elara adalah seorang "pengganggu" yang tiba-tiba terlempar ke dalam dunia novel fantasi dan dipaksa oleh sebuah entitas kejam bernama Sistem 'Eros' untuk menyelesaikan Misi Utama: Merebut hati Pangeran Rayden, Pemeran Utama Pria yang terkenal dingin dan misterius. Kegagalan berarti kehancuran total.
Berbekal panduan misi yang kaku dan serangkaian taktik romantis klise, Elara memulai penyerbuannya. Namun, sejak pertemuan pertama, System 'Eros' mengalami bug besar: Pangeran Rayden kini dapat mendengar setiap pikiran, komentar sinis, rencana kotor, dan bahkan sumpah serapah Elara yang tersembunyi jauh di dalam hatinya.
Tiba-tiba, setiap pujian yang Elara lontarkan terdengar palsu karena Rayden mendengarnya menambahkan, "Semoga dia tersedak tehnya," dalam hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon putee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5: Pengawasan Mental
Elara terbangun dari tidur yang tidak nyenyak. Meskipun kamar yang disediakan Rayden mewah dan tempat tidurnya sebesar perahu, pikirannya terus-menerus tegang. Ia khawatir Rayden akan mendengarkan mimpi-mimpinya—atau lebih buruk, dia takut tidak bisa mengendalikan pikiran bawah sadarnya.
Ia segera disuguhkan dengan gaun mewah yang disiapkan, dan tak lama kemudian, seorang pelayan muda nan cekatan bernama Tia masuk dengan sarapan pagi.
[Misi Utama: 1%. Status: Tetap Stabil. Saran: Berinteraksi dengan NPC pendukung untuk mendapatkan informasi dunia.]
"Oke, Tia adalah NPC pendukung. Harus bersikap ramah dan mengorek informasi. Jangan sampai terpikirkan betapa konyolnya gaun ini atau betapa cantiknya perhiasan yang kupakai. Pikirkan saja... Tia. Hanya Tia." Elara berusaha fokus pada pelayan itu.
Tia membungkuk hormat. "Selamat pagi, Lady Kaelin. Saya ditugaskan oleh Yang Mulia Pangeran Rayden untuk melayani Anda. Apakah ada yang Anda butuhkan?"
Elara tersenyum sopan. "Selamat pagi, Tia. Terima kasih. Sarapannya terlihat lezat."
("Ya Tuhan, sarapannya! Ada sepuluh macam makanan. Ini bukan sarapan, ini pesta. Dan keju yang itu... kelihatannya menjijikkan. Terlalu berbau. Aku harus pura-pura suka. Aku harus bersikap seperti bangsawan beradab.")
Elara mengambil garpu dan mencoba sedikit keju yang ia anggap menjijikkan itu. Ia memaksakan senyum. "Keju ini sangat... unik."
Tiba-tiba, suara Rayden, yang seharusnya tidak ada, terdengar dari pintu kamar. Ia berdiri di ambang pintu, bersandar santai, mengenakan pakaian santai yang masih terlihat mahal.
"Keju 'Salty Peak' itu memang unik," kata Rayden, melangkah masuk tanpa diundang. Matanya tertuju pada Elara. "Dalam pikiran Anda, Anda berpikir itu berbau seperti kaus kaki tua dan kotor, dan Anda ingin meludahkannya."
Elara hampir tersedak keju tersebut. Tia, pelayan itu, terkejut dan segera menunduk, takut akan amarah Pangeran.
"Yang Mulia!" Elara berbisik dengan marah, suaranya dipenuhi rasa malu yang luar biasa. "Saya pikir Anda membiarkan saya makan dalam damai!"
Rayden tersenyum kecil, sebuah ekspresi yang kini Elara tahu berarti dia sedang dalam masalah besar. "Saya hanya datang untuk memastikan Anda tidak memikirkan rencana pelarian atau pembunuhan sebelum sarapan. Tapi ternyata, pikiran Anda lebih fokus pada penilaian makanan," Rayden mengambil tempat duduk di seberang Elara.
Tia, yang sekarang terlihat pucat, bergumam, "Maafkan saya, Yang Mulia, Lady Kaelin. Saya akan mengganti kejunya segera."
"Jangan, Tia," potong Rayden, mengangkat tangan. "Lady Kaelin hanya sedang dalam mood yang jujur pagi ini. Bawakan dia buah. Buah. Hanya buah. Dia pasti tidak punya keluhan mental tentang buah. Benar, Elara?" Rayden menatapnya dengan tatapan menantang.
"Oh, aku benci dia. Dia tahu apa yang dia lakukan. Dia sengaja datang ke sini untuk menyabotase aku. Dia menggunakan bug ini sebagai pengawasan mental. Pangeran sombong, menyebalkan, dan— tunggu, dia sangat tampan saat marah. Jangan, Elara! Jangan pikirkan itu!"
Rayden tersenyum lebar. "Saya menyebalkan, ya? Saya tampan saat marah? Terima kasih atas pengamatan yang jujur, Lady Kaelin. Meskipun saya harus mengakui, pujian yang tidak disengaja itu sangatlah disukai."
[Poin Cinta: +5%. Total: 6%. Misi berjalan. Jangan berhenti memuji PUP secara tidak sengaja.]
Elara menggebrak meja dengan frustrasi, membuat piring-piring bergetar. "Anda tidak adil, Rayden! Anda menggunakan anugerah atau kutukan aneh ini untuk menyiksa saya!"
"Saya menyebutnya hiburan, Elara. Dan sedikit tindakan pencegahan," balas Rayden, nadanya kembali dingin. "Setelah cerita Anda semalam, saya harus memastikan Anda tidak merencanakan sesuatu yang akan mengganggu stabilitas kerajaan. Dan cara terbaik untuk memverifikasinya adalah dengan mendengarkan 'kebisingan' Anda."
Tia kembali dengan sepiring besar buah-buahan segar. Ia meletakkannya di depan Elara dengan hati-hati.
Rayden mencondongkan tubuhnya ke depan. "Sekarang, Elara. Saya tidak akan pergi. Anda akan makan buah-buahan ini, dan Anda akan menggunakan otak Anda untuk memberi tahu saya secara diam-diam beberapa informasi. Saya akan mendengarkan pikiran Anda, dan Anda akan menjawab secara lisan dengan 'Ya' atau 'Tidak.' Ini adalah interogasi mental. Mulai sekarang."
"Interogasi mental? Dia benar-benar gila! Dia pikir aku akan bermain game konyolnya?! Aku harus menolaknya!"
Rayden menatapnya tajam. "Jika Anda tidak mau, saya akan menyuruh Kapten Pengawal untuk menempatkan Anda di bawah pengawasan ketat, karena pikiran Anda dipenuhi dengan niat yang mencurigakan. Pikirkan konsekuensinya."
[Ancaman: Nyata. Konsekuensi: Menghalangi kemajuan Misi. Saran: Patuhi perintah PUP.]
Elara mendesah keras. "Baiklah. Apa yang ingin Anda ketahui, Yang Mulia?"
Rayden mengangkat jari. "Pertama. Anda berpikir Anda bisa kembali ke dunia Anda jika Anda menyelesaikan Misi ini?"
Elara mengambil sepotong anggur, mengunyahnya, dan memfokuskan pikirannya: "Sistem belum mengkonfirmasi secara pasti, tetapi itulah satu-satunya harapanku."
Elara menjawab secara lisan. "Ya."
Rayden mengangguk puas. "Kedua. Apakah Anda pernah bertemu dengan seseorang yang bernama Lyna, Pemeran Utama Wanita yang seharusnya jatuh cinta pada saya?"
Elara menelan anggur, mengingat deskripsi gadis baik hati yang seharusnya menjadi heroine novel. "Belum, dan aku berharap tidak akan pernah bertemu dengannya, karena dia akan menghancurkan misiku."
Elara berkata. "Tidak."
Rayden tersenyum, senyum yang membuat hati Elara berdebar, meskipun ia segera mengutuknya dalam hati. "Hebat. Ternyata kejujuran mental ini cukup efisien. Sekarang, saya harus pergi untuk pertemuan istana. Tapi, jangan berpikir untuk melarikan diri, Lady Kaelin."
Rayden berdiri, berbalik di ambang pintu, dan memberikan kata-kata terakhirnya. "Jika Anda kabur, saya akan mencarinya. Karena, terlepas dari omelan mental Anda, pikiran Anda yang tidak terfilter adalah hal paling menarik yang pernah saya temui dalam hidup saya. Cobalah untuk memikirkan hal-hal yang kurang ofensif saat saya pergi."
Rayden menutup pintu. Elara duduk, sendirian, wajahnya masih memerah. Ia baru saja diinterogasi secara mental dan dipuji karena menghina Pangeran.
"Aku benci dia. Aku membencinya. Tapi... tapi aku tidak bisa tidak mengakui bahwa dia pintar. Dan dia peduli. Sedikit. Kenapa aku harus memikirkannya? Aku harus fokus pada misi, bukan pada kekagumanku yang tidak disengaja!" Elara memejamkan mata, memukuli dahinya dengan lembut.
Elara tahu, di bawah pengawasan Rayden yang mengerikan, satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan menemukan keseimbangan antara apa yang ia katakan secara lisan dan apa yang ia pikirkan secara terpaksa jujur. Pertarungan batinnya baru saja dimulai.