Kirana, gadis berusia 20 tahun yang baru saja menginjak semester tiga di kampusnya, ternyata sudah pernah menikah dan bercerai.
Rian, Dosen Fisika paling killer se-kampus yang biasanya hanya mengajar mahasiswa tingkat akhir dan S2, malah tiba - tiba menjadi dosen Kirana.
Siapa sangka, dosen killer itu adalah Rian yang sama yang pernah menikahi dan menceraikannya tiga tahun yang lalu.
Saat hatinya sudah mantap melupakan masa lalu, Kirana justru bertemu kembali dengan orang yang paling dia hindari selama ini.
Apakah Kirana masih mengharapkan cinta Rian?
Atau Kirana justru berpaling pada Radit, sang Ketua BEM yang menaruh hati padanya?
Mungkinkah Kirana justru bermain hati dengan Raka, mahasiswa baru dari luar negeri yang tiba - tiba jadi pacar pura - puranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hermosa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Sandiwara Kirana
Kirana tak menghiraukan jawaban Raka selanjutnya. Ia hanya berjalan ke ruangan Pak Rian dengan maksud untuk menemuinya.
‘Semoga saja belum ada dosen lain di ruangannya. Biasanya jam segini jadwal mengajar dosen lain.’, ucap Kirana dalam hati.
Kirana sudah memastikannya terlebih dahulu dari portal fakultas. Disana terdapat informasi jadwal mengajar para dosen.
“Masuk.”, tidak melupakan tata krama nya Kirana mengetuk pintu sebelum masuk.
“Hm.. ada apa?”, masih seperti biasanya, dia mengenakan earphone warna abu – abu dan duduk sambil membaca novel asing.
“Aku cuma mau ngucapin makasih, karena buru - buru kemaren aku nggak sempat bilang.”, ujar Kirana dengan bahasa informal karena mereka hanya berdua.
“Hn.. santai saja.”, jawab Rian datar.
“Sejujurnya aku heran sama kamu. Kamu kembali bersikap baik ke aku setelah sekian lama. Buat apa?”, tanya Kirana dengan berani.
Orang yang menjadi lawan bicaranya hanya diam sambil membalik lembaran novel selanjutnya.
“Tapi sekarang aku udah pacaran. Dan perlu aku tegaskan lagi, hubungan kita sudah berakhir sejak 2 tahun yang lalu. Jadi, seperti yang kamu juga pikirkan. Jangan berharap ada hubungan lagi diantara kita.”, ucap Kirana tegas.
“Kamu bener pacaran sama Raka?”, tanya Rian seolah ingin memastikan, tapi nada bicaranya datar.
‘Tidak. Dia seperti meremehkan aku atau jangan - jangan mengkhawatirkanku?’, tanya Kirana dalam hati.
“Gimana kamu bisa tahu?”, tanya Kirana.
Dia hanya mengatakan kalau dia sudah memiliki pacar. Tapi, dia belum memberitahukan identitasnya. Kirana bingung bagaimana Rian bisa mengetahuinya.
“Kalo kamu masih nganggep aku, lebih baik kamu jauhin Raka. Dia bukan laki - laki yang baik untuk kamu pacari. Masih banyak yang lain.”, kata Rian.
Kali ini pria itu menoleh pada Kirana sebentar lalu kembali lagi ke novelnya.
“Terserah aku.”, jawab Kirana membantah.
“Kamu masih manggil aku-kamu saat berkomunikasi dengan saya. Aku cuma ngerasa kita ngebohongin diri kita sendiri selama ini. Bukankah begitu?”, entah ada angin apa, Rian tiba - tiba kembali serius.
“Mungkin cuma perasaan kamu aja. Aku nggak ngerasa gitu. Kalo kamu nggak suka dengan cara aku manggil kamu. Aku bisa ganti secepatnya. Permisi, Pak.”, tanpa basa -basi Kirana langsung keluar ruangan.
“Kalau bisa, jangan ciuman kampus. Aku rasa kamu tahu gimana jadinya kalo ketahuan dosen atau pihak fakultas.”
Kirana berhenti sejenak, meskipun dia terkejut, Kirana terus berusaha untuk menyembunyikannya dan kemudian memutuskan untuk pergi.
‘Dia bahkan terlihat tenang. Apa sebenarnya dia nggak pernah suka sama aku. Dia selalu aja ngasih perhatian abu - abu ke aku. Apa dia bener - bener nganggep aku cuma sebagai adik? Bahkan sejak 3 tahun yang lalu?’, tanya Kirana sendu dalam hati.
--------------
“Apa kita cuma bakal ngadain dansa doang di ending-nya ? Arghhh dana tiba – tiba dihentikan. Gimana gue bisa nge-handle bagian ending-nya.”
“Teaser juga udah di sebar ke fakultas lain. Dan disana juga udah dikasih pengumuman kalo bakal ngundang band terkenal. Mana entar delegasi kampus lain juga datang. Mau ditaruh dimana muka gue.”, Kirana frustasi.
“Gimana kalo gini aja, Ran?”, masing - masing panitia mengusulkan Plan B acara mereka.
“Duh... Kayaknya kalo gini ceritanya, gosip yang bilang Radit nembak Fay cuma buat dapetin donatur acara bisa jadi benar.”
“Hushh jangan ngomong sembarangan, gue nggak gitu srek ama Radit, tapi nggak gitu juga caranya. Gimana - gimana dia ketua BEM kita juga.”, Kirana menengahi sebelum pembicaraan mengacu ke arah yang salah.
“Lagian Radit juga masih belom dateng.”
“Tuh dia depan pintu.”, jawab Kirana setelah melihat tubuh tinggi Radit mencuat dari balik pintu kafe.
“Sori gue telat.”, Radit langsung menghampiri dan meminta maaf pada anggota yang lain.
Sementara beberapa anggota yang baru datang sehabis memesan makanan langsung mengalihkan pembicaraan ke hal yang ingin Kirana hindari sebisa mungkin.
“Nah ini dia, yang baru jadian diem - diem aja. Nggak pada mau traktir kita - kita. Sekaligus ngerayain bergabungnya Raka di kepanitiaan kita.”, salah seorang panitia bidang konsumsi bernama Syakila membuka topik baru.
“Bener - bener secara kan bule banyak duit tuh.”, Benu, panitia operasional juga kembali menimpali.
“Udah hampir seminggu gue masuk kenapa baru minta traktir sekarang.”, jawab Raka setengah bercanda.
“Momennya harus dicari yang tepat dong, nah kebetulan kantong gue lagi kering nih.”, jawab salah seorang panitia sambil mengeluarkan semua saku celana dan kemeja sekolah yang dia punya.
“Oke, oke. Gue traktir makan deh. Sekarang lo bisa pesen apa aja.”
“Raka, lo serius?”, Kirana terkejut dengan tanggapan Raka yang terkesan santai.
“Tenang aja, Ran.”
‘Nih orang, dia kira gue mikirin dia apa, kalo dia mau traktir, berarti gue juga di traktir kan? Mampus lo.. Gue mau pesen yang banyak.’
“Cieeee.... ada yang udah mulai manggil dengan panggilan ‘sayang’ nih sekarang.”, Kirana hanya bisa terdiam, yang jelas dia bisa makan sepuasnya malam ini. Thanks to Raka super songong. Pikirnya dalam hati.
Rapat berlangsung lancar, beberapa masalah terkait dana bisa terselesaikan dengan baik karena Radit tetap ingin menjalankan konsep acara sama seperti sebelumnya. Dia yang bertanggung jawab mencarikan kekurangan dana, mungkin kesempatan ini juga ingin digunakan Radit untuk meluruskan kesalahpahaman terkait hubungannya dengan Fay.
Radit yang sedari tadi memandang kesal ke arah Raka yang mendapatkan begitu banyak sambutan hangat mulai beringsut pamit untuk pulang lebih dahulu. Sepertinya suasana hatinya sedang tidak baik.
“Thanks. Gue ada urusan.”, kemudian tak lama suara deru motornya melaju meninggalkan kafe. Yang lain tidak begitu mempedulikannya. Tapi ada satu panitia yang berceloteh membuat Kirana tidak nyaman.
“Ada satu orang yang cemburu ni...”, Dia sepertinya teman baik Radit, lebih tepatnya orang yang ke mana – mana selalu bersamanya.
Raka benar – benar gila, ia mentraktir dan membiarkan orang – orang itu menguras habis isi dompetnya. Meskipun mungkin dia tajir, tapi ini sama aja dengan buang - buang uang namanya. Kenapa dia tidak sekalian saja menjadi donatur acara.
‘Memikirkan sikap Radit yang tidak seperti kemarin, membuatku kurang nyaman. Kasihan jika dia harus kerja sendiri mencari donatur. Kedengarannya aku juga mempercayai bahwa alasan Radit memacari Fay adalah dana acara BEM dia.’
“Mungkin aja enggak.” Kirana menggelengkan kepalanya.
“Lo kenapa?”, Raka yang melihatnya langsung bertanya heran.
“Enggak, cuma pengen balik aja kalo urusan di sini udah kelar.”
Raka mengantarku pulang seperti sebelumnya. Tapi berbeda dengan yang dulu. Ini masih belum terlalu larut. Mama yang melihatku diantar pulang oleh seorang laki – laki tentu langsung mencercaku dengan berbagai macam pertanyaan.
“Kamu udah punya pacar, Na?”
“Ya ampun , akhirnya putri mama yang menghabiskan seluruh hidupnya dengan status jomblo punya pacar juga. Anak mana?”
“Dia bukan pacar aku kok ma.”, Berbeda dengan yang lain, Rana memang tak bisa membohongi mamanya. Lebih baik jujur dari awal untuk orang – orang terpenting dalam hidupnya.
“Kalau bukan pacar kenapa dia mau nganterin kamu pulang? Mama tahu, masih dalam tahap PDKT ya?”
“Ih mama, nggak kok. Dia itu cuma temen satu kepanitiaan, tadi di dalam mobilnya juga masih banyak yang lain kok, cuma emang aku yang rumahnya paling jauh jadi aku diantar belakangan.”
Mamanya masih memasang tampang tak percaya.
“Ma, aku tadi udah makan. Jadi abis mandi aku langsung tidur. Mumpung lagi nggak ada tugas.”
“Tuhkan udah makan malam bareng. Nih Anak emang pinter banget bohong ya sama mama.” Entahlah, biarkan ibundanya berspekulasi sendiri, pikirnya.
Tak lama ponselnya kembali berdering. Dari Raka, dalam hati ia berfikir. Mau apa lagi nih orang nelpon – nelpon. Inginnya tak diangkat, tapi dia merasa tidak enak.
“Hai my sweety girl.”
“Nggak usah sok akrab.”
“Oke, gue cuma mau ngecek kalo nomor ponsel lo yang buat nelpon gue kemaren adalah punya lo pribadi.”
“Nggak itu punya badak.”
“Berarti lo badak dong.”
tutututuututtttttttt
Kirana capek berurusan dengan orang macam Raka. Ia memilih untuk mematikan ponselnya dan mengeluarkan baterainya. Kemudian mandi.
Aq n readers lain bnr" kcewa berat nie
udah nunggu stgh tahun kyknya...
hihiii wkwkwk
ayo thor kirananya cpt2 dikasih hidayah
aqu pusinggg lht ego Rana..
lbh pusingggg lg nunggu kak. mosa nih..
up nya luamaaaaaaaa🤭🤣