Tiara Salsabila biasa dipanggil Rara adalah sosok gadis polos, sederhana dan kekanakan. Dia jatuh hati pertama kali pada Tian, sosok pria yang membuatnya iri karena Tian mempunyai kelebihan yang menjadi kelemahannya.
Namun ternyata cintanya itu membuat kecewa. Tian tidak seperti yang diharapkan gadis tersebut. Tian ternyata diam-diam sosok playboy yang mempunyai banyak wanita.
Semenjak itu Tiara tidak bisa mempercayai yang namanya laki-laki. Tiara berubah dratis dan melindungi dirinya sendiri. Hingga datang seorang pria yang dengan tulus mencintainya. Bahkan melamarnya, Namun pria tersebut tidak lain adalah dosen killernya. Dosen yang selama ini membuat Tiara kesal, emosi bahkan menangis karenanya. Akankah Tiara percaya dengan cinta sang dosen? Dan menerima lamarannya? Baca kisahnya di Lentera Cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arti Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehilangan
Setelah selesai acara, Tiara memandang keseluruh penjuru ruangan. Namun Dia tidak menemukan wajah pria berkacamata tersebut. Tiara mengambil handphonenya. Dia mencari kontak suaminya yang masih bernama dosen killer.
Hasan masih diruangannya, ketika sebuah dering handphonenya berbunyi.
" Assalamualaikum," Suara Tiara.
" Wa'alaikumsalam,"
" Mas dimana?"
" Diruangan dosen," Sahut Hasan.
" Kamu sudah selesai?" Hasan tanya balik.
" Iya Mas, "
" Kalau begitu, tunggu Mas dimobil."Pinta Hasan. Pria itu pun segera bersiap-siap, untuk segera keluar dari ruangan.
Hasan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan, menuju gedung parkiran diseberang kampus. Sambil sesekali menjawab teguran-teguran para mahasiswanya.
Siang itu matahari masih terik, Hasan berlari-lari kecil, agar segera sampai diparkiran. Takut gadis itu kelamaan menunggunya.
Gadis itu terlihat sudah menunggunya. Hasan buru-buru membuka pintu mobilnya.
" Maaf, lama." Ucap Hasan seraya membukakan pintu mobil.
Tiara langsung berhambur masuk ke mobil hitam tersebut. Hasan tersenyum melihat tingkah istrinya tersebut. Perjalanan siang ini terlihat sangat padat. Beberapa kali Mereka terjebak macet. Saat itu pula handphone Hasan berdering.
" Segera ke rumah sakit. Ayahmu kembali kritis." Suara dokter Handoko to the point.
" Baik." Jawab Hasan, pria itu langsung memutar arah tujuan.
" Ada apa mas?" Tanya Tiara.
" Abi kritis kembali." pikiran Hasan jadi tidak menentu. Belum sempat Ia mengurus bukti-bukti kejanggalan sebelumnya. Kini ayahny kembali kritis. Pria itu melajukan kecepatan mobilnya melebihi rata-rata. Tiara berdzikir, Pria tersebut tidak memperdulikan bunyi klakson mobil lainnya. Dipikiran pria tersebut, hanya secepatnya bisa sampai dirumah sakit.
Begitu selesai memarkirkan mobilnya dihalaman rumah sakit. Hasan dan Tiara langsung bergegas ke kamar Pak Setiawan dirawat. Namun Mereka terkejut, Bu Lili sudah berada di rumah sakit juga.
Dokter Handoko dan lainnya terlihat masih sibuk menangani Pak Setiawan. Hasan hanya bisa terdiam dan berdoa dalam hati. Semoga Ayahnya baik-baik saja.
Sambil duduk diruang tunggu, Hasan terus berdoa. Begitu juga Tiara. Sedangkan Bu Lili terlihat harap-harap cemas. Ketika dokter Handoko keluar, Hasan segera berdiri untuk menemuinya.
" Bagaimana keadaan Ayah Saya dok?"
" Kami sudah berusaha, San. Namun hemodialisisnya gagal, dan Ayahmu mengalami pembekuan darah."
Hasan langsung berlari masuk ruangan tersebut, Tiara pun mengikutinya.
" Abi, bertahanlah! Apapun yang Abi inginkan, Hasan akan berusaha mengabulkannya."
Pak Setiawan benar-benar pucat pasi, karena tidak ditransfusi darah. Hanya cairan infus dan hefarin yang masuk ke tubuh pria separuh banyak tersebut. Masih dengan terbaring. Pak Setiawan meraih tangan Hasan.
" Jaga Tiara baik-baik, apapun yang terjadi. Dan bross... ," Belum selesai kalimat yang ingin diucapkan. Pak Setiawan terengah-engah. Dengan mata berkaca-kaca, Hasan menalkinkan kalimat syahadat yang diulang oleh Ayahnya tersebut.
Tak lama setelahnya tubuh Pak Setiawan melemah.
" Abi! Bertahanlah! Kumohon!" Namun Ayahnya tetap diam. Sekeras apapun Hasan memanggilnya, Ayahnya tetap terdiam.
Dokter Handoko masih tampak mengecek kedua mata Pak Setiawan dengan senter kecil, lalu memeriksa denyut nadi.
Layar kecil itu mendadak bergaris lurus dan membunyikan suara.
" Innalilahi wa innailaihi roji'un." Ucap Pak Handoko.
Tepat pukul 15.00 Pak Setiawan meninggal dunia. Hasan terasa lemas. Serasa separuh raganya pergi. Sedangkan Tiara tak tahu apa yang harus dia lakukan, selain mensupport Hasan. Agar pria tersebut tidak merasa sendiri. Tatapan mata Hasan masih terlihat kosong.
Kini dengan mata kepalanya sendiri, ayahnya sudah terbujur kaku. Mata pria itu semakin berkaca-kaca. Matanya seperti ingin menangis. Bagaimanapun Hasan berusaha menjaga Ayahnya, faktanya kalau sudah jalanNYA, manusia hanya bisa ikhlas. Karena semua yang didunia ini hanyalah sebuah titipan. Yang akhirnya akan kembali lagi padaNYA, Pada pemilik aslinya, Sang Maha Pencipta.
Tiara langsung memeluknya. Gadis itu tidak bisa melakukan apa-apa juga. Selain hanya memenangkan suaminya tersebut. Gadis itu paham betul, Bagi Pria tersebut, ayahnya seperti separuh jiwanya.
" Sabar, Allah SWT berarti lebih sayang sama Abi. Abi sudah tidak merasakan sakit lagi. Mas harus ikhlas. Menangislah kalau ingin menangis mas, jangan menahannya," bisik Tiara. Gadis itu hanya berusaha menenangkan suaminya tersebut. Pria itu benar-benar meneteskan air matanya.
Sedangkan Bu Lili hanya menundukkan kepalanya, melihat Pak Setiawan telah tiada.
Ditengah kesedihannya, Hasan teringat akan bukti-bukti yang menyebabkan sakit Ayahnya semakin parah, bukti mengarah kepada Ibu sambungnya tersebut.
Namun Hasan bisa apa sekarang, Ayahnya sudah tiada. Segigih apapun Dia berusaha menyingkirkan wanita itu, kini sia-sia.
" Mas gagal," Gumamnya. Lalu menyeka air matanya dan melepaskan diri dari pelukan istrinya.
Tiara memegang kedua bahu Hasan,
" Mas tidak gagal, Semua ini sudah jalanNYA. Mas hanya harus ikhlas dan ridho dengan ketentuanYA." Tiara mengingatkan Hasan untuk tidak menyalahkan diri sendiri.
Tak lama kemudian, keluarga Hasan dan Keluarga Tiara datang dengan cemas. Hampir semua terlihat menangis. Tiara duduk bersebelahan dengan Kak Sifa. Sedangkan Hasan ditemani Aidan mengurus registrasi rumah sakit. Tian bersama Bu Lili, Sedangkan Dania bersama Ibu Nena. Dan pertama kalinya Tiara bertemu dengan Ibu kandungnya Hasan tersebut.
Pemakaman dilaksanakan hari itu juga. Dan hari itu menjadi hari berkabung bagi Hasan dalam hidupnya. Dimana ayahnya meninggalkan Hasan untuk selamanya.
Selama masa-masa berkabung itu, Kurang lebih sebulan, Tiara selalu menguatkan pria tersebut. Karena ada kalanya Hasan terlihat murung. Perlahan-lahan Hasan telah mengikhlaskan kepergian Ayahnya. Surat wasiat dibacakan, Dan saham perusahaan jelas dibagi dua dengan adiknya.
Tiara memandangi sebuah bross pemberian almarhum ayah mertuanya tersebut. Gadis itu bingung, kenapa bross itu diberikan padanya , Tiara lalu menyimpannya disebuah laci.
Tiara keluar dari kamarnya, Gadis itu turun menuju dapur. Lalu membuat secangkir kopi hangat kesukaan Hasan. Begitu sampai depan pintu ruangan pribadi kerjanya Hasan. Tidak lupa, Gadis itu mengetuk pintu.
" Masuk," Sahut Hasan.
Seperti biasa Hasan sibuk dengan laptopnya. Tiara langsung meletakkan kopi hangat tersebut diatas mejanya.
" Istirahatlah dulu," Ucap Tiara seraya menghampiri Hasan.
" Mas pasti capek banget kan, Rara pijitin ya," Suara manja Tiara terdengar ditelinganya, Tanpa menungggu persetujuan, Gadis itu langsung memijit-mijit bagian leher suaminya tersebut.
" Kalau sudah begini, pasti ada maunya." Ujar Hasan mengehentikan aktivitasnya.
Tiara hanya nyengir kuda. Pria itu sepertinya paham betul, terhadap kelakuan Tiara.
" Gak Kok, Rara hanya ingin mas jangan kasih detensi Rara kalau terlambat."Goda Tiara.
" Tidak bisa! Peraturan tetap peraturan!" Ucap Hasan tegas pada istrinya tersebut.
Pria itupun langsung menarik istrinya tersebut ke pangkuannya. Ditatapnya dalam-dalam wajah manis dan lugu itu. Tiara sudah merasa panas dingin dibuatnya. Namun ternyata Hasan menggendongnya dan mengeluarkan gadis tersebut dari ruangan pribadinya.
" Istirahatlah dulu di kamar, dan jangan ganggu kerjaan Mas," Ucap Hasan lalu menutup pintu ruangan tersebut.
Tiara menggerutu sendiri. Bisa-bisanya, Dia mempunyai suami sedingin kutub Utara seperti itu.
To be continued
Jangan lupa like dan komentarnya. terima kasih