NovelToon NovelToon
Dipaksa Kawin Kontrak

Dipaksa Kawin Kontrak

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Pelakor jahat
Popularitas:9.1k
Nilai: 5
Nama Author: Dini Nuraenii

Kaila tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis hanya dalam semalam. Seorang perempuan sederhana yang mendambakan kehidupan tenang, mendadak harus menghadapi kenyataan pahit ketika tanpa sengaja terlibat dalam sebuah insiden dengan Arya, seorang CEO sukses yang telah beristri. Demi menutupi skandal yang mengancam reputasi, mereka dipaksa untuk menjalin pernikahan kontrak—tanpa cinta, tanpa masa depan, hanya ikatan sementara.

Namun waktu perlahan mengubah segalanya. Di balik sikap dingin dan penuh perhitungan, Arya mulai menunjukkan perhatian yang tulus. Benih-benih perasaan tumbuh di antara keduanya, meski mereka sadar bahwa hubungan ini dibayangi oleh kenyataan pahit: Arya telah memiliki istri. Sang istri, yang tak rela posisinya digantikan, terus berusaha untuk menyingkirkan kaila.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini Nuraenii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Senja baru saja turun saat Nayla tiba di rumah masa kecilnya. Rumah bergaya klasik itu tampak tenang, berbeda dari suasana hatinya yang penuh dengan rencana dan strategi.

Mengenakan blus putih dan rok selutut, Nayla melangkah mantap menuju ruang tamu, tempat kedua orang tuanya sudah menunggu.

Ayahnya, Pak Hendrawan, terlihat lebih lelah dari biasanya. Di tangannya, sebuah laporan finansial terbuka. Sementara sang ibu, Bu Astari, duduk dengan tatapan cemas, seolah tak mampu menyembunyikan kegelisahan.

“Nayla…” sapa Pak Hendrawan perlahan. “Papa minta maaf kalau ini merepotkan kamu.”

Nayla duduk, meletakkan tasnya di samping. “Papa nggak merepotkan aku. Aku datang justru karena aku ingin bantu.”

Bu Astari segera menimpali, “Perusahaan Papa kena audit internal dari Satya Group. Ada laporan pengeluaran yang tidak transparan dari proyek terakhir. Papa khawatir Wira akan memutus kontrak kerja sama.”

Nayla menarik napas dalam. Ia sudah mendengar ini dari Arya sehari sebelumnya, tapi ia memilih datang sendiri dan menenangkan orang tuanya.

“Papa, Mama,” katanya tenang. “Aku sudah bicara dengan Arya. Kesalahan itu memang cukup sensitif, tapi tidak fatal. Dan aku yakin, Satya Group akan memakluminya. Terutama karena… sebentar lagi, akan ada kabar besar dari keluarga kami.”

Bu Astari menegakkan tubuh. “Kabar besar?” Wajahnya langsung berubah cerah. “Jangan bilang kamu—”

“Papa dan Mama akan segera punya cucu, ya?” potong Pak Hendrawan, senyum kecil muncul di wajahnya yang letih.

Nayla terkesiap sejenak, lalu tertawa pelan, namun matanya mengerling canggung. “Bukan… bukan aku yang hamil.”

Kedua orang tuanya langsung saling menatap.

“Lalu maksudmu?” tanya ibunya, bingung.

“Aku akan menjadi ibu dari anak Arya,” jawab Nayla akhirnya, dengan suara pelan tapi penuh ketegasan.

“Maksudmu… anak adopsi?” tanya Pak Hendrawan hati-hati.

Nayla mengangguk pelan. “Semacam itu. Ada seorang wanita… yang mengandung anak Arya. Tapi bukan dari hubungan cinta. Ini murni karena sebuah kesalahan masa lalu yang harus diselesaikan. Aku dan Arya sepakat… kami akan membesarkan anak itu sebagai anak kami.”

Bu Astari membuka mulut, hendak bertanya lebih jauh, tapi Nayla segera melanjutkan.

“Ini semua sudah dibicarakan dengan Arya dan Ayah mertuaku. Kami ingin melindungi reputasi keluarga. Tak seorang pun tahu siapa ibu kandungnya nanti. Dan publik… akan melihatku sebagai ibu dari pewaris Satya Group.”

Keheningan sejenak menyelimuti ruangan.

Pak Hendrawan akhirnya berkata, “Jadi, kamu memanfaatkan situasi ini untuk melindungi nama keluarga… dan menyelamatkan perusahaan Papa?”

Nayla menatap ayahnya, lembut tapi mantap. “Aku hanya memastikan bahwa nama kita tidak tercoreng, Pa. Satya Group akan memaafkan kesalahan kecil itu karena mereka tahu, aku melakukan ini bukan hanya sebagai istri Arya, tapi sebagai bagian dari mereka.”

Wajah sang ayah perlahan melunak. Bu Astari menatap putrinya dengan kagum sekaligus khawatir.

“Kamu yakin bisa menjalani semua ini?” tanya ibunya pelan.

Nayla mengangguk. “Aku sudah memilih jalanku, Ma. Dan aku akan menjalaninya dengan penuh tanggung jawab. Anak itu… akan jadi penyelamat banyak hal. Dan aku akan menjadi ibu yang layak di mata dunia.”

.....

Keheningan kembali menyelimuti ruang tamu. Bu Astari menyandarkan punggung ke sofa, wajahnya penuh gejolak emosi.

Sementara Pak Hendrawan menutup map laporan di pangkuannya dan menatap anak perempuannya lekat-lekat.

“Ayah mertuamu setuju dengan ini?” tanya Pak Hendrawan, suaranya dalam dan dingin.

Nayla mengangguk pelan. “Ya. Pak Wira justru menganggap ini bentuk tanggung jawab Arya. Daripada anak itu dibesarkan oleh wanita yang tidak jelas,”

“Berhenti di situ.” Bu Astari mengangkat tangan. “Mama tahu kamu ingin bersikap dewasa, Nayla. Kamu ingin jadi istri yang mendukung. Tapi… ini terlalu jauh.”

Nayla terdiam. Ia tahu pembicaraan ini akan mengarah ke sini. Ia sudah mempersiapkan mental, tapi tetap saja mendengar nada kecewa dari ibunya, membuat hatinya menegang.

“Jadi, kamu rela suamimu punya anak dari perempuan lain?” lanjut ibunya dengan suara gemetar.

 “Dan sekarang kamu malah merancang skenario untuk mengangkat anak itu sebagai anakmu? Sementara kamu sendiri belum diberi kesempatan mengandung?”

“Ma…” Nayla menunduk, mencoba menahan sesak yang menyelinap. “Ini bukan soal rela atau tidak. Aku… aku ingin menyelamatkan semuanya. Nama baik Arya, keluarganya, bahkan Papa.”

Pak Hendrawan menggeleng perlahan. “Kami tidak buta politik, Nayla. Papa paham alasan strategismu. Tapi sebagai orang tua,apa kamu pikir kami bisa diam saat tahu anak kami hanya dijadikan alat penenang keadaan?”

Nayla mendongak. “Arya tidak seperti itu, Pa.”

“Lalu kenapa bukan kamu yang sedang hamil sekarang?” sentak Bu Astari tajam. “Kalau dia benar-benar memikirkanmu, seharusnya kamulah yang diberi kehormatan itu, bukan wanita entah siapa yang hanya muncul karena ‘kesalahan’!”

“Ma, Pa, tolong dengar aku dulu…”

“Kami sudah dengar, Nayla,” kata Pak Hendrawan pelan namun tegas. “Dan kami bangga kamu bisa berdiri kuat dalam situasi seperti ini. Tapi rasa bangga itu tidak bisa menghapus rasa sakit melihat anak kami dijadikan pihak yang mengalah terus-menerus.”

Nayla menggigit bibirnya. “Aku dan Arya sudah bicara soal ini. Setelah anak itu lahir, kami akan mencoba… punya anak lagi. Anak kami sendiri.”

“Dan kamu yakin akan tetap jadi yang utama di mata Arya?” desak Bu Astari. “Kamu yakin, setelah anak itu lahir dan jadi pusat perhatian Satya Group, posisimu tidak akan tergeser? Kamu yakin dia tidak akan punya rasa lebih pada ibu kandungnya?”

Nayla menggeleng. “Aku sudah buat perjanjian. Wanita itu tidak akan punya hak atas anak ini. Semuanya sudah tertulis. Arya juga setuju.”

Pak Hendrawan menatap putrinya dengan sorot mata yang lebih lembut, tapi tetap menyimpan kesedihan.

“Papa hanya ingin kamu bahagia, Nak. Kalau semua ini kamu lakukan demi keluarga, kami mengerti. Tapi kamu juga harus pikirkan dirimu sendiri. Jangan cuma jadi pahlawan untuk mereka.”

“Dan kami tetap ingin kamu mengandung anak sah dari Arya,” timpal Bu Astari. “Bukan karena kami tidak menerima anak itu. Tapi karena kami ingin kamu tetap punya hak penuh. Bukan hanya sebagai istri di mata hukum, tapi juga sebagai ibu dari garis keturunan.”

Nayla mengangguk perlahan, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku juga ingin itu, Ma. Aku ingin punya anak dari Arya. Aku ingin keluarga yang utuh.”

“Kalau begitu jangan diam saja. Jangan cuma mengurus reputasi. Perjuangkan hakmu,” kata sang ibu sambil menyentuh tangan Nayla dengan hangat tapi tegas. “Kalau kamu sudah rela sejauh ini, pastikan kamu juga dapat tempat yang tidak bisa digeser siapa pun.”

Nayla menghela napas panjang, membiarkan emosi mengalir tapi tidak runtuh. “Aku akan pastikan itu, Ma, Pa. Aku tidak akan kalah. Tidak sebagai istri, tidak sebagai ibu.”

Pak Hendrawan bangkit dari tempat duduknya, lalu meraih bahu putrinya. “Kami di pihakmu, Nak. Tapi jangan biarkan pengorbanan ini jadi senjata untuk menjatuhkanmu suatu hari nanti. Bangun perlindunganmu mulai dari sekarang.”

Nayla menatap ayah dan ibunya satu per satu, lalu mengangguk mantap. “Terima kasih, Pa… Ma. Aku akan pastikan, nama keluarga ini tetap berdiri tanpa harus mengorbankan harga diriku.”

1
mbok Darmi
sekarang kamu merasa menang arya dan nayla tunggu saja seperti ucapan kakek wira kalian hanya menunggu waktu pembalasan atas perbuatan kalian semua ke kaila
mbok Darmi
ngapain takut melahirkan dan merawat anakmu kaila selama kamu sehat bisa bekerja keluar dari rumah tersebut kenapa kamu ragu jgn gadaikan harga diri mu untuk orang2 yg menganggap rendah dirimu jgn sampai kamu menyesal telah menukar anakmu dgn dalih tdk bisa memberikan yg terbaik builshit
R 💤
jangan mau kaila,
R 💤
hadir Thor 👋🏻
R 💤: siap Thor 👋🏻
Dini Nuraeni: Thanks dah mampir dan jadi yang pertama mengomentari 🥹🫶
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!