Angkara Afrizal Wijaya, ketua osis yang kehidupannya hampir sempurna. Tetapi, karena kehadiran adik kelas yang sangat menyebalkan. Kesehariannya di sekolah bagaikan neraka dunia.
Dia adalah Alana, gadis gila yang selalu mengejar-ngejar cinta seorang Angkara tanpa kenal lelah. Alana adalah ketua geng motor Avegas.
"Kak Angkasa!"
"Nama aku Angkara!"
"Tetap saja aku akan memanggilmu Angkasa, Angkara Sayang."
Kisah cinta abu-abu pun di mulai! Akankah gadis gila seperti Alana, mampu meluluhkan hati ketua osis galak?
Follow tiktok: Cepen
Ig: tantye005
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 - Maaf, ini salahku
Ke empat inti Avegas yang sedang berada di kamar Gio, menatap ketuanya dengan penuh tanda tanya. Bagaimana tidak, sore-sore seperti ini Alana memberikan perintah agar mereka semua berkumpul. Setelah datang, ponsel mereka pun disita satu persatu.
Namun, yang lebih mengherankan lagi, pelakunya sibuk bermain game tanpa mendiskusikan apapun sejak setengah jam yang lalu.
"Ini kita ngapain anjir?" protes Roy yang mulai bosan.
"Tau bu Ketua, kenapa sih?" timpal Jevian.
"Hari ini pertunangan dia dengan Angkara," ucap Gio.
Mata Jayden, Jevian dan Roy seketika membulat sempurna. Pertunangan?
"Kok kabur, bukannya Alana suka sama Kara?" tanya Jayden.
"Dulu sebelum dia memberikan pilihan kalian atau Kara. Sampai kapan pun gue akan tetap memiliki kalian," jawab Alana dengan tatapan masih fokus pada layar komputer Gio. Di sampingnya ada 5 benda pipih yang ia nonaktifnya demi menghindari sang Daddy.
Ia sudah mengatakan sejak awal tidak ingin bertunangan, tetapi daddynya malah berbohong. Untung saja ia bisa kabur berkat bantuan mommy tercinta.
"Den Gio, di bawah ada tamu yang mencari Aden."
"Siapa Bi?" tanya Gio.
"Nggak tahu Den."
Gio pun segera keluar dari kamarnya untuk menemui tamu yang entah siapa. Jantungnya berdetak tak menentu mengetahui bahwa yang datang ke rumah adalah daddy ketuanya.
"Om tahu Alana ada di rumah kamu. Tolong panggilkan dia," ujar Dito sangat tenang.
"Tunggu sebentar Om."
Gio pun kembali ke kamar dan memanggil Alana. Beberapa menit kemudian, inti Avegas pun datang dengan variasi lengkap.
"Pulang!" perintah Dito menarik tangan putrinya.
"Alana nggak mau pulang apalagi tunangan sama kak Kara Dad. Kak Kara nggak mencintai Alana, lalu untuk apa Alana berjuang?" Memeluk lengan Jayden agar tidak diseret oleh sang daddy. Padahal Dito tidak ada niatan untuk melukai putrinya apalagi memaksa.
"Kalian nggak akan tunangan. Om Azka membatalkan pertunangan."
"Serius?" Alana mengerjapkan matanya lucu.
"Benar."
"Baguslah." Alana tersenyum lebar, ia melepaskan pelukannya dari lengan Jayden. "Gue balik dulu ya." Ia melambaikan tangannya pada inti Avegas, masuk ke mobil bersama sang daddy yang tidak lagi banyak bicara.
Saat tadi akan mencari Alana, Dito mendapatkan telepon dari Azka bahwa pertunangan di batalkan. Itu semua karena Angkara jatuh pingsan akibat kesulitan bernapas di kamar mandi.
"Kenapa pertunangannya tiba-tiba di batalkan?" tanya Alana di sela-sela perjalanan.
"Karena kamu kabur dari rumah."
"Dih soalnya Daddy membohongi Alana."
"Kamu juga sering berbohong, nggak salah dong daddy bohong."
"Au ah, menyebalkan."
....
Kediaman Wijaya tampak tidak baik-baik saja setelah insiden Angkara tidak sadarkan diri di kamar mandi. Terutama untuk wanita cantik yang sedang berdiam diri di samping putranya.
"Kara baik-baik saja. Hanya kelelahan belajar," ujar Angkara yang telah bangun beberapa menit yang lalu.
"Mama selalu berpesan agar Kara nggak terlalu banyak belajar. Mama dan papa nggak butuh Kara sempurna, mama hanya ingin Kara sehat," lirih Salsa menggenggam tangan putranya.
Wanita itu baru saja bertengkar dengan Azka. Menyalahkan Azka atas semua yang menimpa Kara hari ini. Salsa mengira Angkara tidak sadarkan diri karena sang suami memaksa untuk bertunangan.
"Kara tahu." Lagi-lagi ketua osis itu melempar senyum manisnya pada sang mama.
"Kak Kara nggak boleh tidur di kamar mandi lagi, atau Chei akan marah," ujar anak kecil yang setia duduk di samping kakaknya.
Tadi saat melihat sang papa mengendong Angkara keluar dari kamar mandi dalam keadaan tidak sadar. Sheila menangis histeris karena mengira kakaknya telah meninggal.
"Nggak akan."
"Kalau begitu kamu istirahat Nak. Mama menemui Oma dan Opa dulu." Salsa tersenyum dan meninggalkan kamar putranya.
Bohong jika Salsa menemui mertuanya, terlebih mertuanya telah pergi beberapa menit yang lalu. Ia hanya tidak ingin bertemu pandang dengan Azka di kamar Angkara.
"Iya aku salah karena memaksakan kehendak dan bersembunyi di balik semua demi masa depan putra kita. Maafkan aku Sayang. Aku nggak akan mengulanginya lagi," bujuk Azka yang terus mengekori istrinya kemanapun.
Mungkin tentang hal lain Azka selalu mengalah pada Salsa. Berbeda jika menyangkut lelaki, Azka akan berubah menjadi pria yang menakutkan.
"Kamu berjanji?" Salsa mendongak.
"Aku berjanji Sayang. Aku nggak akan memaksa putra kita menikah atau pun bertunangan. Tapi tolong bantu aku menyembuhkannya," bisik Azka sambil memeluk istrinya. Ia kali ini berani jujur karena telah kehilangan akal. Mungkin dengan tutur kata lembut Salsa, bisa mengambil hati Angkara.
"Apa maksudmu menyembuhkan putra kita?"
"Putra kita mengalami Philopobia, dia takut jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan seseorang."
"Sudah ku duga." Suara Salsa terdengar serak. "Semuanya akan seperti ini sejak perubahan sikap putraku beberapa tahun lalu."
"Maaf, ini salahku."
"Memang semuanya adalah salahmu. Aku sudah memohon agar kamu berhenti, tetapi ...."
"Aku cemburu."
"Cemburumu nggak pada tempatnya."
mana dia nggak dkasih anak lagi
kasiaan banget,
seakan disini marwah dito dipertaruhkan