Bisakah aku memilih antara Pertarungan atau pelarian?ataukah jalan takdirku sudah harus memilih pelarian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jmath, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 34 DISCORD
Brak....pintu terbanting dengan keras. Membuat aku bisa melihat siapa kah yang sedari tadi memanggil namaku.
"Kakek..."
Disana kulihat Jerry dan Jack mencoba menahan ketiga Asisten Paman yang berusaha tetap menjaga pintu ruangan ini.
Kakek menghampiri ku dan bersimpuh didepan Paman Jeano. Paman Jeano dengan amarahnya tidak berani menatap wajah Kakek.
Tubuhku sudah tidak terasa sama sekali, banyak lebam dan darah yang mengalir disekeliling Lengan dan bahuku.
"Kau Lihat Ayah, Cucu tersayang mu ini berani mencintai Anakku?". Jelas Paman. Aku tahu dia mencoba menahan tangisnya.
"Apa salahnya jika mereka saling mencintai Jeano, kau tidak berhak mengatur perasaan orang lain karena kau bukan Tuhan". Ucap kakek.
"Kau membela nya Ayah, Siapa Dia berani mencintai putriku. Dia cuma seorang anak Yatim Piatu yg tidak dibesarkan oleh keluarga dengan norma yang baik". Jawab Paman Jeano ketus.
"Jeano jaga bicaramu..Dia keponakan mu sendiri". Kakek membentak Paman Jeano.
"Jika Dia dibesarkan oleh keluarga dengan norma yang baik, Dia tidak akan mencintai keluarga sendiri". Paman menjawab dengan menggebu.
"Sekarang aku akan memberikan mu pilihan, dengarkan ucapan ku baik-baik. Jika kau memilih hidup dengan Anya maka detik ini juga Anya akan aku coret dari keluarga. Dan kau juga akan ku coret dari daftar warisan Ayahku. Dia tidak akan mendapatkan Apapun warisan atau nama keluarga, sedangkan pilihan yang kedua, silahkan kau pergi dari kehidupan kami yang bahagia ini". Ucap Paman Jeano.
"Kau sadar apa yang kau ucapkan tadi Jeano, Dia cucuku dan berhak atas warisanku ".Jawab Kakek.
Setelah mengatakan hali tersebut tubuh Kakek pingsan dan langsung dibawa oleh Jerry menuju rumah sakit.
"Sekarang kau lihat apa yang sudah kau lakukan Liam?". Ucap Paman.
"Baik, Jika kau pergi dari lingkaran kehidupan ku maka kau akan mendapatkan sepertiga dari harta Ayahku". Ucap Paman Jeano lagi.
"Aku tidak bisa meninggalkan Anya Paman, tolong jangan siksa aku, aku tidak bisa hidup tanpa nya Paman". Isak tangisku mulai memenuhi ruangan ini.
Dengan berlari kencang Anya memelukku dari belakang. Ia menangis melihat tubuhku yang penuh luka ini. Kami berdua menangis bersama. Berharap Paman memberikan kami kesempatan sekali lagi.
Anya memegang tanganku erat. Ia menyiumi nya dan berharap aku bisa bersabar.
"Ayah.. tolong jangan sakiti Liam. Akan ku lakukan apapun yang Ayah minta, tapi tolong jangan pernah usik kehidupan Liam lagi Ayah, aku mohon". Ayah bersujud didepan Kaki Ayahnya. Rasanya aku ingin menarik tubuhnya agar tidak melakukan hal tersebut tapi aku tidak bisa bergerak dengan tubuh ku ini.
"Pergi dari sini dan hapus komunikasi mu dengan Dia. Hiduplah dinegeri orang tanpa ada yang mengenali mu". Ucap Paman.
"Paman tolong jangan seperti ini...". Ucapku memelas.
"Pilihan ada padamu nak". Ucap Paman lagi.
Anya bergeser dari tempat nya semula dan mencoba membangun ku agar aku bisa duduk. Ia membelai pipiku lembut. Tapi rasanya sungguh sakit. Aku berharap ini bukan malam terakhir dia mengusap pipiku ini. Kemudian ia membantuku untuk berdiri menghadap Paman.
"Baik Ayah. Akan ku lakukan semua perintah mu. Tapi tolong jangan kau usik hidup Liam. Aku akan pergi sejauh mungkin hingga kalian tidak dapat menemukan ku". Jelas Anya.
Air mataku mengalir deras. " Tidak Anya ku mohon Jangan".
"Besok pagi Ayah sudah Ingin kau meninggalkan Dublin. Ayah akan menentukan tempat dimana kau akan tinggal. Ku beri kau satu malam untuk berpamitan dengan Laki-laki bodoh ini. Paman meninggal kan Kami berdua. Ia berjalan dengan arogan meninggalkan kami.