Kalau kamu ada di dalam mobil bareng suamimu dan "cinta sejatinya" pas kecelakaan, siapa coba yang bakal dia selamatkan?
Rizki nggak butuh sedetik pun buat gendong Meli pergi. Darah mengalir deras. Bukan cuma janin tiga bulan di perut Aulia yang mati, tapi juga seluruh hati Aulia. Hancur jadi debu.
Semua orang juga tahu, pernikahan mereka itu cuma kontrak bisnis belaka. Aulia memang merebut Rizki dari Meli, tapi dia yakin suatu hari Rizki bakal capek berpura-pura dan benar-benar lihat dia.
Tapi, pas liang lahat bayinya ditutup, Aulia baru melek. Cukup. Kita cerai.
Tiga bulan kemudian, di panggung gemerlap, Aulia berdiri. Cantik. Hebat. Menerima penghargaan. Rizki terpaku, lalu dengan suara datar bilang ke semua orang, "Ya, itu istri saya." Aulia cuma senyum miring, lalu menyodorkan kertas perceraian ke tangan Rizki. "Maaf ya, Pak Rizki. Yang benar itu mantan istri."
Pria sedingin es itu akhirnya pecah. Matanya memerah, suaranya parau. "Mantan? Aku nggak pernah mau cerai!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elara Tulus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluar Tanpa Apa-Apa
Dengan wajah gelap, Rizki menunjuk ke bagian pembagian harta. "Aku nggak ingat pernah diskusi sama kamu soal pembagian harta ini."
Aulia tertegun. Dia nggak nyangka Rizki bakal ngomong begini.
Keluarga Laksmana nggak pernah kekurangan uang. Selama ini, meskipun sikap Rizki ke Aulia buruk banget, urusan duit dia nggak pernah perhitungan. Dulu pas Rizki berkali kali coba bujuk Aulia cerai, syarat yang dia tawarin jauh lebih besar daripada yang Aulia tuliskan sekarang.
Aulia nggak mau mikir aneh aneh. Dia cuma kasih tahu alasan kenapa dia minta bagian itu, lengkap dengan perhitungan gaji yang pengacaranya udah buat.
"Maksud kamu, nikah sama aku itu malah jadi kerugian buat kamu?" Setelah baca, Rizki mengejek dingin.
"Aulia, dengan kemampuanmu, gaji 10 juta sudah batas maksimal. Siapa yang kasih kamu keberanian buat nulis gaji 40 juta sebulan?"
"Apalagi, di rumah ini ada Bi Susan yang ngurus. Sebagai Nyonya, kamu hidup nyaman. Dari mana kamu punya muka menuntut biaya pekerjaan rumah? Dan lagi..." Rizki menolak satu per satu nominal yang Aulia tuliskan.
Wajah Aulia langsung pucat. Bukan karena kehilangan uang, tapi karena dia nggak nyangka masa depan yang dia tinggalkan demi Rizki, bertahun tahun pengorbanan dan perhatiannya, sama sekali nggak ada artinya di mata Rizki.
Aulia gigit bibir. Napasnya berat. Dia memang nggak bisa buktikan soal gaji. Tapi dia nggak mau nyerah begitu aja.
"Soal rumah, selama ini memang aku yang..."
"Kamu yang ngurus?" Belum selesai Aulia ngomong, Rizki sudah ketawa mengejek.
Rizki cengkeram lengan Aulia. Dia nggak peduli sama perlawanan Aulia. Rizki menyeret Aulia keluar kamar dan menekannya di pagar lantai atas. Satu tangannya nahan kepala Aulia biar menunduk, lihat ruang tamu di bawah.
Susan lagi membungkuk bersihin lantai.
"Maaf, Tuan. Saya akan segera bereskan semua," Susan buru buru membungkuk hormat pas lihat Rizki.
Lihat itu, senyum sinis di wajah Rizki makin tajam. "Aulia, ini rumah yang kamu bilang kamu urus? Kalau begitu, Bi Susan lagi ngapain?"
Aulia baru mau membela diri. Tapi Rizki malah noleh ke Susan dan tanya, "Bi Susan, coba katakan. Tadi Aulia bilang selama ini dia yang urus rumah. Kamu sudah di sini bertahun tahun, harusnya lebih tahu dari saya. Jadi, katakan, apa saja yang sudah dia lakukan selama ini?"
Tangan Susan yang pegang sapu sempat tegang. Lalu, dia langsung jatuh ke lantai. Susan nepuk paha sambil nangis meraung raung. "Nyonya, maksudnya apa? Kalau nggak puas sama saya, Nyonya bisa langsung bilang! Saya pasti akan berubah! Gimana bisa Nyonya ngambil semua kerja keras saya selama ini?!"
"Saya ini masih punya orang tua dan anak yang harus dihidupi, Nyonya! Keluarga saya semua bergantung sama pekerjaan ini buat hidup! Saya nggak bisa kehilangan pekerjaan ini!" Susan meraung raung.
Kalau saja Aulia nggak kenal Susan bertahun tahun, mungkin dia sendiri akan ikut tertipu.
Aulia sempat mikir, akting selevel itu, Susan harusnya masuk dunia hiburan saja. Kerja di rumah ini benar benar nyia nyiain bakatnya.
"Aulia, apa lagi yang mau kamu katakan?" Rizki menatapnya dengan senyum menghina.
Apa lagi yang bisa dikatakan? Aulia menertawakan dirinya sendiri. Dia bisa lihat jelas, Rizki nggak percaya sama dia. Rizki lebih milih percaya orang luar daripada istri yang sudah nikah sama dia lima tahun.
"Nggak ada lagi." Aulia senyum getir. "Kalau begitu, menurut kamu, pembagian yang adil gimana?"
Dia menatap wajah Rizki. Wajah yang dulu pernah bikin dia jatuh cinta kini sedingin es. Mata hitamnya kayak kolam malam hari, penuh hawa beku.
"Keluar tanpa membawa apa apa." Kalimat dingin itu keluar dari bibir Rizki.
Aulia terpaku. Keluar tanpa membawa apa apa? Itu berarti semua pengorbanannya selama ini nggak diakui Rizki sedikit pun.
Dia tahu Rizki meremehkan dia. Tapi dia nggak pernah nyangka setitik pun usahanya nggak dihargai.
Aulia merasa sesak. "Kenapa begitu?"
Rizki jelas tahu, syarat kayak gini nggak akan disetujui siapa pun. Bukannya selama ini dia mati matian mau cerai biar bisa sama Meli? Sekarang Meli sudah kembali. Kenapa Rizki malah kasih syarat sekeras ini?
(Puncak Konflik dan Cliffhanger Baru)
Rizki menarik Aulia mendekat, bisikannya tajam dan menusuk. "Kenapa? Karena ini balasanmu, Aulia."
"Kamu datang ke hidupku tanpa diundang, mengambil posisi Meli, dan memaksaku menjalani lima tahun neraka ini. Sekarang, kau ingin pergi, membawa uangku, dan hidup tenang, sementara aku? Kau pikir aku bisa membiarkanmu bahagia setelah apa yang kau lakukan?"
Aulia merasa mual. "Aku tidak memaksamu bahagia, Rizki. Aku cuma minta kebebasanku."
"Kebebasan?" Rizki tertawa, tawa yang kejam. "Kamu hanya akan mendapat kebebasan jika aku mengizinkannya." Matanya menyipit, penuh dendam. "Kamu akan cerai dariku, Aulia. Tapi kamu akan cerai hanya saat aku yang memutuskan. Dan bukan dengan uang. Kamu akan tinggal di sini. Menanggung status Nyonya Laksmana sampai aku bosan dan mengizinkanmu pergi, persis seperti saat aku membencimu pertama kali."
Aulia gemetar. Ancaman itu jelas: Rizki tidak ingin cerai, tetapi ia ingin Aulia menderita, terperangkap dalam statusnya.