NovelToon NovelToon
Kusebut Namamu Dalam Doaku

Kusebut Namamu Dalam Doaku

Status: tamat
Genre:Tamat / Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Pelakor / Pelakor jahat
Popularitas:13.4k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mutia Muthii seorang ibu rumah tangga yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Zulfikar Nizar selama 12 tahun dan mereka sudah dikaruniai 2 orang anak yang cantik. Zulfikar adalah doa Mutia untuk kelak menjadi pasangan hidupnya namun badai menerpa rumah tangga mereka di mana Zulfikar ketahuan selingkuh dengan seorang janda bernama Lestari Myra. Mutia menggugat cerai Zulfikar dan ia menyesal karena sudah menyebut nama Zulfikar dalam doanya. Saat itulah ia bertemu dengan seorang pemuda berusia 26 tahun bernama Dito Mahesa Suradji yang mengatakan ingin melamarnya. Bagaimanakah akhir kisah Mutia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hati yang Luka

Malam sunyi di rumah baru Mutia dan Dito pecah oleh suara ledakan keras yang mengguncang. Lestari, dengan dendam yang membara, melancarkan serangan teror. Ia melemparkan beberapa petasan berukuran besar ke arah rumah, menciptakan suara menggelegar yang membuat Mutia, Sephia, dan Sania sontak panik dan ketakutan.

Mutia, yang sedang berada di ruang keluarga bersama kedua putrinya, langsung memeluk erat Sephia dan Sania. Jantungnya berdebar kencang, tubuhnya gemetar. Ia tidak menyangka Lestari akan berani menyerang rumah mereka.

"Bunda, suara apa itu?" tanya Sania dengan mata membelalak ketakutan.

"Itu pasti tante Lestari!" seru Sephia dengan nada cemas. "Dia pasti ingin menyakiti kita!"

Dito, yang sedang berada di kamar mandi, segera berlari keluar setelah mendengar suara ledakan. Ia melihat asap mengepul di luar jendela dan raut ketakutan di wajah Mutia dan kedua putrinya. Amarahnya langsung tersulut.

"Kalian baik-baik saja?" tanya Dito dengan nada khawatir, merangkul Mutia dan kedua anaknya.

"Kami takut, Papa," jawab Sania dengan suara bergetar.

Tiba-tiba, terdengar suara teriakan dari luar rumah. "Ini baru permulaan, Mutia!" teriak Lestari dengan nada penuh kemenangan. "Aku tidak akan berhenti sampai kalian semua menderita!"

Mutia semakin memeluk erat kedua putrinya, air matanya mulai mengalir. Ia merasa tidak berdaya menghadapi teror Lestari yang semakin menjadi-jadi. Ia takut Lestari akan melakukan hal yang lebih buruk lagi.

Dito mengepalkan tinjunya, menahan amarah yang meluap-luap. Ia tidak akan membiarkan Lestari menyakiti keluarganya. Ia berjanji akan melindungi Mutia dan kedua putrinya, apa pun yang terjadi.

"Kita harus melaporkan ini ke polisi, Mutia," ucap Dito dengan nada tegas. "Kita tidak bisa membiarkan dia terus meneror kita seperti ini."

Mutia mengangguk setuju, ia sudah tidak tahan lagi dengan teror Lestari. Ia ingin wanita itu segera ditangkap dan dihukum sesuai dengan perbuatannya.

Dito segera menghubungi polisi, melaporkan serangan teror yang baru saja mereka alami. Polisi berjanji akan segera datang dan melakukan penyelidikan.

Sementara menunggu polisi datang, Dito memeriksa keadaan di luar rumah. Ia menemukan beberapa sisa petasan besar yang diduga dilemparkan oleh Lestari. Ia juga melihat jejak kaki di sekitar halaman rumah, yang mengarah ke jalan.

"Dia pasti sudah kabur," gumam Dito dengan nada geram. "Tapi aku yakin polisi akan segera menangkapnya."

Mutia memeluk erat kedua putrinya, mencoba menenangkan mereka. Ia merasa bersalah karena telah membawa mereka ke dalam situasi yang berbahaya ini.

"Maafkan bunda Sayang," bisik Mutia, air matanya mengalir deras. "Ibu janji, Ibu akan melindungi kalian."

Sephia dan Sania memeluk erat ibu mereka, mencoba memberikan kekuatan. Mereka tahu ibu mereka adalah wanita yang kuat, dan mereka percaya ibu mereka akan bisa melindungi mereka.

Malam itu, Mutia, Dito, Sephia, dan Sania tidur bersama di satu kamar. Mereka merasa lebih aman bersama-sama. Dito berjaga sepanjang malam, memastikan tidak ada lagi serangan dari Lestari. Mereka semua berharap, teror ini akan segera berakhir dan mereka bisa kembali hidup tenang. Namun, di suatu tempat, Lestari menyeringai puas, merencanakan serangan berikutnya yang lebih dahsyat.

****

Ketegangan di antara Mutia dan Luluk kembali memuncak. Luluk, yang selama ini menahan amarah dan kekecewaannya, akhirnya tidak bisa lagi membendung emosinya. Saat melihat Mutia yang tampak begitu terpukul dan ketakutan setelah serangan petasan di rumah mereka, Luluk justru melayangkan tamparan keras ke pipi Mutia.

"Ini semua salahmu!" bentak Luluk dengan suara bergetar, matanya menyala-nyala penuh amarah. "Kamu membawa sial dalam hidup anakku, Mutia!"

Mutia terkejut dan merasakan perih di pipinya. Ia menatap Luluk dengan mata berkaca-kaca, tidak mengerti mengapa mertuanya begitu membencinya. "Apa maksud, Mama?" tanya Mutia lirih, suaranya bergetar.

"Jangan pura-pura tidak tahu!" sergah Luluk dengan nada tinggi. "Kamu membawa wanita gila seperti Lestari dan ibu mertua yang sama gilanya ke dalam hidup Dito yang tadinya damai! Sejak kamu datang, hidup anakku jadi berantakan!"

Dito, yang melihat ibunya menampar Mutia, segera bertindak. Ia menarik Mutia ke belakangnya, melindunginya dari amarah Luluk. "Mama, jangan seperti ini!" tegur Dito dengan nada tegas, meskipun ia berusaha menghormati ibunya. "Ini bukan salah Mutia. Lestari yang melakukan semua ini."

"Kamu masih membela wanita ini, Dito?!" teriak Luluk, menatap putranya dengan tatapan kecewa. "Kamu tidak melihat betapa dia sudah menyusahkan hidupmu? Karena dia, kamu hampir mati! Karena dia, kita terus diteror!"

"Mama, Lestari melakukan semua ini karena dendamnya dan kegilaannya, bukan karena Mutia," jelas Dito, mencoba bersabar. "Mutia juga korban di sini."

"Korban katamu?!" ejek Luluk sinis. "Kamu dibutakan oleh cinta, Dito! Wanita ini hanya membawa kesialan! Coba saja kamu tidak mengenalnya, pasti hidupmu akan baik-baik saja!"

Mutia hanya bisa menangis dalam diam, hatinya hancur mendengar semua tuduhan dan hinaan dari Luluk. Ia merasa tidak berdaya, tidak bisa mengubah pandangan mertuanya yang sudah begitu membencinya.

"Mama, cukup!" bentak Dito, suaranya meninggi. "Jangan menyalahkan Mutia atas apa yang terjadi. Aku mencintainya, dan aku akan selalu melindunginya."

Luluk menatap Dito dengan tatapan terluka. "Kamu lebih memilih wanita ini daripada ibumu sendiri, Dito?" tanya Luluk dengan nada lirih, air matanya mulai mengalir.

"Aku mencintai Mama, tapi aku juga mencintai Mutia," jawab Dito dengan nada lembut namun tegas. "Mama harus mengerti, Mutia tidak bersalah dalam hal ini."

"Aku tidak mengerti, Dito!" teriak Luluk histeris. "Aku tidak mengerti mengapa kamu begitu bodoh! Wanita ini hanya akan membawa penderitaan dalam hidupmu!"

Luluk terus meluapkan amarah dan kekecewaannya, menyalahkan Mutia atas semua yang terjadi. Dito berusaha membela Mutia, tetapi Luluk sudah dibutakan oleh emosinya. Suasana di rumah itu menjadi tegang dan penuh kesedihan. Mutia merasa semakin bersalah dan tidak pantas mendapatkan kebahagiaan, sementara Dito merasa terjepit di antara cinta kepada istrinya dan rasa hormat kepada ibunya.

****

Polisi terus berupaya menangkap Lestari, namun wanita itu sangat licik, selalu berhasil menghindar dari kejaran. Tak kalah licik dan gilanya, Sutirah, mantan ibu mertua Mutia, bersekongkol dengan Lestari. Mereka bekerja sama menciptakan teror bagi Mutia dan keluarganya. Kali ini, mereka kembali meledakkan petasan di dekat rumah Mutia. Ledakan itu nyaris mencelakai Luluk yang kebetulan berada di luar, membuat ibu Dito itu semakin murka pada Mutia, menuduhnya sebagai penyebab dari segala teror yang mereka alami.

Luluk, yang nyaris menjadi korban ledakan petasan, murka bukan main. Saat melihat Lestari dan Sutirah kabur dari kejauhan, ia berteriak dengan suara menggelegar, melampiaskan kemarahannya pada kedua wanita gila itu. Namun, amarah Luluk tak berhenti di sana. Ia kemudian berbalik dan menghardik Mutia, yang hanya bisa terdiam menyaksikan kejadian mengerikan itu.

"Ini semua salahmu!" teriak Luluk histeris, menunjuk Mutia dengan jari gemetar. "Kamu membawa mereka ke dalam hidup kita! Kamu pembawa sial!"

Mutia hanya bisa menangis, hatinya hancur mendengar tuduhan-tuduhan pedas dari mertuanya. Ia merasa tidak berdaya menghadapi semua teror dan kebencian yang terus menerpanya.

1
StepMother_Friend
semangat kak
Serena Muna: makasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!