Tak hanya mengalah dan memendam perasaan, dia juga rela bertanggung jawab atas kesalahan fatal yang dilakukan adiknya hanya demi menjaga perasaan wanita yang dia cintai dalam diam.
(Mohon baca setiap kali update! Jangan menumpuk bab, jangan lompat baca apalagi boom like. Retensi bergantung dari konsisten pembaca.🙏🙏🙏)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33. SAYANGNYA TIDAK BISA
Pandangan Kinan berkeliling mengindai setiap sudut ruangan Azka, yang ternyata lebih luas dari ruangan Raka. Mantan bosnya itu pernah bercerita jika perusahaan Azka lebih besarnya dari perusahaannya dan ternyata benar. Desain interior ruangan Azka juga lebih elegan.
Terlalu kagum dengan keindahan ruangan suaminya, Kinan sampai tak menyadari jika sejak tadi Azka tersenyum-senyum menatapnya.
Wanita hamil itu tersentak ketika tangannya di tarik, siapa lagi pelakunya jika bukan Azka. Pria itu mendudukkan tubuh istrinya di kursi kebesarannya. Kemudian melepas jas dan memakaikannya di tubuh sang istri.
"Wih, Ibu CEO cantik banget, cocok tahu kamu jadi CEO." Azka tersenyum lebar sembari mengacungkan dua jempolnya. Kinan tak hanya terlihat cantik tapi juga cocok menduduki kursi kebesarannya.
Kinan tersenyum tipis, baginya pujian Azka hanyalah bualan. Wanita sepertinya sama sekali tidak pantas menduduki kursi CEO yang hanya pantas untuk orang-orang berkelas.
"Gimana, kalau aku saja yang jadi sekretaris Abang?" Ucap Kinan. Saat diperjalanan dia memikirkan hal tersebut, selagi belum melahirkan lebih baik ia mengisi waktu senggangnya dengan menjadi sekretaris suaminya sendiri.
Namun, Azka Lang menggeleng dengan tegas. "Kalau ketahuan Mama, aku bisa dihajar." Ucapnya sembari memasang ekspresi ketakutan.
Kinan terkekeh. Semua menantu memang selalu mengharapkan mendapat ibu mertua yang penyayang, namun mama Flora terlalu berlebihan sayangnya.
"Ya jangan sampai ketahuan dong, sembunyi-sembunyi aja." Kata Kinan.
Azka tetap menggeleng, mama Flora punya mata-mata. "Cukup besok aja kamu jadi sekretaris dadakan aku, setelah itu kembali ke setelan awal. Emak emak rumahan," kata Azka sembari mengedipkan sebelah matanya.
Kinan menutup mulutnya menahan tawa, semenjak pindah Azka memang menjadikannya emak-emak rumahan. Suaminya itu lebih suka melihatnya memakai daster, dan saat memesan baju via online, Azka juga memintanya membeli beberapa daster ibu hamil dan dress untuk dipakai bila keluar rumah.
"Tapi aku boleh usul gak?" Ucap Kinan kemudian.
"Apa?" Tanya Azka.
"Kalau mau mencari sekretaris baru, mendingan yang laki-laki aja deh. Kalau ada yang jago berantem biar bisa sekalian jadi bodyguard Abang." Ujar Kinan.
Azka nampak berpikir, usulan Kinan ada benarnya juga. "Usulan kamu boleh juga,"
Kinan tersenyum, ia merasa senang Azka menyetujui usulannya. Sebenarnya ada maksud lain ia meminta Azka mencari sekretaris laki-laki, ia masih trauma dengan apa yang pernah terjadi padanya. Menurutnya memang lebih aman jika Azka memiliki sekretaris laki-laki, selain bisa menjadi pelindung Azka di waktu yang genting, juga bisa menghindarkan suaminya dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Sementara itu diluar ruangan, Raka bergeming menatap pintu ruangan kakaknya. Biasanya ia langsung masuk begitu saja, namun kali ini ia nampak canggung. Beberapa kali ia menghela nafas panjang lalu akhirnya menekan handle pintu.
"Bang Az," langkah Raka terhenti ketika membuka pintu, ternyata di dalam ruangan itu tak hanya ada kakaknya tapi juga ada Kinan. Tubuhnya mematung, ia seketika dilanda kebingungan antara ingin masuk atau pulang saja.
"Raka kenapa berdiri di situ, ayo masuk." Panggil Azka.
Raka terhenyak, dia mengatur nafasnya kemudian melangkah masuk. "Ini berkas Abang." Dia meletakkan berkas tersebut di atas meja kerja kakaknya.
"Kenapa bisa ada sama Kamu?" Tanya Azka bingung.
"Kebetulan saat aku baru sampai, ada kurir yang mengantarkan berkas itu. Jadi sekalian aku yang bawa." Jawab Raka.
Azka mengangguk paham, "Lalu, ada apa kamu kemari? Apa ada hal penting?"
Raka terlihat bingung untuk menjawab, dia melirik Kinan yang tampak sibuk dengan ponselnya. Mana mungkin ia bercerita di hadapan Kinan tentang duka yang menimpanya, bisa-bisa wanita yang pernah ia renggut kehormatannya itu akan menertawai penderitanya saat ini.
"Sepertinya Abang lagi sibuk, lain kali saja kita ngobrolnya." Akhirnya kalimat itu yang dipilih Raka.
"Tapi kalau yang mau kamu bicara juga penting, aku punya waktu." Azka menarik tangan adiknya menuju sofa.
"Bang, lain kali saja. Aku juga baru ingat kalau harus ke apotek beli obat buat Alesha." Raka beralasan, namun sebenarnya dia tidak berbohong. Tujuannya memang ingin ke apotek, namun menyempatkan datang ke perusahaan kakaknya untuk berbagi cerita tapi sayangnya ia urungkan karena ada Kinan.
"Oh ya, gimana kandungan Alesha sekarang, baik-baik saja kan?" Tanya Azka.
Raut wajah Raka mendadak mendung mengingat istrinya. Saat ia tinggal tadi, Alesha masih saja menangis. "Iya, Bang." Dia memaksakan tersenyum, terpaksa harus berbohong kali ini. "Kalau begitu, aku pergi dulu." Pamitnya.
Azka hanya mengangguk, ia menatap adiknya hingga hilang dari pandangannya. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Raka tadi.
Sementara Kinan langsung bernafas lega setelah Raka pergi. Jika bisa, ia tidak ingin lagi bertemu dengan pria itu. Namun, sayangnya tidak bisa. Raka akan selalu ada karena dia adalah adik Azka.
karena azka sudah berjanji akan merawat anak itu seperti anaknya sendiri dan kamu akan gigit jari