NovelToon NovelToon
Istri Dadakan

Istri Dadakan

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Ibu Pengganti / Aliansi Pernikahan / Keluarga / Romansa / Tamat
Popularitas:446.9k
Nilai: 5
Nama Author: slwarulla

Siapa sangka, Annisa yang memiliki keinginan untuk menikah di usia tiga puluh tahun. Harus tiba-tiba menikah di usia dua puluh satu tahun dengan seorang duda beranak satu lagi!

Annisa tahu ini salah dirinya, karena panik saat orang tuanya memilih untuk menjaminkan dirinya dengan rentenir. Dia nggak mau menikahi rentenir tua itu untuk menutupi hutang kakaknya.

Tapi ... akibat kecerobohannya, kini dia sudah menikah. Apa yang harus Annisa lakukan? Apakah dia bisa menjadi istri yang baik? dan .. bagaimana dengan suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon slwarulla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berusaha Jadi Yang Terbaik

Bram pura-pura berdeham dan mengetuk pintu kamar Annisa. Perempuan itu langsung panik dan berakhir berdeham juga. berharap suaminya itu nggak mendengar perseteruan dia sama ibunya di telepon. Annisa hanya nggak mau menambah masalah saja. Ditambah, dirinya baru memiliki hubungan yang baik sama Bram.

"Ada apa, mas? Kamu butuh sesuatu?"

Bram terlihat salah tingkah dan mengusap tengkuknya, canggung. Ia menyengir sambil menatap Annisa membuat Annisa jadi bingung sendiri dan membalas dengan tatapan bingung.

"Eh ... ini maksudnya gimana?"

Bram semakin salah tingkah melihat Annisa yang menatap lekat-lekat dirinya. “Ehm itu ... kamu cantik.”

“Hah?” Annisa semakin panik mendengarnya.

Ia berusaha mati-matian menahan diri untuk nggak memekik, walau dalam hati rasanya Annisa tidak tahu harus apa selain berteriak kencang. Mendengar pujian yang hampir sepenuhnya dia hidup di dunia ini yang nggak pernah di dengar membuat Annisa benar-benar bahagia. Terlebih orang yang memujinya adalah orang yang beberapa hari terakhir memenuhi relung pikiran dan jiwanya.

“Nggak salah kan kalau saya muji kamu?” ucap Bram lagi berusaha tenang. “Tadi saya belum sempat muji kamu karena kaget dengan penuturan Rama yang bilang kamu ini nggak jujur. Makanya, sekarang saya mau ngomong kalau kamu terlihat sangat cantik dan pas dengan pakaian yang saya kirimkan. Kamu menyukainya?”

Annisa menoleh ke arah almari, di sana baju yang tadi ia kenakan sudah di gantung.

Perempuan itu tersenyum dan mengangguk, “suka ... aku bener-bener suka. Makasih ya mas, karena udah kasih hadiah yang indah ke aku. Padahal aku bener-bener nggak berharap apa-apa karena baju yang ada di lemari aja cukup bagus kok,” dusta Annisa.

“Tidak Annisa ... saya baru sadar kalau selama menikah dengan kamu, saya nggak pernah ajak kamu belanja. Kamu nggak pernah beli kebutuhan kamu. Jadi, sepertinya nanti wekeend saya akan luangin waktu untuk ngajak kamu sama Rama belanja. Gimana?”

“Terserah mas saja.”

Bram kembali diam, bingung ingin bertanya apa. laki-laki itu masih penasaran dengan apa yang tadi dia dengar. Tapi, rasanya Bram sungkan untuk bertanya ke Annisa. Dia takut kalau dengan bertanya malah menyinggung perempuan itu. Nggak cuman itu saja, Bram juga takut kalau Annisa merasa dirinya berlebihan dengan bertanya tentang pemahaman perempuan itu.

“Annisa,” panggil Bram pada akhirnya membuat Annisa yang sejak tadi menunduk langsung mendongak.

“Iya?”

“Apa nggak ada keluhan yang ingin kamu ceritakan ke mas?”

Annisa menelan saliva, perempuan itu benar-benar sangat kikuk. Takut kalau Bram memang mendengar pembicaraan dia di telepon. Dengan gugup Annisa menggeleng dan malah tertawa canggung.

“Enggak ... nggak ada keluhan sama sekali, memangnya kenapa?” tanya Annisa balik. “Kamu sama Rama udah banyak ngasih hal terbaik untuk aku. Jadi, aku nggak punya keluhan sama sekali. Kalian udah benar-benar sangat hebat banget. Aku nggak mampu untuk mengeluh lagi,” jawab Annisa yang pura-pura nggak paham sama pertanyaan dari Rama.

“Bukan tentang saya atau Rama, tapi tentang kehidupan kamu.”

Bram mengajak Annisa masuk ke dalam kamar perempuan itu dan mereka duduk di karpet yang ada di sana.

Dengan hati-hati Annisa duduk di samping Bram.

“Maksud mas?”

“Seperti yang pernah saya singgung sebelumnya, kalau saya kurang banyak mengenal kamu. Jadi, saya kurang tahu masalah yang kamu hadapi. Jadi, kamu ada keluhan kah tentang hidup kamu? Entah dari keluarga kamu. Semuanya ... saya harap, kamu bisa cerita semuanya sama saya. Karena saya nggak akan diam saja kalau ternyata kamu memiliki masalah.”

Degh!

Jantung Annisa langsung berdegup sangat cepat. Pikirannya langsung berkelana ke keinginan sang ibu yang menginginkan uang dengan jumlah besar. Tapi pemikiran kalau dia bukan siapa siapa di hidup Bram, membuat Annisa menggeleng.

Dia nggak boleh mengambil kesempatan, itu yang Annisa tanamkan ke dirinya.

Akhirnya Annisa hanya menunduk dan menggeleng kecil.

“Annisa, kamu harus paham kalau saya ini suami kamu. Kalau ada masalah apa pun. Kamu bisa cerita sama saya. Mungkin kalau saya pernah membuat kamu takut, saya janji akan berubah. Bukan kah itu yang pernah saya bilang? Jadi ... kalau ada apa-apa jangan sungkan buat bilang sama saya.”

“...”

“Walaupun begini, saya ingin menjadi suami yang baik untuk kamu dan ayah yang baik untuk Rama. Saya nggak mau membuat semua orang jadi tersiksa karena ulah saya. Saya ingin melakukan yang terbaik. Jadi ... tolong kerja samanya.”

Annisa menggigit bibir bawahnya.

Perasaan perempuan itu jadi campur aduk, meski begitu dia mengangguk.

“Maaf ya mas, karena aku masih belum bisa terbuka sama kamu,” ucap Annisa pada akhirnya yang cukup di maklumi sama Bram. “Mungkin aku akan mulai belajar untuk bisa terbuka sama kamu. Tapi, aku nggak bisa janji. Ya ... tapi aku bakalan terus mengusahakan diri.”

“Ya sudah, saya nggak bisa bilang apa-apa sama kamu. Saya hanya berharap kalau kamu bisa terbuka. Begitu pun dengan saya, kalau ada apa-apa yang mengganggu hati saya. Saya akan terbuka sama kamu. Saya janji.”

Bram berdiri dan mengusap lembut rambut Annisa.

Hati perempuan itu berdesir, meski nggak sanggup untuk menata wajah Bram secara langsung.

“Ya sudah, saya pamit lebih dulu. Kalau ada apa-apa, panggil saya saja ya.”

“Iya mas ...”

Annisa melihat kepergian suaminya. Begitu suaminya udah cukup jauh di depan sana, dengan cepat Annisa berdiri dan menutup pintu kamarnya dengan pelan. Annisa berbalik dan memegang dadanya yang masih berdegup cepat.

Napas Annisa langsung memburu, ia menghembuskan napas perlahan.

“Ya ampun ... untung aja mas Bram, nggak nanya lebih lanjut,” gumam Annisa dengan pelan. “Semoga mas Bram memang nggak sadar sama pembicaraan aku ke ibu. Karena aku nggak mau, mas Bram berpikir kalau aku ini keluarga yang hanya manfaatin dia aja. Aku nggak mau sama sekali.”

Annisa mencengkram kuat tangannya dan tersenyum tipis.

“Aku beneran seneng banget karena mas Bram mau berubah, meski begitu aku harus minta maaf  sama mas Bram, karena aku malah mengundurkan diri karena gini,” gumam Annisa dengan pelan. “Maaf ya ams Bram, karena aku masih nggak bisa terbuka sama kamu ...”

***

Sementara itu,

Sepeninggal dari kamar Annisa, Bram langsung mengunci pintu kamarnya. Ia cari ponselnya untuk menghubungi nomor ibu Annisa. Untuk beberapa saat, tidak ada yang menjawab membuat Bram sedikit kesal. Baru pada panggilan ke lima, ibu Annisa mengangkatnya.

/Tumben sekali nih, ada apa menantu ibu?/ sapa ibunya Annisa tanpa mengucapkan salam sama sekali.

“Assalamualaikum, Bu. Maaf kalau saya mengganggu waktu ibu di sore hari begini.”

/Tidak ada yang mengganggu sama sekali, jadi ... ada apa kamu menghubungi ibu? Apa Annisa udah bilang ke kamu permintaan ibu ya? Nah jadi ... ibu beneran butuh uang segitu, nak. Ibu nggak bohong. Kalau kamu masih nggak percaya, kamu bisa datang ke sini dan dengar sendiri janji dari tetangga kami ini./

Bram menelan saliva.

Dia sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi.

“Maaf bu, ini sebenarnya ada apa ya? Karena Annisa belum bilang apa pun sama saya dan saya menelepon juga pure karena pengin dengar kabar ibu. Setelah beberapa bulan dikirimin uang atau setelah rumah itu selesai di bangun, saya sama sekali nggak pernah mendengar kabar ibu,” ucap Bram dengan maksud menyindir. “Jadi saya tidak tahu ibu dalam kondisi baik-baik saja atau enggak. Karena ... hubungan ibu sama Annisa juga sepertinya kurang baik ya?”

/Kamu pasti mendengar seusatu yang buruk tentang ibu dari anak itu ya?/  ucapan yang terdengar mengomel membuat Bram terdiam. /Anak itu pasti sudah mengatakan yang buruk tentang ibu. Dasar anak tak tahu di untung! Kamu jangan pernah percaya sama omongan Annisa. Karena dia memang nggak suka sama ibu./

Bram berdeham, pura-pura nggak mengerti.

“Maksud ibu, bagaimana ya? Masa ada anak yang nggak suka sama ibunya sendiri dan malah mengatakan yang buruk tentang ibunya sendiri?”

/.../

“Jadi ... aku rasa, Annisa nggak mungkin mengatakan sesuatu yang buruk tentang ibu.”

/Kamu belum mengenal Annisa dengan baik! Sebenarnya saya bingung sama kamu, kenapa mau menikahi perempuan buruk rupa yang nggak bisa apa-apa kayak Annisa. Padahal masih banyak perempuan yang jauh lebih sempurna di luaran sana dan di antara mereka semua, kenapa kamu malah milih anak saya./

Bram memejamkan mata.

Laki-laki itu bersumpah untuk menyimpan sendiri omongan jahat mertuanya ini.

Karena, di saat ia bukan anaknya saja. Bram sangat sakit hati mendengar penuturan ibunya Annisa. Apa lagi Annisa sampai tahu apa yang dibilang sama ibunya itu.

“Bu ... kenapa ada seorang ibu yang mengatakan buruk tentang anaknya sendiri?” tanya Bram yang membuat ibunya Annisa langsung mengelak di seberang sana. “Di sini saya memang jarang mendengar nama ibu yang keluar dari mulut Annisa. Tapi Annisa sama sekali nggak pernah tuh mengatakan sesuatu yang buruk tentang ibu, kalau saya bertanya tentang ibu. Jadi, kenapa ibu malah mengatakan yang buruk tentang anak ibu sendiri?”

Suasana benar-benar langsung hening.

Untuk sesaat Bram tidak mendengar apa-apa, sampai dia memanggil ibunya Annisa dan ibu Annisa menyahut dari seberang sana.

“Sudah lah ... saya akan langsung ngomong langsung sama ibu. Jadi, tadi saya nggak sengaja denger kalau Annisa lagi ada masalah ya sama ibu? Tapi saya tidak berani bertanya sama Annisa. Karena apa? karena anak ibu benar-benar kelihatan murung setelah telepon itu brakhir. Jadi, saya nggak mau membuat Annisa sedih lagi. Makanya saya lebih memilih bertanya sama ibu. Jadi ... apa yang terjadi di sini bu? Dan kenapa Annisa bisa kelihatan sedih kayak gini?” tanya Bram dengan sedikit terpaksa.

/Ck ... padahal bukan masalah besar. Saya cuman mau mobil. Kamu tahu kan kalau tetangga di sini pada mempertanyakan pernikahan Annisa, mereka bilang kalau Annisa hamil di luar nikah atau Annia menikah dengan pria tua yang kaya raya. Tapi ... dari pada itu semua, ibu beneran kesel sama mereka yang masih meragukan kekayaan ibu./

Bram memejamkan mata.

Jadi, sumber masalah ini karena uang?

Dia terus mendengar seruan ibu mertuanya yang benar-benar terdengar sangat menggelikan di telinga Bram.

/Semua orang nggak percaya kalau sekarang ibu sama bapaknya Annisa udah punya banyak uang, karena di rumah kami nggak ada mobil. Ya, ibu nggak terima dong kalau mereka remehin ibu kayak gini dan kebetulan di dekat sini, ada arisan mobil gitu. Jadi nanti bakelan dapat mobil yang mahal deh. Ibu nggak tahu mereknya./

“Okei ... terus?”

/Ya ... arisannya nggak lama kok, cuman sepuluh bulan doang. Nah, tiap bulannya nanti di suruh bayar lima puluh juta dan dari kemarin ibu udah nelepon Annisa untuk minta uang segitu. Tapi Annisa malah nolak. Dia memang pelit./

“...”

/Pasti kan Annisa dapet uang banyak dari kamu. Tapi dia malah pelit banget dan nggak mau kasih ibu sepeser pun uangnya. Makanya ibu marah. Kamu pasti paham kan perasaan ibu? Ibu udah membiayai hidup Annisa dari bayi tapi cuman minta sedikit aja. Masa dia nolak. Kamu pasti paham sama kekesalan ibu./

“Bu ... uang lima puluh juta tuh nggak sedikit,” ucap Bram pada akhirnya dengan perasaan kesal yang sangat menggebu. “Mungkin segitu bagi ibu, sedikit. Tapi tidak bagi kami yang mencari uang dengan susah payah. Tapi balik lagi, karena aku nggak mau Annia jadi sedih karena terus kepikiran sama masalah ini. Aku mau membayar itu semua. Jadi, berapa yang ibu butuh kan? Mau saya belikan langsung saja? biar ibu cari mobil yang ibu suka dan saya yang beli lalu mengirim nya langsung ke sana?”

/JANGAN! Ibu udah janji sama tetangga ibu ini. kalau sampai ibu bohong dan ingkar, yang ada mereka malah menertawakan ibu. Biar ibu ikutan arisan ini aja. Kamu tinggal kirim uang lima puluh juta tiap bulannya ya .../

“Ya sudah kalau memang itu yang ibu mau ...”

/Bram ... tapi—

“Kenapa lagi, Bu? Ibu masih butuh sesuatu?”

/Uang lima puluh juta ini di luar uang bulanan yang biasa kamu kirimkan kan? Karena ibu nggak bakalan cukup kalau pemasukan per bulannya kamu kurangin./

Ini yang membuat Bram dari dulu membenci orang yang tergila-gila sama uang.

Dan entah kenapa,

Sampai detik ini ia memiliki dua istri, yang artinya dia memiliki dua mertua. Tapi dua duanya malah gila pada uang. Meski begitu, Bram menarik napas dalam. Berusaha menyabarkan diri.

“Ibu nggak perlu khawatir sama sekali, karena uang bulanan akan tetep seperti biasa di kirim dan uang lima puluh juta akan tetep masuk. Semua itu akan saya berikan, dengan syarat tertentu pokoknya ...”

/Iya ... apa yang kamu butuhin? Bilang saja, karena kamu udah baik, nggak seperti Annisa. Maka ibu bakalan wujudin apa pun yang kamu mau./

“Saya nggak minta banyak, saya harap ibu nggak buat Annisa sedih lagi. Karena banyak hal yang Annisa lalui di sini dan saya nggak mau membuat Annisa semakin sedih. Karena Annisa nggak pernah mau cerita kalau ada masalah. Jadi, kalau ada apa-apa ibu bisa bilang sama saya. Telepon saya langsung. Terutama yang berhubungan dengan uang. Jangan minta ke Annisa dan jangan pernah mengatakan hal yang buruk ke Annisa lagi.”

/Ah ... hanya itu saja. Gampang kalau itu mah, kamu nggak usah khawatir. Asal uang lancar dan kamu nggak lupa sama lima puluh juta. Ibu nggak akan jahat sama Annisa./

“Ya sudah mulai bulan depan, akan saya kirimkan uangnya. Saya pamit dulu ya, bu ...”

1
norah selen
terlalu lembut hati kmu Bram sama Anissa walaupun dia bukan ibu tapi kmu berhak bertegas enggak terlalu lembut hati
norah selen
lembab enggak besus ngatasi masalah gituan Coba tegas dikit
norah selen
siapa lagi Zarina Thor?
Sus Susyla
nama momy ko jd banyak
Sus Susyla
ada zaina... /Scream//Scream//Scream//Scream/
Sus Susyla
kata y meninggal habis melahirkan.. ada lg meninggal y karena kecelakaan.. gmna sih
Achmad Rozi
Luar biasa
Siti Bunaenah
klu dlm kehidupan nyata ..gak mungkin laah thor langsung diganti tuh uang warga yg ditipu..paati ditanya dulu sipenipunya
Widi Astuti
Luar biasa
Holipah
lanjut kak
Holipah
maksudnya kakak nya suka sesama jenis
Lengkara
wah
Lengkara
bagus
Made Yogi
ceritanya mbulet
ByngnHtm
dari dlu suka banget ama laki yg perhatian ke bini pas hamil, bahkan didunia nyata yg ane alami pun seneng bgt liatnya.Bahkan kalo temen / orang lain yg berusaha ngabulin ngidam istri ane semangat ikutan bantu ntah knp seneng bgt klo sesi repot pas perhatiin bini hamil hehehe 😅
Pak Andes
Kecewa
Mbr Tarigan
ini manusia atau mammon TDK ada orang tua sejahat ini dimuka bumi ini tapi ini cerita ya boleh2 saja kapan s i Bramnya bertindak jgn lama2 pusing kepala saya membacanya
Munir Sirait
lanjut
Mbr Tarigan
orang mata duitan jangan diladeni terus Bram sampai kapanpun orang TDK punya hati TDK bisa berubah
Mbr Tarigan
biarkan ibumu yg sdh gila itu Anjsa biarkan kakakmu yg lesbian itu masukkan ke berita supaya semua orang tahu kelakuan Amira dan ibumu yg mata duitan pikirkan masa depanmu suami anak sambungmi keluargamu semua sdh gila maaf
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!