ini sama sekali bukan masalah besar....”

Mereka.....

Mengetahui namanya?

“K-Kalian mengetahui namaku?” ucap sang gadis dengan kening yang berkerut menatap antara keterkejutan dan kebingungan yang luar biasa.

Bagaimana mereka tahu namanya?

Ohhhh.....

Tentu saja mereka tahu siapa kamu......

Tentu saja mereka tahu kamu dan namamu Revander......

Pegawai wanita kembali tersenyum...... Aneh kepada dirinya.

Itu seperti senyuman yang terlihat oleh orang-orang di sekitar rumahnya......

Sebuah senyuman basa-basi untuk beramah-tamah kepada seseorang hanya untuk mencari tahu sesuatu dari dirinya.

Apakah.....

Apakah dia telah salah melakukan sesuatu dengan berada di sini?

Sial.....

“Jadi.....” wanita itu telah duduk di sampingnya, masih tersenyum ramah dan mulai membuka pembicaraan di antara mereka. “Ada yang bisa kami bantu?”

Uuhhh.....

Apa yang harus dia katakan?

“T-Tidak ada apa-apa bu, sungguh!!!” Revander mengangkat kedua tangannya di depan dada dengan telapak tangan yang terbuka ke arah wanita itu. “Aku cuma sedang berjalan-jalan saja. Tidak bermaksud mengganggu atau menambah pekerjaan kalian.” Kilah gadis itu sepelan mungkin.

Dan itu adalah faktanya jika dia hanya ingin keluar dari ruangan yang sunyi itu, dan berjalan-jalan melihat-lihat sekelilingnya, tanpa ingin membuat masalah kepada apa atau siapapun.

Uhhh.....

“Berjalan-jalan dari ruangan Tuan Evangrandene? Apakah Tuan Evangrandene tahu dengan hal ini Nona?”

Errr.....

Apakah ini sebuah pertanyaan basa-basi biasa?

“Kalau tidak salah Tuan Evangrandene punya rapat besar pagi ini.” Sahut pegawai laki-laki lainnya yang sedang bersandar di pantry dan memegang segelas cangkir kopi. “Soalnya aku dan Kiki baru saja menyelesaikan lantai membersihkan ruang rapat di lantai tujuh pagi ini.” Lanjutnya lagi.

Dan....

Ya.....

Memang itukan yang sedang terjadi, dia juga melihat kepergian Flauza untuk datang ke pertemuan itu pagi tadi, dan pertemuan ini di lakukan dengan orang-orang pemerintahan.

Kalau dia tidak salah mengingatnya.

“Oh... ya, rapat itu.” gumam wanita itu sambil mengangguk pelan seakan dia baru saja teringat akan sesuatu.

“Jadi Nona hanya ingin melihat-lihat sekitar saja?”

Itu......

“A-aku cuma s-sedikit bosan saja kok, m-maaf ya..... membuat kalian tidak nyaman akan kedatangan aku.....-“

“Tidak masalah...... kedepannya, jika Anda merasa bosan, Anda bisa berkunjung ke mari lagi untuk bergabung dengan kami....” tawar wanita itu, seperti sebuah hal yang begitu menyenangkan dan uluran tangan orang yang rama kepada seseorang seperti dirinya.

Namun.....

Namun dia tahu itu tidak mungkin menjadi hal yang baik dengan senyuman lebar yang tidak sampai ke mata itu.

Itu hanya lah senyuman beramah-tamah kepada orang, untuk mereka menggali lebih dalam ke dalam lubang yang gelap dan hitam agar mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Dia tahu itu.....

Karena bukan sekali atau dua kali dia melihat senyuman itu.

Karena dia telah melihat senyuman itu selama dua puluh empat tahun hidupnya.

“Ah..... baiklah.... jika ada waktu, mungkin aku akan mampir ke sini sesekali.” Balas sang gadis itu.

“Nona, Kalau boleh tahu....... apakah Nona sering datang ke kantor ini” tanya wanita itu lagi melanjutkan percakapan di antara mereka.

“Hanya.... terkadang saja, saat Tuan Evangrandene mengundang aku untuk datang.”

“Ahhh, berarti dekat ya dengan Tuan Evangrandene. Hehe, jarang beliau terlihat dekat dengan seseorang, soalnya.”

Revander hanya tetap tersenyum dan menatap lurus kepada wanita itu tidak menjawab terlalu banyak kepada wanita itu

“Jadi... Revander ini bekerja di divisa mana, ya? Atau jangan-jangan...” senyum sedikit menggoda. “Nona adalah asisten pribadi Tuan Evangrandene?”

.

.

.

Ahhh.....

Seperti yang telah dia duga....

Mereka pasti berusaha mencari tahu sesuatu, sebuah informasi yang mungkin dan dia tahu pasti itu akan menjadi sebuah pedang bermata dua untuknya.

Jadi.....

.

.

.

“U-uhm... i-itu...” Revander hanya bisa tersenyum kecil dan gugup.

Dia benar-benar tidak ingin membuat sebuah masalah yang bisa saja menjadi masalah juga untuk pria itu.

Ayolah berpikiran sesuatu untuk lari dari situasi bodoh seperti ini!....

Revander tiba-tiba menoleh, matanya tertuju pada atas lemari pantry ruangan ini, di sana, tampak sebuah gitar kayu berwarna tua dengan  kondisi yang berdebu, tergeletak dan tak terurus. “Itu... gitar?” tunjuk gadis itu pada benda di atas lemari itu.

Para pegawai lainnya juga mengikuti arah jari telunjuk sang gadis. “Oh... itu? iya. Sudah lama banget rusak. Ada yang pernah bawa waktu acara kantor beberapa tahun yang lalu. Habis itu, ditinggal saja di situ.”

“Nggak ada yang sempat benerin. Lagian siapa juga yang bisa main gitar di antara kami?” balas pegawai wanita itu juga melihat gitar tersebut.

“Tidak ada yang bisa bermain?” gumam Revander dengan mengeluarkan sedikit ekspresi terkejutnya.

“Ya.... selama aku bekerja di sini tidak ada yang terlalu mahir bermain, di tambah benda itu sudah tua dan juga sudah rusak....”

“Bolehkah... aku membawanya?”

Seketika para pegawai itu langsung terpaku mendengar permintaan dari sang Nona itu, masih dengan tatapan mata hitamnya ke benda itu.

Dan masih dengan senyuman kecil yang terlihat seakan menemukan sesuatu hal yang berharga.

“Hah? Gitar itu?” ucap pegawai pria itu meletakkan gelas kopinya.

“Tentu saja... asal Nona enggak keberatan sama kondisinya. Kayaknya sudah nggak bisa dipakai lagi.” Sahut pegawai wanita itu, sedikit memberikan kode kepada rekan kerjanya untuk mengikuti keinginan dari Nona berambut hitam itu.

Pegawai pria itu mengangguk pelan dan mulai mengambil gitar tua itu, sedikit mengilap untuk membersihkan debu-debu yang menempel pada benda kayu itu, lalu memberikan itu kepada Revander.

Gadis itu menerimanya dengan begitu senang, memangku benda kayu itu di atas kedua pahanya, dan menyandarkan itu pada badannya.

Jreng.....

Suara pales dari petikan senar gitar yang sudah melonggar dan tidak baik itu menggema di ruangan itu.

“Senarnya berkarat, tampaknya harus di ganti.” Gumam gadis itu pelan, mata hitamnya menelusuri lebih dalam seluruh bagian gitar tua itu. “Bagian kepala dan leher, serta isi badannya banyak debunya tapi tidak ada terlalu bermasalah.... ah....tuningnya sudah tidak layak lagi.” Bibir gadis itu sedikit turun ke bawah.

 “Padahal merek gitar ini cukup terkenal, sangat di sayangkan.”

“Nona kamu tahu banyak tentang alat musik, ya? Apakah kamu pernah bersekolah musik?”

Eh....

Apa dia terlihat aneh dengan melakukan ini?

 “T-tidak..... aku hanya...... tahu dari orang-orang yang ada di sekitar ku?” gadis itu mengusap-usap lembut lehernya dengan gugup.

“Ohh..... tapi jarang loh, ada seorang dari kelas atas Nona mengetahui musik hanya dari orang-orang sekitar tanpa melanjutkannya ke pendidikan atau masuk kelas khusus musik.”

Gadis itu hanya menaikkan salah satu alisnya mendengar ucapan pegawai wanita itu.

Orang kelas atas?

Apakah mereka berpikir aku adalah seorang yang berasal dari golongan kelas atas?

Apa dia harus menjelaskan bahwa dirinya hanyalah seorang gadis biasa, tanpa ada ini dan itu yang ada di belakang punggungnya?

Tidak perlu.....

Biarkan mereka berasumsi dengan segala hal yang ada di dalam kepala mereka.....

Itu hanya akan membuat sebuah masalah jika kamu berusaha berkata lebih jauh, bahkan menjelaskan sesuatu yang jelas tidak perlu di jelaskan.

Ya.....

Itu benar......

Jadi hal yang paling aman di saat-saat seperti ini adalah diam.

Dan tersenyum.

Suara telepon yang tiba-tiba memenuhi ruangan itu berhasil membuat para pegawai mengubah perhatian mereka dari dirinya.

Salah satu pegawai berseragam biru muda itu dengan buru-buru mengangkat telepon itu untuk menjawabnya.

“Ya....?”

Suasana di ruangan itu langsung senyap, dan tidak ada yang bergerak menunggu pegawai yang sedang memegang telepon itu selesai dengan panggilannya.

“Baiklah tuan.”

“Ada apa?” tanya pegawai wanita itu lagi.

“Bu Elena mengatakan, jika kita di panggil ke lantai tujuh..—“ gumam pegawai yang baru saja menyelesaikan panggilannya itu.

Tetapi dari arah ruangan itu dengan samar dia dapat mendengar langkah kaki dari tapak sepatu mahal.

Membuat sang gadis rambut hitam itu kini hanya menatap pintu ruangan yang terbuka itu menunggu sesosok yang mendekat itu muncul di sana.

Bahkan dia hampir mengabaikan percakapan yang masih terjadi di antara pegawai itu, dengan masih membawah tugas yang baru saja di berikan.

Revander meletakkan gitar tua itu dengan perlahan di sampir kursi tingginya, sedikit merapikan celana kainnya yang kusut akibat tertimpa benda berat, namun dia tetap diam seperti biasa.

“Dan Bu Elena juga mengatakan untuk mempersiapkan beberapa makan siang untuk tamu Tuan Evangrandene di lantai lima....—“

“Ahh.... kamu sudah menelepon bagian katering jika sudah waktunya?”

“Sudah kok, dan jika tidak salah sekitar sepuluh menit lagi mereka akan tiba....—“

Mendengar orang-orang yang kembali membahas pekerjaan itu, sedikit banyaknya membuat sang gadis itu merasa ini bukanlah tempatnya, untuk duduk dan mendengarkan hal-hal penting seperti ini.

Ya....

Walaupun mereka tidak membahas kata dan angka yang sulit dia mengerti.....

Namun tetap saja.....

Dia bukanlah siapa-siapa atau pun orang penting yang harus mendengar hal-hal seperti ini.

Ketukan kayu terdengar dari arah pintu itu.

Ahhh.....

Para pegawai yang melihat sosok pria pirang berpakaian hitam formal itu langsung berdiri tegap dari posisi mereka masing-masing dan membungkuk hormat kepadanya.

Seperti yang dia duga langkah kaki yang sedikit lebih cepat itu....

Adalah milik Tobito.

“Selamat siang Tuan Svadive.”

Huh?

Sudah siang ya?

Tobito hanya mengangguk sebagai balasan sambutan mereka, lalu mata pria itu langsung tertuju pada dirinya.

“Nona Revander....” panggil pria itu kali ini dialah yang membungkukkan tubuhnya memberikan hormat pada Revander. “Nona, Tuan Flauza meminta saya untuk Anda kembali ke ruangannya dan menunggunya di sana.” Gumam pria itu, tetap kaku dan formal seperti biasa.

Ahhh.....

Begitu ya....

Gadis itu mengangguk pelan sebagai jawaban kepada pria pirang itu.

“K-Kalau begitu..... apa tidak apa jika aku membawa gitar ini bersamaku?” tanya sang gadis sedikit melirik kepada para pegawai itu, dengan dia mulai bangkit dari kursi tinggi itu.

Sedikit berharap cemas jika mereka merasa keberatan dengan keinginannya yang mungkin absurd itu.

“Tentu saja... asal Nona nggak keberatan sama kondisinya.” Ucap pegawai wanita itu lagi kembali menenggakkan tubuhnya dan tetap tersenyum ramah saat membalasnya.

“Tidak apa.....” Revander kembali mengambil gitar tua yang masih sedikit berdebu itu, mengangkat pelan benda tua itu melihatnya dari ujung atas hingga ujung bawah dengan senyum kepuasan.

Tidak buruk.....

Sedikit kasar.....

Namun.....

“Aku bisa memperbaikinya.” Gumam gadis itu entah kenapa nada suaranya lebih kuat dari pada biasanya. “Mungkin butuh waktu, tetapi..... aku yakin bisa.”

.

Gadis itu masih tampak sibuk dengan mengilap gitar tua itu dengan beberapa kain dan tisu yang sudah bertumpuk banyak dalam sebuah kotak kertas yang sengaja dia buat sebagai wadah pengumpul, sebelum di buah ke tempat sampah.

Iris hitamnya tidak henti meneliti benda tua ini, mengilap, membersihkan dan memerhatikan tiap detail yang ada pada benda itu.

Bahkan karena hal itu dirinya sampai mengabaikan hidangan yang masih tertutup dan tersusun di atas mapan uang tak jauh darinya itu.

Sebuah gitar akustik yang berasal dari merek ternama.

Terdapat beberapa stiker yang sudah mulai menghilang di badan benda itu, dengan cat kayu pada lehernya juga terlihat sudah mulai mengelupas.

Tampaknya pemiliknya terdahulu sering menggunakannya, tetapi tidak merawatnya dengan baik.

Sungguh sangat di sayangkan.

Gadis itu kembali menggulung tisu yang sudah menghitam dan kotor itu dan meletakkannya pada wadah kertas itu.

Jemari sang gadis kembali memetik lembut senar yang sudah fales itu.

UUhh.....

Benar-benar harus di ganti.

Dia menatap ke arah ujung leher gitar itu.

Tunernya.... juga masih bagus, tidak terlalu lengket.

Ya....

Mungkin hanya senarnya saja yang perlu di ganti....

Senar ukuran dua belas atau ukuran sebelas?

Hhmmmm.........

Pintu ruangan pribadi Flauza terbuka pelan, tetap berhasil membuat tatapan iris hitam sang gadis langsung beralih ke sumber suara itu. Kedua pria yang sendari tadi dia tunggu, tampak masuk ke dalam ruang ini dengan langkah-langkah sepatu mahal mereka yang masih elegan.

Iris mata cokelat itu sekilas terlihat bingun dengan pemandangan sang gadis yang memangku benda kayu tua itu, lalu melihat tumpukan tisu dan kain yang tampak kotor di pada wadah kertas HVS dan juga......

Makan siang yang masih utuh dan tak tersentuh?

“My Revander....” pria berambut cokelat yang masih menggunakan jas hitam yang sudah terbuka kancingnya itu datang mendekat ke arah dia dengan senyuman lebarnya.

“Flauza?” Revander memiringkan kepalanya sejenak membuat rambut hitam yang di ikat sanggul tinggi itu.....

Terlihat begitu lucu di matanya.

“Kamu tidak memakan makan siangmu, My Revander?” pria itu menggerakkan sedikit jemarinya sekilas seperti menunjuk kepada makanan yang tak tersentuh itu, lalu mendudukkan dirinya di samping sang gadis yang masih menatap Flauza dan mengikuti semua gerak geriknya.

“Eh.....?”

“Apa yang sedang kamu lakukan hmm....?” lanjut pria itu. Mata cokelat madu pria itu tampak menatap lurus kepada leher berkulit putih dan sedikit muram merah milik sang gadis. “Bermain dengan sebuah mainan rusak yang baru kamu temukan?”

Mengetahui maksud dari pria itu, gadis itu sedikit mengangkat gitarnya seakan menunjukkan itu kepada Flauza. “Ah... ini.... tadi saat kamu sedang sibuk pagi ini, aku berjumpa beberapa orang di lantai sembilan, kalau tidak salah itu tempat pantry karyawan?” gumam Revander berusaha menjelaskan apa yang telah dia lakukan hari ini.

Flauza semakin melebarkan senyumannya saat mendengarkan sang gadis berbicara sedikit lebih banyak dari pada pagi tadi.

“Mereka..... mengajakku dan menyambutku disana, lalu kami..... sedikit mengobrol kecil disana, tapi gak sengaja aku melihat ada gitar di atas lemari pantry.” Lanjut gadis itu kini meletakkan gitar itu di lantai dan bersandar pada sisi sofa cokelat. “Jadi aku tanya gitar ini, dan kata mereka gitar ini pernah di sengaja di bawah pas kantor ada acara waktu itu, tapi tidak di tinggal atau tertinggal selama bertahun-tahun.”

“Hmmm....”

Lalu jemari gadis itu menunjuk ke arah tumpukan tisu kotor di wadah kertas itu. “lalu aku bilang, boleh aku bawa dan para pegawai di sana memperbolehkannya saja, tapi gitarnya sudah tua rusak, dan berdebu.”

Flauza tertawa kecil menggeserkan tubuhnya lebih dekat kepada sang gadis. “Jika kamu menginginkan sebuah alat musik seperti ini, kenapa kamu tidak membelinya yang baru dan lebih bagus, Hmmm?” suara berat pria itu berbisik lembut ketika tubuh kekar pria itu benar-benar begitu dekat dengan sang gadis berambut hitam itu.

“Sejujurnya aku tidak terlalu suka dengan dirimu yang tampak begitu sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna seperti ini.”

“Well.... A-Aku bisa memperbaikinya!!!” sedangkan Revander yang merasakan jarak tubuh pria itu begitu dekat, tetap tidak bergerak sedikit pun. ”Dan itu juga tidak lama ataupun terlalu susah!”

“Kenapa harus kamu memperbaiki sesuatu yang sudah rusak dan lebih muda untuk di ganti, My Revander?”

“Gitar itu memiliki merek yang cukup terkenal, dan semua bagiannya juga masih cukup bagus. Hanya senarnya saja yang perlu di ganti karena sudah berkarat.” Ucap sang gadis itu lagi sedikit lebih bersemangat menjelaskan hal-hal itu. “Lagi pula.... a-aku tidak melakukan apapun di sini, jadi.... kenapa tidak?”

Bahkan gadis itupun tidak menyadari gerakan perlahan dari lengan kekar pria itu yang mulai melingkar di pingang sang gadis dan menariknya dengan perlahan mendekat kepada Flauza.

“Senar gitar yang berkarat? Itu adalah hal yang baru pertama kali aku dengar.” Ucap Flauza dengan tersenyum jenaka, tanpa menghentikan gerakannya.

Sampai akhirnya saat Revander baru saja sadar dengan apa yang sedang terjadi di sekitarnya.

Dia sudah terduduk di atas pangkuan sang Flauza Evangrandene itu.

“Hanya perlu membeli...—“ selanjutnya ucapan gadis itu terpotong, dan suara pekikan kuat terdengar menggema di ruangan itu. “A-Apa.... Hey Flauza!!! Apa yang telah kamu lakukan! T-Turunkan aku!!!” kini kepanikan dan rasa gugup bercampur malu berhasil menguasai sang gadis itu.

Berusaha menggeliat pelan agar tubuhnya bisa turun dari sana, namun itu tertahan oleh sebuah lengan kekar yang melilit kuat di sekitar pinggang dan perutnya. “Hey!!!!”

Pria itu kembali tertawa kuat.

Begitu kuat hingga guncangan tubuhnya juga terasa kepada tubuh Revander yang masih menggeliat kecil di atasnya.

Tawa yang juga berbeda dari apa yang dia dengan saat pagi hari ini.

.

.

.

“Oh.... My Revander, My beloved Revander, you really done so well for me. And I really love every singel time you doing to me.

...

If I can and, If I must, I will lock you attention for me and only one for me.

Not for those broken, shabby toys that make you have to clean them so deeply.

Just for me, and only for me.”

.

.

.

Pria itu masih saja tertawa sambil memeluk erat sang gadis tanpa berniat untuk melepaskannya.

“Kamu..... kamu benar-benar seperti Hamster hitam yang begitu menggemaskan.” Revander dapat merasakan lengan lainnya dari pria itu juga melilit kepada pinggang dan perutnya.

Dan itu membuat sang gadis semakin tidak bergerak, sebelum menjadi hanya diam pada pangkuan hangat pria berambut cokelat, yang sedang menatapnya dalam dengan iris cokelat madunya pula.

Kulit putih yang lebih pucat dari pada yang dia ingat, kini terlihat lebih jelas pada bagian leher belakang gadis itu yang memerah muram dengan samar.

Uuhhh......

“S-Sudah ku katakan.... aku bukan Hamster!!!”

“Hmm..... tidak, kamu benar-benar seperti Hamster, terlebih lagi di saat kamu terlihat asyik dalam menjelaskan tentang gitar usang itu. Seperti Hamster yang menikmati biji bunga matahari.”

“Hey!!!” Pekik protes dari Revander. “Aku.... Bukan.... Hamster!!! K-kamu itu yang punya badan besar seperti beruang, lagi pula rambutmu juga cokelat jadi benar-benar mirip!” balas sang gadis.

“Ya.... kamu mungkin benar.” Flauza perlahan berusaha mengendalikan rasa tawanya yang masih tampak begitu jelas tersisa, pada wajah, pada sinar mata cokelat madu itu. “Hamster tidak akan melupakan makan siangnya hanya untuk melihat-lihat mainan barunya.”

Revander sedikit meringis mendengar ucapan pria itu, seakan sedang memarahinya di karenakan tidak memakan makan siangnya.

“Seharusnya Hamster langsung menikmati makanan segar yang di berikan kepadanya.”

UUhhh......

“K-Kamu marah?”

Kedua mata mereka saling bertemu.

Dengan iris hitam yang menatap sedikit menunduk untuk dapat melihat langsung mata cokelat itu.

“Hmmmm.....” Flauza tidak menjawab pertanyaan sang gadis, namun dia menggerakkan tubuh itu agar Revander benar-benar menempel pada dada bidang berbalut dengan pakai formal yang sudah menjadi kusut karenanya itu. ”Kalau begitu sekarang kamu harus memakan makan siangmu terlebih dahulu, sebelum kamu melanjutkan cerita menarikmu itu kepadaku.”

Flauza memantik pelan jemarinya dan membuat seorang melangkah begitu pelan bahkan sampai membuat dirinya tidak sadar sudah berada di belakangnya.

Itu...

Tobito....

Dengan membawa mapan lainnya yang begitu berbeda dari yang tadi mereka bawakan untuk makan siangnya.

Huh?

“Itu....”

“Aku yakin hidangan yang sudah kamu abaikan beberapa menit itu sudah tidak layak untuk di nikmati lagi.” Tobito meletakkan mapan itu dan membuka penutupnya, menampilkan sebuah makanan yang tidak dia kenal, namun tertata rapi di sana.

Itu seperti dada ayam putih yang tersusun bertingkat dua dan saus hitam kecokelatan di sana.

Ini.....

“Ini adalah Foie Gras, hati angsa yang di ternak dengan teknik khusus, dan menjadi masakan khas Prancis.” Lalu pria itu juga membuka tutup dari gelas kaca tinggi dan mengisinya dari ceret kaca berukir mahal. Dan untuk minumnya, kami membuat jus leci yang dingin dan segar.”

Uhhh.....

Ini makanan yang tampak begitu mahal.

Setelah selesai menghidangkan semua itu, Tobito kembali membungkuk dan memberi hormat kepada kedua Tuan dan Nona yang masih terlihat saling duduk di pangkuan salah satunya.

Tobito tersenyum ramah. “Selama menikmati hidangannya Tuan dan Nona.” Dengan perlahan pula pria pirang itu mengambil langkah untuk keluar dari ruangan pribadi Flauza.

Kedua lilitan lengan Flauza pada pinggangnya itu terlepas, dan salah satu tangan pria itu mengambil piring makanan itu dan satu lainya mengambil garpu yang terbuat dari silver itu yang memulai memotong kecil makanan bernama Foie Gras itu.

Pria ini....

Menyulangi dirinya untuk makan siang?

“Makanlah My Revander, sungguh sangat tidak baik untuk kesehatanmu jika kamu tidak memiliki waktu dan pola makan yang tidak teratur.”

.

.

.

1
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
mampir nich /Hey/
Er and Re: makasih udah mampir kak
total 1 replies
Noveria_MawarViani
ku berikan bunga untukmu
Noveria_MawarViani
aku datang
R 💤
hello q mampir thorr
R 💤: siap Kaka, bacanya nyicil duluu yaa 🙏🏻🤗
Er and Re: Terima kasih udah mampir kakak :)
total 2 replies
R 💤
belum tentu bisa dapat, susah cari kerja mah,, kadang malah gampang lewat online.. ya gak thor
Er and Re: kalau datang langsung malah gak jelas jalan kemana buat cari kerja XD
total 1 replies
Noveria_MawarViani
penasaran, nanti mampir lagi
Er and Re: makasih udah mampir yah kak :)
total 1 replies
Noveria_MawarViani
mampir juga ya kak
Noveria_MawarViani
selalu pesimis sepertiku
Noveria_MawarViani
cari kerja susah amat yak
Junta's mommy
sudah mampir ya Thor!
absen dulu aku
Er and Re: terimakasih udah mampir yah Kaka/Smile/
total 1 replies
Ario~𝖒𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☪
Kak, ini ceritanya bagus bgttt, aku nyicil sampe sini dulu yaa hehehe... alur dan penulisannya sudah okee, cuman ada bbrp yg perlu dibenahi, sperti penggunaan [di–]. Jadi kalau dia termasuk kata kerja, mereka harus disambung, contoh: dimakan, disinggahi, diduduki. Kalau kata tempat harus dipisah, contoh: di dermaga, di depan, di sana. that's right, yg lainnya udh sipp pokonya, semangat nulisnya ya kaa/Determined//Determined/
Er and Re: terima kasih sudah mampir ya kak /Smile/
total 1 replies
M.S
udah mampir kakak
Er and Re: makasih sudah mampir ya kak :)
total 1 replies
Er and Re
di Konoha si setahuku kak
angga
ini di negara mana , kalau di Indonesia susah nyari loker hehe
🔴🍁⧗⃟ᷢʷ🍌 ᷢ ͩ✨W⃠J͢aeᷢz°⚡♚⃝҉𓆊
Mampir⛹🏻‍♂️⛹🏻‍♂️
Er and Re: makasih sudah mampir kakak 😘
total 1 replies
Lestari
ceritanya bagus,tetep semangat ya . jangan lupa mampir 😉
Er and Re: makasih banyak udah mampir yah kakak
total 1 replies
saijou
Bahasa yang digunakan enak banget dibaca, sampe lupa waktu.
Er and Re: terima ksih banget telah mampir dan baca cerita punya ku kaka <3
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Bagus banget!!! Aku suka banget ceritanya 🥰
Er and Re: makasih ya kak telah menyukai cerita buatan aku <3
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!