Kanza Odelia terpaksa meninggalkan kekasihnya Adrian Miguel di altar sebab sehari sebelum pernikahan Kanza kehilangan kesuciannya karena jebakan dari kakak tirinya.
Bukan hanya itu, buah dari jebakan kakak tirinya itu Kanza akhirnya hamil, lalu terusir dari keluarganya sebab telah membuat malu karena hamil di luar nikah.
Kanza kira penderitaannya akan berakhir saat dia keluar dari rumah dan tak berurusan lagi dengan kakak tirinya. Namun sekali lagi Kanza harus berjuang demi bayi yang dia lahirkan yang ternyata tak sempurna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
J4lang
Kanza menatap rumah besar di depannya dengan mata yang penuh tekad.
Baru beberapa hari lalu Kanza berniat jika hari itu adalah terakhir kalinya dia datang kesana. Tapi, siapa sangka dia akan datang lagi bahkan belum sampai satu minggu berlalu.
Apa yang akan terjadi, terjadilah.
Dan Kanza rasa dia sudah muak dengan semua kesabarannya. Yang dia inginkan adalah hidup bahagia dengan anaknya. Dia tidak akan peduli apapun lagi.
Apa itu norma bahkan harga diri? Kanza tidak peduli lagi.
Akan dia lakukan apapun demi anaknya.
"Kau lagi?" tanya si penjaga.
Tak ada senyum dari bibir Kanza dia hanya menatap dingin. "Katakan pada Tuanmu, berapa dia berani membayarku?"
Si penjaga keamanan terdiam lalu mengeryit. "Apa maksudmu?"
"Sampaikan saja itu. Aku akan menunggu disini." Melihat wajah Kanza yang tak tersenyum sedikitpun si penjaga keamanan segera pergi mengambil ponselnya untuk menyampaikan apa yang Kanza ucapkan.
Kanza masih menunggu dengan mengepalkan tangannya erat, dia mencoba menghilangkan rasa takut di hatinya, karena menyerahkan dirinya pada seekor Singa. Dia bahkan baru saja di cecar oleh Mia karena pemikirannya ini.
"Kau gila? Kau akan menjual dirimu pada Tuan Daegan!"
Ya, dia akan menyerahkan dirinya pada Daegan. Entah berapa pria itu mau membayarnya. Asalkan anaknya bisa selamat. Kanza rela bekerja menjadi pemuas nafsu pria itu selama dia masih menginginkannya.
"Kanza kau bahkan masih sakit?"
"Aku sepertinya mati rasa, Mia. Aku tidak merasakan apapun lagi." Kanza bahkan meninggalkan kursi rodanya dan tetap pergi kesana tak peduli Mia meneriakinya.
Tak berapa lama Kanza berdiri disana pintu gerbang terbuka.
"Tuan sedang tidak di rumah. Tapi dia bilang kau bisa menunggu di dalam," ucap si penjaga.
Kanza mengerutkan keningnya. "Apakah lama? Aku tidak bisa menunggu lama." Tentu saja Kanza sedang terburu-buru sebab bagaimana pun kondisi anaknya tidak baik-baik saja.
"Aku tidak tahu."
"Bisakah aku menghubunginya?"
Penjaga keamanan menyerahkan ponselnya. Dimana dia menyambungkannya dengan Tarran.
"Hallo?" terdengar suara Tarran di seberang sana.
"Tuan Tarran, bisakah aku bicara dengan Tuan Daegan?"
....
Daegan sedang berkutat dengan pekerjaannya saat Tarran muncul membawakan ponselnya.
"Dari penjaga keamanan, Tuan," ucapnya dengan menyerahkan ponselnya.
"Apa pekerjaan rumah juga harus aku?" Daegan menaikkan alisnya.
Tarran mengerti apa yang Daegan maksud, menangani hal remeh temeh adalah pekerjaannya sebagai asisten, Namun saat ini bukan kuasanya untuk menangangi.
Yang Tarran dengar dari pengawal adalah Kanza menawarkan dirinya pada Daegan.
"Saya mengerti, Tuan. Tapi ini tengang Nona Kanza." Daegan mengerutkan keningnya lalu menerima ponsel yang Tarran sodorkan dan menempelkannya di telinga.
"Tuan, Nona yang datang itu menawarkan dirinya. Katanya berapa anda bisa membayarnya?" Daegan jelas merasa terkejut dengan apa yang penjaga keamanan itu katakan.
"Biarkan dia masuk. Aku akan datang," ucap Daegan.
Setelah mematikan sambungan telepon Daegan nampak berpikir.
Apa maksud Kanza mengatakan itu?
Gadis itu menawarkan apa? dirinya?
"Cari tahu apa yang terjadi di rumah sakit!" ucapnya pada Tarran dengan menyerahkan kembali ponselnya pada Tarran.
"Baik, Tuan." Disaat yang sama ponselnya kembali berdering dan Tarran kembali menerima panggilan tersebut.
"Hallo?"
"Tuan, Tarran bisakah aku bicara dengan Tuan Daegan?" Tarran menatap Daegan dan kembali memberikan ponselnya pada Daegan.
"Tuan bisakah kita bertemu sekarang? Ada hal penting yang harus aku bicarakan," ucap Kanza.
"Hal penting apa hingga kau repot kembali datang ke rumahku. Seharusnya kau bahkan masih di rumah sakit, bukan?"
"Aku mohon Tuan, aku akan lakukan apapun untukmu asalkan kau mau membantuku kali ini. Berapa kau mau membayarku aku akan menyerahkan diriku."
...
Kanza menunggu dengan gelisah di ruang tamu rumah Daegan, segelas minuman tersaji di meja namun dia menghiraukan dan menunggu pria itu untuk segera datang.
Berkali- kali Kanza melihat ke arah pintu namun dia tak juga melihat kedatangan Daegan.
"Permisi, bisa aku menumpang ke toilet?" tanya Kanza pada pelayan.
"Tentu, silakan, Nona ikut saya." Kanza mengangguk.
....
Daegan mengeryit saat memasuki gerbang rumahnya dia melihat sebuah mobil baru saja memasuki pelataran rumahnya.
Melihat Deby keluar dari mobil tersebut Daegan tak bisa tak mendengus.
"Untuk apa wanita itu datang?" tanya Daegan.
"Mungkin untuk membicarakan pesta ulang tahun Tuan Besar, Tuan."
"Cih, apa tidak bisa lewat telepon? Aku muak melihat wajahnya." Daegan turun dari mobil dengan mengibaskan jasnya.
"Daegan," panggil Deby saat melihat Daegan berjalan memasuki rumahnya.
"Mau apa kemari?"
"Aku benar-benar tidak boleh datang mengunjungi suamiku. Ke kantor tidak boleh, ke rumah pun tidak boleh?" Deby mengikuti langkah Daegan. "Wah, disini benar-benar lebih bagus dari rumahku." Deby menatap sekelilingnya.
"Dan sekarang rumahku ternoda karenamu."
Deby mendengus. "Aku baru berpikir apa kamu pernah membawa wanita ke rumah ini?" Daegan diam tidak menjawab.
"Aku datang karena undangan Ayah. Ingat besok lusa ulang tahun Ayah. Kau harus datang denganku. Setidaknya jangan membuat hubungan dingin kita terlalu kentara di depan keluarga."
....
Kanza baru saja keluar dari toilet dan berjalan kembali ke arah ruang tamu, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara seorang wanita.
"Aku datang dengan siapa sepertinya tidak akan berpengaruh." Terdengar suara Daegan, dan Kanza melangkah pelan ke arah pintu untuk melihat siapa yang sedang berbincang dengan Daegan.
"Ayolah, Daegan. Kamu boleh tidak tertarik padaku. Tapi reputasimu juga nomer satu. Apa yang akan keluarga kita pikirkan saat tahu kamulah yang bermasalah dalam rumah tangga kita." Kanza menyipitkan matanya saat melihat siapa wanita yang berdiri di depan Daegan.
"Dia?" Kanza memiringkan wajahnya agar bisa melihat lebih jelas. "Sepertinya aku pernah melihatnya?" Kanza nampak berpikir, hingga matanya membelalak saat mengingat dimana dia pernah melihat wanita itu.
Kanza kembali menyembunyikan dirinya di tembok. "Jadi, Daegan yang dia maksud benar-benar Tuan Daegan?" Ya, wanita itu adalah wanita yang dia lihat di klinik. Bagaimana dia ingat karena penampilannya yang memang menonjol hingga Kanza tidak lupa, juga ucapannya tentang Daegan hingga Kanza ingat betul dia adalah wanita itu.
Beberapa saat Kanza berdiam disana dan mendengar apa yang wanita bernama Deby itu bicarakan, tentang bagaimana Daegan tidak pernah menyentuhnya karena pria itu lemah terhadap wanita. Juga permasalahan rumah tangga lainnya.
Yang Kanza bingung kenapa Daegan tidak marah saat istrinya mengatakan jika dia pria impoten?
Tunggu?
Istri?
Jika benar Daegan sudah memiliki istri bukankah dia menyerahkan diri pada pria beristri?
Sial! Dia paling benci pada wanita perusak rumah tangga orang lain. Dan sekarang dia akan menjadi wanita seperti itu?
Tidak! Kanza tidak mau. Kanza menggeleng pelan.
"Tapi, apa ada jalan lain?"
Tidak. Satu-satunya cara adalah Daegan. Tak peduli dia menjadi wanita kedua, asal tidak ketahuan Kanza bisa melakukannya, lalu setelah anaknya sehat dia bisa pergi.
Kanza kembali menggeleng. Kepada siapapun asal jangan suami orang. Benar dia bisa pergi sekarang.
"Jadi, apa yang ingin kau tawarkan padaku, Nona Kanza?"
Kanza terhenyak saat tiba-tiba Daegan sudah ada di belakangnya. "Aku tidak tahu kau suka menguping pembicaraan orang lain?"
Kanza menelan ludahnya kasar. "A- aku tidak bermaksud. Maafkan aku Tuan Daegan. Aku tidak tahu kau sudah menikah," ucap Kanza.
Daegan menaikan alisnya. "Lalu?"
"Jika begitu aku tidak jadi saja." Kanza mundur hendak segera pergi.
"Kau yakin bisa menemukan uang untuk operasi anakmu dengan mudah?" Kanza menghentikan langkahnya dan terdiam.
"Kenapa? berubah pikiran karena mendengar aku sudah menikah?"
"Kau datang untuk menawarkan dirimu lalu membatalkannya saat tahu aku sudah menikah. Lalu kau akan pergi pada pria lain untuk menawarkan dirimu lagi?"
"Kalau begitu apa bedanya aku dengan pria lain?"
"Setidaknya aku tidak memilki hubungan dengan pria yang sudah menikah," ucap Kanza dengan pelan. Jadi Daegan sudah tahu masalah anaknya juga niatnya untuk datang kesana.
"Lalu?" Seringaian di bibir Daegan begitu menyebalkan.
"Lalu?" Kanza mengerutkan keningnya mengulang pertanyaan Daegan.
"Ayolah, Kanza kepada siapapun kau menjual dirimu. Kau tetap menjadi jalang mereka. Jadi, apa bedanya aku dan pria lain?"
berantem2 yg manis..🤭
semangat💪🏻
makin seru aja bikin penasaran kelanjutanya🥰