Berawal dari pertemuan singkat di sebuah mal dan memperebutkan tas berwarna pink membuat Aldo dan Tania akhirnya saling mengenal. Tania yang agresif dan Aldo yang cenderung pendiam membuat sifat yang bertolak belakang. Bagaikan langit dan bumi, mereka saling melengkapi.
Aldo yang tidak suka didekati Tania, dan Tania yang terpaksa harus mendekati Aldo akhirnya timbul perasaan masing-masing. Tapi, apa jadinya dengan Jean yang menyukai Aldo dan Kevin yang menyukai Tania?
Akhirnya, Aldo dan Tania memilih untuk berpisah. Dan hal itu diikuti dengan masalah yang membuat mereka malah semakin merenggang. Tapi bukan Aldo namanya jika kekanak-kanakan, dia memperbaiki semua hubungan yang retak hingga akhirnya pulih kembali.
Tapi sayangnya Aldo dan Tania tidak bisa bersatu, lantaran trauma masing-masing. Jadi nyatanya kisah mereka hanya sekadar cerita, sekadar angin lalu yang menyejukkan hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Kebenaran
"Mantan suami."
Perkataan Mila terus saja berputar di kepalanya bagaikan sirene ambulance. Otaknya tidak bisa tenang, terus saja kepikiran hal itu. Sudah sepuluh menit berlalu dia mondar-mandir sambil mengetuk-ngetukkan jari di bibir. Dia menyuruh Bima dan Nico untuk datang ke rumahnya. Dan sekarang, kedua pria itu sedang memperhatikannya dengan tatapan jengkel.
Bima berdecak. "Cape gue lihat lo mondar-mandir enggak jelas!" gerutunya.
"Kalau aja dari tadi kita bahas acara ulang tahun sekolah. Pasti sekarang kita berdua udah main game," ujar Nico dan langsung mendapat persetujuan dari Bima.
"Kalau misalkan dalam hitungan ketiga lo enggak ngomong dan tetap mondar-mandir enggak jelas. Kita bakal keluar," ancam Bima dan langsung mendapat anggukan dari Nico.
"Satu!" ucap Bima.
"Dua!" ucap Nico.
"Ti—"
"Gue suka sama Tania dan Jean."
Ucapan itu spontan keluar tanpa aba-aba dan persiapan dari mulut Aldo. Pria itu menarik kursi belajarnya lalu duduk tepat di depan wajah cengo Bima dan Nico.
"Lo nggak salah ngomong?" tanya Bima.
"Lo masih waras 'kan, Do?" tanya Nico.
Aldo mengusap-usap dagunya. Dia sedang berpikir untuk mencari padanan kata yang tepat agar kedua temannya ini bisa memahami.
"Do, please! Jangan mentang-mentang lo ganteng lo rekrut banyak cewek. Ingat gue yang punya tampang pas-pasan, Do," ujar Bima seraya mengguncang kepala Aldo.
"Sumpah, Do. Mencintai dua orang dalam satu waktu itu enggak mudah. Gue tahu cowok boleh mempersunting banyak wanita. Tapi ingat posisi lo sekarang, Do," timpal Nico.
"Dengar ya, gue bawa lo berdua ke sini bukan untuk komentarin gue," ujar Aldo.
"Terus?"
Aldo menghela napas panjang. "Gue enggak hati gue untuk siapa. Gue nyaman didekat Tania. Gue juga enggak mau kehilangan Jean."
"Terus?"
"Gue tuh mau nentuin hati gue untuk siapa. Dan kalian tahu? Kak Kevin bilang apa ke gue?"
Bima dan Nico menggeleng.
Aldo bergerak mendorong kursi lalu mengambil buku diary dan menunjukkannya kepada Bima dan Nico.
"Dia kasih ini ke gue."
"Ini buku kerja OSIS dia?" tebak Nico.
"Bukan. Ini isinya semua tentang Tania."
Bima dan Nico sama-sama mengernyit bingung.
Aldo mendesah berat. "Dia mau kuliah ke Jerman. Terus dia percayakan Tania ke gue. Kenapa? Karena dia yakin gue yang terbaik. Abis itu dia kasih ini. Yang buat gue kaget adalah ...."
"Adalah apa?"
"Tania dan Jean satu bapak."
"APA?"
"Iya. Gue tahu dari buku ini. Di dalamnya tertera biodata Tania. Termasuk nama bapaknya," jelas Aldo.
"Mungkin cuma persamaan namanya aja kali," ujar Nico.
Aldo menggeleng. "Enggak. Dari semua rangkaian kejadian yang kak Kevin ceritakan dan dia jelasin ciri-ciri bokapnya Tania. Dan ternyata hasilnya sama," jelas Aldo.
Bima yang sedari tadi diam memikirkan sesuatu kini angkat suara. "Pantas aja. Nama belakang mereka itu sama," ujar Bima.
"Ardian Sanjaya?" tebak Nico.
Bima mengangguk kuat.
"Sebenarnya gimana, sih? Gue masih enggak ngeh," ujar Nico.
"Jadi sebetulnya bapaknya Jean itu meninggal karena kecelakaan pesawat waktu mau dinas. Terus nggak lama ibunya nikah sama teman suaminya. Gue nggak tahu pasti itu kenapa. Nggak mungkin tante Rumi selingkuh," ujar Aldo.
"Terus?"
"Terus kata kak Kevin. Ayahnya Tania sering ninggalin dia dan ibunya karena urusan kerja. Terus, tante Mila minta cerai. Terus gue tanya ciri-ciri bokapnya Tania dan hasilnya sama. Dan dia juga bilang kalau ...."
"Kalau apa?"
"Kalau Tania dan Jean emang satu bapak," jelas Aldo.
"Terus sekarang lo gimana?" tanya Nico.
"Enggak gimana-gimana. Gue mau buktikan kebenaran itu," ujar Aldo.
"Kalau gitu tanya aja sama Amanda dan Nabilla," ujar Bima. "Mereka 'kan paling dekat sama Tania. Kali aja tahu," lanjutnya.
...******...
Usulan Bima tidak terlalu buruk. Aldo berlari keluar dari ruang OSIS sambil membawa proposal yang diberikan Naomi. Wajahnya terlihat panik dan gusar.
"Aldo, proposalnya mau—"
Ucapan Jean terpotong saat Aldo melewatinya begitu saja. Dari jauh Tari hanya bisa menghela napas dan menggelengkan kepala. Ini adalah kali pertama Aldo mengabaikannya selama tujuh belas tahun bersama.
...******...
Aldo sampai di ambang pintu kelas Tania dengan penampilan urak-urakan dan juga napas yang berderu. Proposal di tangannya sudah lecek. Beberapa pasang mata memperhatikannya lalu memilih kembali tidak peduli.
Dia berjalan mendekat ke arah Amanda dan Nabilla.
"Tania mana?" tanya Aldo.
"Lagi disuruh Pak Wayan. Ada apa?" tanya Nabilla.
...******...
"Dia bilang kayak gitu ke lo?" tanya Amanda.
Aldo menghela napas panjang dan mengangguk.
Di gazebo belakang sekolah ini mereka bertiga berbicara.
"Gue mau tahu kebenarannya. Apa benar Tania dan Jean satu bapak?"
Hening sejenak. Amanda dan Nabilla saling tatap lalu menghela napas panjang.
"Dugaan kuat gue sih iya," ujar Amanda.
"Gue boleh tahu enggak wajahnya bokap Tania kayak gimana?" ujar Aldo.
"Kita enggak ada fotonya lah. Kalau lo mau tahu dia kayak gimana. Lo bisa minta biodata siswa di Ibu Jihan," ujar Nabilla.
"Oh iya, ada satu hal yang lo enggak tahu," ujar Amanda.
"Apa?"
"Bokapnya Tania itu punya kaki tangan. Gue enggak tahu namanya siapa. Pokoknya dia selalu sama bokapnya Tania sejak ditolong. Gue enggak tahu rinciannya. Itu pun gue dengar dari ayah gue," ujar Amanda.
Aldo diam. Kaki tangan? Apa jangan-jangan yang dimaksud kaki tangan Ardi adalah Dion?
...******...
Jean baru saja keluar dari ruang BK. Dia melihat Tania dan Aldo berjalan bersama. Hal yang membuat Jean iri adalah ketika Aldo merangkul pundak Tania membuat gadis itu berjingkrak geli. Jean menghela napas panjang. Dia lanjut berjalan menuju kantin.
Dari jauh Kevin hanya bisa menghela napas panjang. Ini berkesan egois. Jean seharusnya bukan korban dalam permainan ini. Tetapi, itulah takdirnya.
"Kasihan Jean, kalau tahu yang sebenarnya gimana," lirih Kevin.
...******...
"Ini kenapa proposal bisa lecek?"
Itu adalah reaksi Nico ketika proposal Aldo letakkan di atas meja pembina. Dia menatap tajam Aldo.
"Gue nggak sengaja," ujar Aldo.
Nico mendengus. "Dasar! Ayo, kasih ke Ibu Jihan," ujar Nico.
Aldo berjalan keluar ruangan bersama Nico menuju ruang BK—menemui Ibu Jihan.
...******...
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!"
Dua pasang sepatu converse memasuki ruang BK. Mereka disambut hangat oleh Ibu Jihan. Aldo dan Nico duduk di depan guru lajang itu sembari menyodorkan proposal.
"Ini proposalnya?" tanya Ibu Jihan.
Aldo mengangguk. "Iya."
"Oke, nanti Ibu baca. Besok bisa ambil lagi," ujar Ibu Jihan.
"Baik, Bu. Kita permisi dulu," ujar Nico. Dia menarik tangan Aldo untuk berdiri. Tetapi pria itu justru memberikan kode untuk keluar lebih dulu.
Alhasil, Nico keluar lebih dulu.
"Bu, saya boleh tanya?"
"Apa?"
"Saya boleh lihat biodata anak-anak angkatan saya nggak?"
Refleks Ibu Jihan yang sedang merekapitulasi anak-anak nakal di buku mendongak dan menatap tajam Aldo."
"Untuk apa?"
"Saya ada keperluan."
"Oke. Saya percaya kamu. Ambil aja di rak."
Aldo tersenyum senang. Dia berjalan menuju rak dan langsung mengambil buku biodata siswa. Dia membuka tiap lembar buku itu dan mencari nama Tania. Sampai akhirnya ketemu dan berhasil menemukan foto ayah Tania.
Dia terkejut saat mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.