NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Yang Menggoda

Cinta Terlarang Yang Menggoda

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Suami ideal
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Hana tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang mahasiswi yang polos, ia terjebak dalam pusaran cinta yang rumit. Hatinya hancur saat memergoki Dion, pria yang seharusnya menjadi tunangannya, selingkuh. Dalam keterpurukan, ia bertemu Dominic, pria yang dua kali usianya, tetapi mampu membuatnya merasa dicintai seperti belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Dominic Lancaster bukan pria biasa. Kaya, berkuasa, dan memiliki masa lalu yang penuh rahasia. Namun, siapa sangka pria yang telah membuat Hana jatuh cinta ternyata adalah ayah kandung dari Dion, mantan kekasihnya?

Hubungan mereka ditentang habis-habisan. Keluarga Dominic melihat Hana hanya sebagai gadis muda yang terjebak dalam pesona seorang pria matang, sementara dunia menilai mereka dengan tatapan sinis. Apakah perbedaan usia dan takdir yang kejam akan memisahkan mereka? Ataukah cinta mereka cukup kuat untuk melawan semua rintangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Salah Hana

Dion menginjak pedal gas mobilnya dengan kasar. Hatinya masih bergejolak setelah mendengar pengakuan ibunya. Pikirannya penuh dengan kemarahan dan kekecewaan yang tak bisa ia kendalikan.

Sesampainya di kantor Dominic, ia langsung turun dan berjalan cepat menuju ruangan ayahnya. Tanpa peduli dengan sekretaris atau karyawan yang mencoba menghentikannya, Dion membuka pintu ruangan itu dengan kasar.

BRAK!

Dominic yang tengah duduk di kursinya mendongak dengan tatapan tajam.

“Apa-apaan ini, Dion?” tanyanya dengan nada rendah namun berbahaya.

Dion berdiri dengan napas memburu, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. 

"Aku sudah tahu semuanya, aku tahu kenapa Ayah ingin menceraikan Ibu. Aku tahu tentang perselingkuhannya!" katanya tajam. 

Dominic menatap anaknya dalam diam sejenak, lalu menghela napas panjang. “Jadi, akhirnya dia mengaku juga?”

Dion tersentak. “Ayah sudah tahu selama ini, tapi tetap membiarkanku menyalahkan Hana?! Ayah biarkan aku membenci seseorang yang bahkan tidak ada hubungannya dengan ini?”

“Kamu pikir aku tidak berusaha memberitahumu? Kamu tidak pernah mau mendengar, Dion. Sejak awal kamu sudah menetapkan bahwa Hana adalah masalahnya.” Dominic bangkit dari kursinya, berjalan ke arah Dion dengan tatapan dingin. 

Dion tertawa sinis. “Tentu saja aku berpikir seperti itu! Karena Ayah sendiri lebih memilih dia daripada keluargamu!”

Dominic menatap anaknya tajam. “Ini bukan tentang memilih Hana atau meninggalkan kalian. Ini tentang aku yang sudah mati rasa pada ibumu, karena dia mengkhianatiku berkali-kali, Dion! Ayah bertahan selama ini hanya demi kamu, bukan demi pernikahan kami.”

Dion menggertakkan giginya. “Kalau begitu, kenapa Ayah tidak bercerai sejak dulu? Kenapa baru sekarang?”

Dominic menghela napas, suaranya melembut. “Karena dulu kamu masih kecil. Aku tidak ingin kamu tumbuh tanpa melihat orang tuamu bersama. Tapi sekarang, kamu sudah dewasa. Aku tidak perlu berpura-pura lagi.”

Dion menggelengkan kepala, masih sulit menerima semuanya. “Jadi ayah benar-benar tidak peduli dengan Ibu?”

Dominic menatap putranya lekat-lekat. “Aku peduli, Dion. Aku pernah sangat mencintai ibumu. Tapi dia sudah menghancurkan itu berkali-kali. Kamu tidak tahu betapa hancurnya aku saat mengetahui dia selingkuh. Aku mencoba memaafkannya, tapi dia melakukannya lagi dan lagi. Sekarang, aku sudah lelah. Aku ingin bahagia, dan itu bukan dengan ibumu.”

Dion terdiam. Tangannya terkepal di sisi tubuhnya, emosinya masih membuncah, tapi untuk pertama kalinya, ia mulai melihat kenyataan yang selama ini ia abaikan.

Setelah beberapa saat, ia mendesis, “Lalu bagaimana dengan aku? Apa ayah juga akan meninggalkanku demi wanita itu?”

Dominic menatap Dion dengan mata penuh keseriusan. “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Dion. Kamu tetap anakku. Tapi aku juga tidak akan mengorbankan kebahagiaanku lagi hanya demi mempertahankan sesuatu yang sudah lama mati.”

Dion menelan ludah, matanya mulai memanas. Ia ingin marah, ingin terus menyalahkan Dominic, tapi untuk pertama kalinya, ia merasa begitu lelah.

Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan keluar dari ruangan itu, meninggalkan Dominic yang hanya bisa menghela napas panjang.

Dion keluar dari ruangan Dominic dengan langkah gontai. Jantungnya masih berdebar kencang, pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan yang tak kunjung mendapat jawaban yang memuaskan. Ia merasakan perih yang begitu dalam, bukan hanya karena ayahnya, tetapi juga karena dirinya sendiri.

Dulu, ia selalu berpikir bahwa keluarganya adalah sesuatu yang utuh. Bahwa meskipun ada permasalahan, pada akhirnya semuanya akan kembali seperti semula. 

Tapi kenyataan telah menamparnya keras. Keluarganya sudah lama hancur, dan ia baru sadar bahwa selama ini ia hanya membohongi dirinya sendiri.

Saat melewati koridor kantor, langkah Dion terhenti ketika matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya, Hana.

Hana berdiri tidak jauh dari sana, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ada kekhawatiran di matanya, tetapi juga ketegasan yang tak pernah Dion lihat sebelumnya.

Dion mengeratkan rahangnya. Ia ingin berbalik, ingin pergi tanpa harus berbicara dengan wanita yang dulu begitu ia cintai tetapi kini seakan menjadi sumber kehancurannya. Tapi Hana tidak memberinya kesempatan.

“Kita perlu bicara.”

Dion mendengus. “Apa lagi yang mau dibicarakan?”

Hana menatapnya tajam. “Tentang semuanya.”

Dion tertawa sinis. “Semuanya? Maksudmu tentang bagaimana kamu merebut ayahku dariku? Tentang bagaimana kamu menghancurkan keluargaku?”

Hana menatapnya tanpa gentar. “Aku tidak merebut siapapun darimu, Dion. Kamu tahu itu.”

“Tapi tetap saja kamu bersama dia!” Dion membentak, suaranya penuh emosi. “Aku tidak peduli seberapa buruk ibuku di mata ayah! Seharusnya dia tetap bertahan! Seharusnya dia tidak memilih wanita lain! Dan kamu seharusnya tidak menjadi bagian dari ini!”

Hana menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. “Kamu masih tidak melihat kenyataannya, Dion. Orang tuamu sudah lama hancur. Bahkan sebelum aku datang, mereka sudah berantakan. Kamu hanya tidak mau menerimanya.”

Dion mengepalkan tangannya. “Kamu tidak tahu apa-apa tentang keluargaku.”

Hana menatapnya dengan sedih. “Mungkin aku tidak tahu segalanya, tapi aku tahu satu hal, aku bukan penyebab perpisahan mereka.”

Dion menatap Hana lama, sebelum akhirnya tertawa getir. “Kamu benar. Kamu bukan penyebabnya. Tapi kamu juga bukan korban dalam ini semua. Dan aku tidak akan pernah bisa memaafkanmu.”

Hana menahan napas, tapi sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, Dion sudah berbalik dan pergi.

Hana hanya bisa berdiri di tempatnya, merasakan hatinya berat.

Sementara itu, dari balik dinding koridor, Dominic telah menyaksikan semuanya. Ia mengepalkan tangannya. Ia ingin melakukan sesuatu, ingin membuat semuanya lebih mudah bagi Hana, tetapi ia tahu ini bukan pertarungan yang bisa ia menangkan dengan kata-kata.

Ia hanya bisa menunggu dan memastikan bahwa ia tidak akan kehilangan wanita yang kini menjadi sumber kebahagiaannya.

 

Hana terdiam di pangkuan Dominic, dadanya naik turun menahan emosi yang masih menggelegak. Matanya berkaca-kaca, bukan hanya karena perdebatan dengan Dion, tetapi juga karena semua yang telah terjadi dalam hidupnya belakangan ini.

Dominic menangkup wajah Hana, ibu jarinya menghapus air mata yang hampir jatuh. 

“Aku tahu ini berat untukmu, tapi aku mohon, tetaplah di sisiku.” suaranya lembut tetapi penuh ketegasan. 

Hana menatapnya, mencoba mencari jawaban dalam mata pria yang telah mengisi hatinya. 

“Dion sangat membenciku, Daddy. Aku... aku merasa bersalah. Aku tidak ingin jadi alasan dia kehilangan keluarganya.” suaranya bergetar. 

Dominic mendekatkan dahinya ke dahi Hana, mencoba menyalurkan ketenangan melalui sentuhannya.

“Kamu bukan alasannya, sayang. Keluarga kami sudah hancur jauh sebelum kamu datang. Kamu hanya jadi alasan yang mudah untuk disalahkan.”

Hana menunduk, jari-jarinya menggenggam erat kerah kemeja Dominic. “Tapi tetap saja, dia menyalahkanku. Aku bisa melihat kebenciannya... dan itu menyakitkan.”

Dominic menghela napas, kemudian mengangkat dagu Hana agar wanita itu kembali menatapnya. “Dion akan butuh waktu untuk menerima ini semua. Aku tidak bisa memaksanya, tapi aku juga tidak bisa membiarkanmu pergi hanya karena dia belum bisa berdamai dengan kenyataan.”

Hana menatap Dominic, merasakan betapa besar kasih sayang pria itu untuknya. Air matanya akhirnya jatuh, tetapi kali ini bukan hanya karena kesedihan, melainkan karena lega.

Dominic tersenyum kecil, lalu mengecup kening Hana dengan penuh kelembutan. “Aku mencintaimu, Hana. Dan aku akan berjuang untuk kita, tidak peduli seberapa sulit jalannya.”

Hana menutup matanya, merasakan kehangatan yang dipancarkan Dominic. Untuk pertama kalinya sejak semua kekacauan ini dimulai, ia merasa bahwa mungkin, hanya mungkin... semuanya akan baik-baik saja selama Dominic tetap di sisinya.

 

Sementara itu, di tempat lain, Sarah semakin frustasi. Kehamilannya semakin besar, dan Dion masih belum sepenuhnya mengakui tanggung jawabnya.

Sarah duduk di sofa apartemennya, tangannya mengelus perutnya yang mulai membuncit. Matanya menatap kosong ke layar ponselnya, menunggu pesan atau panggilan dari Dion yang tak kunjung datang. Hatinya dipenuhi kemarahan dan kekecewaan.

Brak!

Sarah menendang meja di depannya hingga barang-barang di atasnya berjatuhan. 

"Sialan! Aku nggak akan biarin lo lari dari tanggung jawab, Dion!" geramnya, matanya merah karena marah dan lelah.

Tak tahan lagi, Sarah meraih ponselnya dan menghubungi nomor Dion. Beberapa kali panggilannya diabaikan, tetapi ia tidak menyerah. Ia terus mencoba sampai akhirnya suara Dion terdengar dari seberang.

"Apa lagi, Sarah?" suara Dion terdengar ketus dan dingin.

Sarah mencengkeram ponselnya erat. "Jangan sok nggak peduli, Dion! Gue hamil anak lo, dan gue nggak akan biarin lo kabur!"

Dion menghela napas kasar. "Gue nggak pernah kabur. Gue cuma butuh waktu!"

Sarah tertawa sinis. "Waktu? Sampai kapan? Sampai anak kita lahir dan lo tetap pura-pura nggak tahu?"

Hening.

 "Dion, lo sadar nggak sih? Ini anak lo. Gue nggak minta lo mencintai gue, gue cuma mau lo tanggung jawab." Sarah menggigit bibirnya, menahan tangis yang ingin pecah.

Dion masih diam. Kepalanya penuh dengan masalah, tentang Hana, ayahnya, ibunya, dan sekarang Sarah.

"Aku bakal datang laporin lo ke polisi!" ancam Sarah. "Kalau lo nggak mau tanggung jawab, gue bilang kalau lo perk0sa. Gue nggak peduli lagi!"

Sebelum Dion bisa menjawab, Sarah sudah menutup teleponnya. Ia merasakan perutnya sedikit kencang, mungkin karena stres yang terus menumpuk.

Ia tahu, cepat atau lambat, Dion harus membuat keputusan. Dan jika Dion tetap bersikeras menghindarinya... maka Sarah akan memaksa pria itu menghadapi kenyataan, entah dengan cara baik-baik atau tidak.

Bersambung... 

1
Mastutikeko Prasetyoningrum
semangat buat kakak penulisnya smoga ini awal cerita yg alurnya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!