Ketika Violetta Quinn, saudari kembar yang lembut dan penurut, ditemukan tak sadarkan diri akibat percobaan bunuh diri, Victoria Thompson tak bisa menerima kenyataan itu begitu saja. Tidak ada yang tahu alasan di balik keputusasaan Violetta, hanya satu kenangan samar dari sang ibu: malam sebelum tragedi, Violetta pulang kerja sambil menangis dan berkata bahwa ia 'Tidak sanggup lagi'.
Didorong rasa bersalah dan amarah, Victoria memutuskan untuk menyamar menggantikan Violetta di tempat kerjanya. Namun pencarian kebenaran itu justru membawanya ke dalam dunia gelap yang selama ini Victoria pimpin sendiri; Black Viper. Jaringan mafia yang terkenal kejam.
Di sanalah Victoria berhadapan dengan Julius Lemington, pemilik perusahaan yang ternyata klien tetap sindikat Victoria. Tapi ketika Julius mulai mencurigai identitas Victoria, permainan berbahaya pun dimulai.
Victoria masuk dalam obsesi Julius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5. KEKACAUAN
Hari Jumat tiba dengan langit mendung. Kelly duduk di ruang rapat, tampak berusaha mengatur napas. Hari itu mereka akan melakukan presentasi besar untuk klien baru, dan Violetta mendapat peran sebagai salah satu penyaji data utama.
Semoga saja dia tidak membuat kesalahan, batin Kelly. Tapi di luar, ia menepuk tangan Victoria lembut.
"Kau pasti bisa. Jangan gugup, oke?" kata Kelly memberi semangat palsu.
Victoria tersenyum. "Terima kasih, Kelly. Aku belajar banyak darimu."
Presentasi berjalan sempurna, bahkan lebih dari yang diharapkan. Klien memuji detail data yang disusun Victoria.
Atasan mereka, Mr. Grant, bahkan berkomentar di akhir rapat:
"Bagus sekali, Violetta. Aku pikir kau hanya akan diam di balik meja, tapi ternyata kau punya kemampuan hebat. Teruskan."
Kelly tersenyum di depan semua orang, tapi jarinya menggenggam pena terlalu kuat hingga ujung kukunya memutih. Ia tahu bahwa presentasi itu adalah proyek yang seharusnya di bawah kendalinya.
Namun entah bagaimana, semua laporan final justru diserahkan kepada Violetta tanpa sepengetahuannya.
Victoria menatapnya lembut, seolah tak sadar bahwa Kelly nyaris menggigit bibirnya karena menahan marah.
"Aku beruntung punya rekan sebaik Kelly," kata Victoria di depan semua orang. "Kalau bukan karena dia yang memberi saran di awal, aku mungkin takkan bisa menyusun laporan sebaik ini."
Tawa kecil terdengar dari seluruh ruangan, sementara Kelly hanya bisa mengangguk, antara senang dan tersiksa.
Kelly tahu kalimat itu pujian, tapi juga jebakan. Sebab jika proyek sukses karena bantuan Kelly, semua kredit akan tetap jatuh ke tangan Violetta.
Namun jika Kelly menyangkalnya, ia akan terlihat seperti rekan kerja yang tidak suportif.
Victoria menatapnya sekali lagi sebelum meninggalkan ruangan, senyumnya tenang seperti matahari sore yang menembus kabut tipis. Ia tahu: satu langkah lagi, dan topeng Kelly akan retak sepenuhnya.
Sore itu, Kelly menghampirinya di ruang kerja. Kantor mulai sepi.
"Violetta," suaranya lembut tapi getir. "Kau sengaja, ya?"
Victoria mengangkat kepala, menatapnya bingung. "Sengaja? Maaf, aku tidak paham."
"Kau tahu maksudku. Semua ini ... orang-orang mulai berantakan, gosip ke mana-mana, dan entah kenapa semuanya berawal setelah kau kembali dari kecelakaan," tuduhnya.
Victoria berdiri perlahan, menatap Kelly dengan wajah teduh yang kontras dengan kilat di matanya.
"Aku cuma melakukan pekerjaanku, Kelly. Kalau orang-orang berubah, mungkin karena mereka memperlihatkan sisi yang selama ini disembunyikan," ujar Victoria.
Kelly tertawa kecil, getir. "Kau benar-benar tidak seperti Violetta yang kukenal."
Victoria tersenyum samar.
"Mungkin karena aku sudah belajar sesuatu. Kadang, untuk bertahan, seseorang harus pura-pura lemah agar tahu siapa yang sebenarnya kuat."
Ucapan itu melayang di udara, ringan namun memukul.
Kelly menatapnya lama, wajah Victoria sulit dibaca. Senyum tipis Kelly perlahan pudar, berganti dengan ekspresi dingin yang selama ini tak pernah ia tunjukkan di depan siapa pun.
"Kau pikir kau tahu segalanya, ya?" tuding Kelly.
"Tidak," jawab Victoria pelan. "Aku hanya tahu siapa yang menusuk dari belakang."
Keheningan mengambang di antara mereka.
Lalu Kelly tersenyum lagi, kali ini lebih dingin, senyum yang tidak lagi berusaha disamarkan.
"Hati-hati, Violetta. Dunia ini kecil. Orang yang kau permainkan mungkin lebih berbahaya dari yang kau kira," ujar Kelly.
"Dan orang yang kau remehkan mungkin lebih tajam dari yang terlihat," balas Victoria.
Mereka saling menatap sejenak, dua perempuan dengan senyum yang sama-sama indah, namun sama-sama beracun.
Ketika Kelly akhirnya melangkah pergi, Victoria menatap punggungnya dengan mata yang tenang. Ia tahu, permainan belum selesai. Tapi kini, ia yang memegang kendali.
Malam itu, Victoria duduk di depan cermin di kamar Violetta.
Ia menatap pantulan dirinya sendiri, rambut yang diikat sederhana, wajah tanpa riasan tebal, dan mata yang kini memancarkan sesuatu yang tak dimiliki Violetta yang asli: keteguhan.
"Kau benar-benar bodoh, Vio," gumamnya lirih, suaranya seperti bisikan yang penuh perasaan bercampur kemarahan dan juga rindu akan saudari kembarnya.
"Kau menganggap mereka temanmu. Tapi mereka menertawakanmu. Sekarang ... biar aku yang menertawakan balik. Aku akan balas apa yang mereka perbuat padamu," ujar Victoria seperti sumpah yang tak terelakan.
Teleponnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Aiden, kakak setia yang menjadi penghubungnya dengan dunia luar, dunia Victoria yang sebenarnya.
'Bagaimana? Sudah tahu siapa dalangnya?'
Victoria mengetik pelan:
'Sudah. Namanya Kelly. Dan aku akan membuatnya menunjukkan wajah aslinya sendiri. Tolong carikan informasi tentang dia. Aku tidak membawa peralatanku ke sini untuk mencari tahu.'
Aiden langsung menjawab.
'Anything for my little sister'
Victoria meletakkan ponsel itu di meja, lalu menatap pantulan dirinya sekali lagi.
Di luar, lampu kota berpendar lembut, tapi di matanya kini ada cahaya lain, dingin, tapi membara.
Keesokan harinya, Kelly datang lebih awal dari biasanya. Ia tampak rapi, tapi matanya sedikit sembab. Ia masih berusaha memertahankan senyumannya, senyum yang kini mulai terasa seperti topeng retak.
Sementara Victoria, duduk di mejanya dengan ekspresi tenang, mengetik email baru yang akan memancing kekacauan hari ini.
Email itu pendek. Hanya satu kalimat, ditujukan kepada seluruh tim:
Terima kasih untuk kerja samanya. Aku ingin mengajak semua makan siang minggu ini, sebagai tanda terima kasih atas dukungan kalian selama proyek kemarin. Semoga kita bisa lebih kompak ke depannya.
– Violetta Quinn
Kelly membaca email itu dengan bibir menegang. Ia tahu apa arti makan siang itu: kesempatan bagi Victoria untuk memantapkan posisi sosialnya di antara tim, dan menggusur Kelly dari pusat perhatian.
Namun Kelly tidak bisa menolak, tidak bisa menuduh, tidak bisa menyerang.
Sebab dari luar, semua itu terlihat seperti kebaikan seorang rekan kerja yang polos.
Victoria menatapnya sekilas dari seberang ruangan, tersenyum kecil, dan kembali ke pekerjaannya. Ia berhasil memercikkan api, hanya tinggal tunggu api itu berkobar.
Dan untuk pertama kalinya sejak lama, Kelly Grason merasa kalah, bukan karena serangan terbuka, tapi karena permainan halus yang tak bisa ia hindari.
Hari berakhir dengan senja yang memantulkan cahaya keemasan di kaca jendela kantor.
Semua tampak biasa, semua tampak tenang. Sampai sesuatu yang tidak Victoria duga terjadi.
"Sweetheart, bisa ikut denganku ke ruangan?"
Victoria terkejut ketika tiba-tiba Leon, atasan Violetta yang juga adalah kekasih adik kembar Victoria itu datang dan memanggil.
Mau tak mau Victoria menuruti karena Leon sudah berjalan lebih dulu ke ruangannya. Walau Victoria bertanya-tanya dalam hati kenapa Leon memanggil karena satu minggu di sini, Victoria nyaris lupa kalau Leon adalah kekasih Violetta karena tidak ada interaksi berarti dari pria itu. Tentu tidak mungkin Leon tahu kalau Victoria bukanlah Violetta yang dikenalnya.
"Ada apa?" tanya Victoria begitu sampai di ruangan.
Bukannya menjawab, Leon justru mengunci pintu, dan langsung menarik Victoria ke pelukan pria itu.
Mata Victoria melebar saat Leon meraup bibir Victoria dan melumatnya tanpa jeda, bahkan untuk Victoria berpikir.
Sial, kenapa seperti ini?! batin Victoria berteriak atas hal yang tidak ia sangka ini.
makin seru Victoria luar biasa mendalami peran nya hehe
semoga rencana Julius dan Victoria berhasil
semangat juga thor 💪
Sean obsesi bgt ke Victoria
boleh nggak sih ku gempur itu retina si sean thooorr ??😡😡😡😡
badai pasti berlalu
semangat Vivi, pelan-pelan pasti kamu bisa .
Julius selalu bantu Vivi biar dia kuat dan bisa menghadapi semuanya