Elara Calista seorang wanita cantik yang menjadi istri kedua dari Erlangga Lysander pria tampan yang begitu dicintainya. Sayang saja hubungan mereka tidak pernah mendapatkan restu. Membuat rumah tangga mereka sering di landa masalah. Yang dibuat oleh istri pertama Erlangga serta ibu mertuanya yang begitu tidak menyukainya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan pernikahan nya. Hingga akhirnya pernikahan Elara dan Erlangga benar benar berada di ujung tanduk.
Apakah Elara harus bertahan atau memilih untuk menyerah?. Dan apakah Erlangga akan membiarkan Elara pergi dari kehidupannya?.
(Jangan lupa yaww bantu folow akun Ig @sya_gelow )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syana Elvania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa sakit
Kedua kelopak mata indah itu mulai terbuka perlahan lahan. Setelah beberapa hari tertutup rapat. Cahaya putih yang menyilaukan membuatnya memicing, sementara kepalanya berdenyut nyeri. Ia meringis pelan, menyentuh keningnya yang di balut perban.
Ia mengedipkan beberapa kali kedua kelopak mata nya, mencoba memastikan penglihatannya yang masih buram. Hingga akhirnya terlihat jelas.
Atensinya menatap bingung ke seluruh ruangan yang serba putih, wangi antiseptik menyengat indera penciuman nya, dan suara mesin monitor berdetak pelan di samping ranjang. Di mana ini?.
"Ke-kenapa ak-aku biasa ada disini." Gumamnya dengan suara tercekat. Masih Linglung akibat pengaruh obat bius. Ia mencoba mengingat ingat kejadian sebelumnya.
Pintu kamarnya berderit terbuka. Seorang dokter wanita akhirnya masuk kedalam. Tersenyum ramah melihatnya sudah kembali sadar. "Selamat pagi, Nyonya. Syukurlah, yonya sudah kembali sadar." Sapa ramah dokter wanita.
"Ak-ku dimana dan... perut ku!." Ia reflek langsung meraba perut nya yang kembali rata dengan panik bahkan terdapat perban disana. "Dok, bagaimana kandungan saya. Kandungan saya baik baik saja kan?." Paniknya masih berharap jika kandungan nya baik baik saja.
"Maaf nyonya. Akibat benturan keras dari kecelakaan dan menyebabkan pendarahan hebat. Dengan berat hati saya menyatakan jika anda mengalami keguguran dan anda sudah tidak sadarkan diri kurang lebih hampir dua hari." Jelas dokter hati hati.
Mendengar berita itu ia terdiam membisu. Dengan tangan gemetar ia menutup mulutnya, menggeleng lemah. Menolak kenyataan yang baru saja didengarnya.
"Ti-tidak. Tidak mungkin dok!. Bayi saya hiks... Hiks... " Tangisnya pecah, tak dapat di bendung lagi. Masih mencoba menyangkalnya. Bahunya bergetar dengan air matanya yang luruh begitu saja tanpa bisa di cegahnya lagi. Membawa perih yang tidak mampu terucap.
"Nyonya... tolong tenang ini memang berat untuk anda tapi apa yang sudah terjadi tidak bisa di kembalikan lagi. Anda harus ikhlas nyonya." Dokter mencoba menenangkan, mengusap pelan lengannya. Merasa iba pada pasien korban kecelakaan yang ditanganinya.
Sangat lama Elara menangis, tenggelam dalam kesedihannya. Hingga akhirnya kembali tenang. Dengan tatapan sendu ia menatap kosong langit langit kamar. Sedikit meringis ketika dokter menyuntikan cairan yang merupakan obat penenang ke lengannya. Membuat tubuh nya melemah dan lebih rileks. Nafasnya yang memburu perlahan lahan mulai teratur.
"Nyonya harus perbanyak istirahat untuk perawatan lanjutan. Anda bisa beristirahat terlebih dahulu." Ujar dokter ramah. Hendak beranjak pergi meninggalkan Elara. Setelah mengecek kondisi vitalnya.
"Tu-tunggu... Dok. Boleh saya tahu siapa yang membawa Saya kemari?." Cicit Elara berharap jika itu adalah suaminya.
Dokter menghentikan langkahnya berbalik dengan senyum ramah. "Tuan lucen yang membawa anda kemari nyonya dan dia yang mengurus semua pengobatan nyonya."
"Lucen?." Ulang Elara pelan. Kekecewaan tampak terlihat jelas diwajahnya. Tapi siapa Lucen?. Dia kah yang menolongnya disaat malam itu.
"Tuan lucen akan segera kembali mungkin nanti sore setelah pulang kerja. Anda bisa tanyakan langsung saja padanya."
Ia mengangguk lemah. "Terimakasih, dok." Lirihnya mencoba memaksa kan seulas senyum tipis. Walau wajahnya masih pucat dan basah. Dokter pamit pergi meninggalkan nya sendiri dalam keheningan yang menyesakkan untuk nya.
"Mas?. Kamu dimana?." Lirih Elara cairan bening kembali mengembung di kelopak matanya. Mengusap perut nya dengan penuh penyesalan. Andai saja waktu bisa diulang. Ia tidak akan seceroboh ini hanya karna ingin kembali pulang. Elara juga sangat kecewa dengan sikap suaminya padahal baru beberapa jam suaminya berjanji tidak akan meninggalkan nya dan tidak akan mengabaikan nya lagi. Dan kali ini. Erlangga melakukan nya lagi. Dan lagi.
Ia meremas selimut nya erat. "Janji kamu mana?. Kamu pembohong. aku benci kamu." Cicit Elara air matanya kembali luruh. Mengingat janji yang diucapkan sang suami waktu itu yang berjanji akan menjaganya. Namun kenyataannya.
Pintu kamar inapnya kembali terbuka seorang pria dengan style jas rapih masuk kedalam. Mengerutkan kening melihat wanita yang di selamatkan nya sudah bangun dan malah tengah melamun, sembari menangis.
Elara belum menyadari kehadiran pria itu. Ia masih larut dalam kesedihannya. Hingga akhirnya sebuah saputangan terulur ke arah nya. Membuatnya tersadar. Ia menoleh menatap saputangan itu hingga pandangan nya naik, tertuju pada seorang pria yang asing baginya.
"Ambillah." Suruhnya.
Elara diam tak bergeming. Memilih menghapus kasar air matanya dengan tangan nya. Tidak berniat mengambil saputangan itu. "Siapa kamu." Ketus nya dengan suara serak karna sehabis menangis.
Pria itu tersenyum tipis. Memasukkan kembali saputangannya kedalam saku jasnya. "Aku lucen. Aku melihat mobil mu yang kecelakaan malam itu. Jadi aku membawa mu kemari." Ujarnya dengan santai.
"Te-terimakasih... Aku akan mengganti biaya yang kamu keluar kan untuk ku." Lirih Elara.
"Tidak perlu dan..." Lucen menghentikan perkataan nya. Menarik laci nakas di samping bad Elara dimana terdapat beberapa barang Elara yang di temukan orang suruhan lucen. " Itu semua barang barang mu, untuk mobilmu ada di bengkel."
Ia mengangguk lemah. "Sekali lagi terimakasih..." Cicitnya salah satu lengannya terulur mencoba meraih ponselnya yang berada di dalam nakas. Namun urung. Lantaran Lucen tiba-tiba mengambil ponselnya.
"Jika butuh bantuan jangan sungkan." Ujar Lucen memberikan ponsel itu pada Elara. "Dan jangan banyak bergerak, bekas jahitan operasi mu belum sembuh total."
Ia mengangguk, mengambil ponselnya. "Terimakasih." Cicitnya lagi. Ia mencoba untuk menyalakan ponselnya berharap ponselnya masih bisa menyala. Walaupun layar ponselnya sudah retak. "Ayo dong nyala." Desah kesalnya saat ponselnya tidak kunjung menyala padahal ia ingin memberikan kabar sekaligus mengecek apakah Erlangga mencari nya atau tidak.
Pria itu tersenyum tipis. Melihat wanita didepan nya. "Kamu ingin menghubungi keluarga mu?. Kalau begitu, gunakan saja ponsel ku." Tawarnya merogoh saku jasnya mengambil ponselnya dan menyodorkannya pada Elara.
Ia menatap ponsel itu, ragu ragu sebelum akhirnya mengambilnya. Segera ia membuka telfon dan mengetikkan nomer ponsel suaminya dengan jemarinya yang sedikit gemetar. Lalu langsung menekan tombol panggil.
'Angkat mas...' batinnya penuh harap hingga akhirnya sambungan telfon terhubung setelah cukup lama menunggu.
"Hallo?."
Elara terdiam membisu. Suara itu... Milik Lala. Kenapa bisa ponsel suaminya ada pada Lala?. Apa mereka sedang... Bersama. Ia menggigit bibir bawahnya mencoba menahan kekecewaan nya.
"Hallo?. Ada keperluan apa dengan suami saya." Tanya Lala saat tak mendengar jawaban.
"Di-dimana Erlangga?." Ucap Elara dengan susah payah.
Hening sesaat sebelum akhirnya tawa sinis terdengar dari sebrang telfon. "Teryata dirimu wanita sialan. Untuk apa mencari suami ku. Kami sedang menghabiskan waktu bersama dan dia... sedang berada di kamar mandi." Ujar Lala dengan sengaja ingin memanas manasi Elara.
Mendengar itu tanpa banyak bicara Elara langsung mematikan sambungan telfon. Hatinya sungguh sakit mendengar perkataan Lala. 'Aku benci kamu. Disaat aku seperti ini kamu tidak mencari ku. Kamu malah bersama dengan wanita lain. Apa aku sudah tidak berharga lagi untuk mu. Apa cintamu sudah pudar untuk ku.' batin Elara mencoba menahan kesedihan nya tidak ingin kembali menangis didepan lucen. Ia memilih mengembalikan ponsel lucen. Tidak berniat mengganggu suaminya lagi.
"Tinggal kan aku sendiri. Aku ingin sendiri." Pinta Elara. Kedua matanya kembali memanas. Ia hanya ingin sendiri untuk menenangkan hatinya yang sakit dan kekecewaannya.