Jingga, Anak dari seorang konglomerat. Meninggalkan keluarganya demi menikah
dengan pria yang di cintainya.
Bukannya mendapatkan kebahagiaan setelah menikah, ia justru hidup dalam penderitaan.
Akankah Jingga kembali ke kehidupannya yang dulu atau bertahan dengan pria yang menjadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Licik Ambar
Nabila anak yang sangat baik, melihat wanita yang seusia dengan neneknya terjatuh tentu saja dia akan menolongnya. Ia pun membantu wanita paruh baya itu untuk berdiri dan membersihkan celananya yang kotor karena terjatuh di lantai tadi.
"Kenapa Nenek bisa terjatuh?" tanyanya sambil masih membersihkan pakaian Ambar.
"Nenek sudah tua, lantainya sudah licin dan nenek tadi kurang hati-hati," jawab Ambar.
"Kenapa tidak istirahat saja di rumah? Nenekan sudah tua, mengapa tak bermain bersama cucu Nenek saja," ucap Nabila di mana neneknya sendiri juga sudah jarang keluar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu dengannya, bermain bersama daripada mengerjakan pekerjaan rumah karena di rumah mereka ada banyak pembantu dan juga ada ibunya.
"Nenek tidak punya cucu, tidak punya anak, nenek tidak punya siapa-siapa, jadi nenek harus bekerja untuk bisa makan. Jika tidak bekerja dari mana nenek mendapatkan uang agar bisa makan, Nak," ucap Ambar mendramatisir kata-katanya agar terlihat menyedihkan di mata Nabila.
Nabila menatap kasihan pada Ambar, membuat Ambar semakin merasa senang, rencananya benar-benar berhasil. Umpan yang ditebarnya mampu menangkap target yang menjadi tujuannya yaitu menarik simpati Nabila agar mau dekat dengannya, tanpa adanya paksaan sedikitpun.
"Nabila, apa Nabila tak ingat siapa nenek?" tanya Ambar membuat Nabila pun menggeleng, sepertinya cucunya itu sudah melupakan dirinya mengingat mereka bersama saat usia Nabila masih 1 tahun.
"Apa sebelumnya Nabila pernah bertemu dengan Nenek?" tanya Nabila. Ambar juga menggeleng, belum saatnya ia mengatakan sebenarnya jika dia adalah nenek kandungnya. Akan ada waktunya untuk mengatakan semua itu dan juga mengatakan siapa ayah kandung Nabila sebenarnya dan di mana ia berada.
"Nenek dulu memiliki cucu yang sangat mirip dengan Nabila, nenek boleh menganggap Nabila sebagai cucu nenek?" tanya Ambar mengusap pipi cucunya itu, walau ia memiliki rencana jahat menemui kembali Nabila. Namun, Nabila tetaplah cucunya, ada rasa sayang dari lubuk hatinya. Ingin rasanya ia memeluk cucunya itu dan mengatakan jika dia adalah cucunya. Namun, ia harus sabar demi melancarkan apa yang sudah menjadi tujuannya.
"Tentu saja, Nek. Nenek bisa menganggap Nabila sebagai cucu Nenek. Oh ya, apa Nenek sudah makan?" tanya Nabila membuat Ambar pun menggeleng.
"Pekerjaan nenek masih banyak, nenek makannya setelah mengerjakan semua ini," ucap Ambar berbohong padahal ia baru saja makan. Namun, lagi-lagi demi agar Nabila merasa kasihan padanya dan mengambil simpati dari Nabila, ia melakukan segala acara termasuk berbohong.
"Ya sudah, Nenek tunggu di sini dulu ya," ucap Nabila kemudian ia pun berlari menuju ke kelasnya. Ambar yang sejak tadi memasang raut wajah sedih menghela nafas.
'Ternyata berakting itu tak semudah yang aku pikirkan,' gumamnya memijat-mijat rahangnya yang terasa pegal karena memaksa terus tersenyum dan memasang raut wajah sedihnya.
Tak lama kemudian Nabila kembali datang dan berlari ke arahnya, ekspresi Ambar kembali diubah se memelas mungkin, ia bisa melihat jika cucunya itu membawa kotak bekalnya.
"Nenek, ini untuk Nenek," ucapnya memberikan kotak bekal yang dimilikinya pada Ambar. Namun, Ambar malah menarik Nabila untuk duduk di sampingnya.
"Kita makan sama-sama, ya," ucap Ambar mulai menyuap Nabila dan mereka makan bersama.
Semenjak hari itu Nabila selalu membawa bekal makanannya dan menghampiri Ambar, ia akan makan disuapi oleh Ambar, terkadang Nabila juga meminta ibunya menambahkan bekal mereka dengan alasan ia makan bersama dengan temannya dan tanpa curiga Jingga membuatkan makanan dua orang untuk bekal Nabila.