NovelToon NovelToon
Revano

Revano

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sari Rusida

"Revano! Papa minta kamu menghadap sekarang!"

Sang empu yang dipanggil namanya masih setia melangkahkan kakinya keluar dari gedung megah bak istana dengan santai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sari Rusida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29

Risya terisak di sudut kamarnya hingga pagi menyapa. Gadis itu tidak tidur semalaman, kelopak mata yang menghitam menjadi buktinya. Suara tangisnya tidak terdengar, tapi air matanya terus mengalir, seakan masih banyak air mata yang Risya tampung.

Beberapa hari ini Risya memang selalu memendam kesedihannya. Terlihat ceria setiap Dimas datang berkunjung, mengajaknya jalan, makan, pergi ke kampus. Hampir semua yang Dimas lakukan tidak pernah Revano lakukan pada Risya.

Risya merasa nyaman di dekat Dimas, ia akui itu. Tapi di dekat Revano yang terbilang sangat singkat memiliki kenyamanan tersendiri yang tidak pernah Risya rasakan. Bahkan dengan mantan-mantannya terdahulu, apalagi Dimas.

Revano benar. Risya cukup lama memendam kesedihan itu sendiri. Ia tidak berniat melampiaskannya pada siapapun. Seakan diri itu kuat menampungnya sendiri.

Risya memang salah. Diri itu butuh pelampiasan. Tangisnya yang semalaman seakan belum puas dijadikan pelampiasan yang besar, ditambah ia tidak tidur hingga pagi menyapa.

Ucapan Revano bagaikan boomerang untuknya. Sangat singkat dia berucap, namun berulang-ulang ucapan itu memenuhi gendang telinga Risya. Meskipun semalaman ia di tempat sepi --kamarnya sendiri, suara Revano terus terngiang-ngiang seperti memang terekam jelas di memorinya.

'Ada hati yang harus aku jaga, Sya.'

'Ada hati yang harus aku jaga, Sya.'

'Ada hati yang harus aku jaga, Sya.'

Berkali-kali Risya menggeram, ingin mengenyahkan kalimat itu. Semakin berusaha ia untuk mengenyahkan, semakin cepat kalimat itu terucap dan semakin jelas ia memenuhi fikiran Risya.

***

"Mama Dita tadi menelpon Mama, Risya. Katanya Dita mau ditemani untuk bertemu calon tunangannya siang nanti," ucap Tisa sambil menyuapi adik Risya.

Risya mengangguk, membenarkan letak kaca mata hitamnya. Matanya yang sembab tidak mungkin ia perlihatkan di depan Mamanya.

"Kata Papa, Revano sudah tidak lagi jadi bodyguard kamu. Jadi, nanti siang ke sana sendiri tidak pa-pa, ya? Soalnya Dimas katanya juga ada acara dengan temannya. Sedangkan ini baru pertemuan calon kan, ya? Jadi Mama nggak usah ikut dulu," ucap Tisa lagi.

Risya kembali mengangguk. Makanan di depannya hanya diaduk-aduk. Kalimat pertama mamanya tadi sukses membuat moodnya kembali hancur. Risya kembali memilih diam.

"Nanti siang jam setengah sebelas kamu harus sudah selesai, Risya." Tisa menelisik putrinya, kemudian menggeleng kecil.

Kembali, hanya anggukan yang Risya berikan.

"Aduh, Kakak kamu ini, Dek. Pagi-pagi udah pakek kaca mata hitam, ditanyain Mama jawabnya cuma ngangguk doang," ucap Tisa sambil menyeka makanan yang ada di bibir adik Risya.

Risya tersenyum tipis, tidak menanggapi.

***

Risya membuka pintu kamar Dita. Kata Nanda tadi, Dita tidak keluar kamar dari semalam. Sarapan pun Dita tidak sempat. Katanya, ia hanya mau kalau Risya yang masuk, bukan orang lain.

Saat Risya memasuki kamar Dita, kekacauan Risya lihat dibalik kaca mata hitamnya. Kembali Risya memakai kaca mata itu untuk menutupi mata sembabnya.

Sebenarnya bisa saja Risya memoleskan sedikit tebal make-up untuk menutupi matanya yang sembab. Namun, apa daya bagi Risya yang tidak pernah memegang make-up mahal selain skincare atau bedak bayi milik adiknya yang sengaja ia ambil diam-diam.

"Dita, makan dulu, yuk." Tangan Risya menyibak selimut yang membungkus tubuh Dita.

Sang empu yang berada di dalamnya langsung terduduk kala mengetahui kedatangan sahabatnya. Detik berikutnya gadis itu menghambur ke pelukan Risya.

"Jangan sedih, dong. Ini baru pertemuan dengan calon kamu lho," ucap Risya dengan nada bergetar.

Hanya itu yang mampu ia katakan. Jangankan membuat sahabatnya menjadi lebih baik, menghibur diri sendiri saja Risya gagal melakukannya semalaman.

"Aku nggak punya harapan, Ris. Bahkan Reno nggak mau berjuang bareng aku," ucap Dita disela isakannya.

Risya mengusap punggung Dita. "Maksud kamu gimana?"

"Kemarin aku minta ketemu sama Reno. Itu pertemuan pertama kita di Surabaya, karena terakhir kali kita ketemu di Kalimantan dulu itu." Dita berhenti sebentar, menetralkan suaranya.

"Rencananya mau minta bantuan dia, dengan aku bercerita masalah ini. Tapi, tapi sebelum aku berucap, Reno minta putus duluan, Ris." Dita menangis kencang diperlukan Risya. Tanpa menyadari sesuatu yang berbeda dari sahabatnya itu.

"Yang sabar, Dita. Kalau orang yang dijodohin sama kamu ini memang jodoh yang sudah dituliskan oleh Allah di lauhul mahfuz, kamu harus menerimanya. Mungkin dia memang yang terbaik," ucap Risya kembali mengingatkan.

Entahlah. Dia bisa berbicara seperti itu, sedangkan dirinya sendiri tidak ikhlas jika harus berjodoh dengan Dimas. Apa Risya akan tetap mengatakan itu setelah tahu siapa lelaki yang dijodohkan dengan Dita?

"A-aku tahu, Ris. Aku tahu. Tapi, tapi kenapa dia putusin aku? Apa dia tahu aku dijodohin? Apa dia cuma mempermainkan hubungan kita? Kenapa harus putus?" Suara Dita terdengar bergetar, hampir terdengar tidak jelas.

"Mungkin saja dia ada masalah keluarga, Dita. Nanti setelah dia merasa tenang, pasti dia sadar kalau dia salah putusin kamu. Kamu tenang dulu, ya?" Risya terus mengelus punggung sahabatnya yang masih terisak itu.

Dia pernah dengar, menyembuhkan luka seseorang lebih mudah daripada menyembuhkan luka sendiri. Lidah Risya terasa mudah berucap kala melihat Dita seperti ini. Kata-kata bijak tiba-tiba muncul dalam fikirannya, dan meluncur begitu saja lewat lisannya.

Tapi, kenapa semalam ia tidak bisa menemukan satu pun kalimat bijak yang bisa membuatnya tenang?

"Kamu makan dulu, ya? Belum sarapan 'kan? Calon kamu datangnya jam satu siang nanti, jadi waktu kita nggak lama," ucap Risya sambil melepaskan pelukannya.

Dita menatap Risya dengan lelehan air mata yang terus meluncur. Baru ia menyadari sesuatu. Kaca mata hitam masih bertengger di hidung Risya.

"Kenapa pakek kaca mata?" tanya Dita sambil membersihkan air mata di wajahnya menggunakan tisu.

Risya seketika sadar, segera ia membuang muka, menghindari tatapan mata Dita.

Dita langsung melepaskan kaca mata Risya. Mata sembab itu seketika terlihat dengan jelas. Risya berusaha menggapai kaca mata miliknya yang berada di tangan Dita, gagal.

"Mata kamu sembab, Risya. Kamu habis nangis?" Dita segera merapatkan tubuhnya ke arah Risya.

"Iyalah. Kamu nangis tadi ya aku ikut ikut nangis, dong. Kamu kira gimana coba?" Risya menggapai kaca mata miliknya, memasangnya kembali.

"Nggak, nggak! Mata kamu sembab banget, Risya. Mirip mata panda, hitam." Dita kembali melepaskan kaca mata Risya, membuangnya asal hingga retak.

"Dita, kok dilempar?" Risya hendak bangkit dan mengambil kaca matanya. Namun, tangan Dita berhasil membuatnya kembali duduk.

"Kamu nangis semalaman? Nggak tidur ya?" Dita dengan cermat mengamati wajah Risya, sedikit pucat.

"Apaan, sih. Udah ah, ayo kamu makan. Aku tadi niatnya mau bujuk kamu lho. Tapi kamu malah bikin aku sebel," ucap Risya merajuk. Lebih tepatnya pura-pura merajuk demi mengalihkan pembicaraan dengan Dita.

"Iya-iya, maaf."

***

"Beautiful." Risya mengacungkan kedua jempolnya, tersenyum manis di depan meja rias Dita. Tempat Dita duduk saat ini.

"Acara hari ini nggak ada spesial-spesialnya, Risya. Kamu buat aku ribet pakek baju beginian. Mana dress pula," gerutu Dita sambil menatap Risya kesal.

"Biar kita couple, Dita. Aku kaos biru sama celana levis, kamu dres biru dengan jaket levis," ucap Risya.

Bila dilihat sekilas, mereka seperti saudara kembar tidak seiras. Pakaian mereka memang terlihat couple, padahal itu memang yang direncanakan. Nanda yang sengaja meminta Risya memakai baju yang berwarna biru laut, agar Dita juga mau memakai dress pilihannya.

"Risya ...."

"Eh, ada suara mobil. Keluarga mereka sepertinya udah di depan. Ayo, keluar. Jangan lupa smile-nya," ucap Risya sambil menarik kedua ujung bibirnya, membentuk senyuman.

Dita tersenyum, tipis. "Kamu harus di samping aku ya, Ris? Aku nggak mau di deket Papa."

Risya mengangguk, menggandeng tangan Dita. Lihatlah. Ia bahkan sudah melupakan kesedihannya karena menghibur sahabatnya.

"Risya?"

Risya berhenti, menoleh ke belakang.

"Tangan kamu hangat. Kamu ... sakit?" Dita menempelkan punggung tangannya di kening Risya. "Ya ampun, Risya. Kening kamu panas!"

"Ssstt!" Risya membekap mulut Dita yang berteriak. "Nggak pa-pa. Cuma hangat sedikit. Kalau aku dingin, berarti udah mati dong."

Dita mencubit lengan Risya. "Kamu panas banget, bukan cuma--"

"Ssttt! Jangan berisik. Ayo, turun. Om sama Tante udah nunggu pasti." Risya kembali menarik tangan Dita. "Smile-nya, Dita."

"Risya, mata kamu sayu banget. Muka kamu pucat, istirahat--"

"Sstt! Jangan cari alasan, Dita. Ayo turun." Kali ini Dita terdiam, menurut.

Sebenarnya bukan tanpa alasan Dita khawatir seperti itu. Wajah Risya bahkan lebih pucat dari sebelumnya. Bahkan bibirnya yang tadi terlihat merah alami kini terlihat putih pucat. Hanya karena menggunakan lip blam milik Dita bibir itu terlihat sedikit cerah.

Tangan Dita menggenggam erat tangan Risya. Bahkan Risya merasakan keringat dingin dari tangan Dita.

Mereka menuruni tangga. Sayup-sayup terdengar pembicaraan banyak orang. Sepertinya keluarga calon Dita datang semua, dan itu pasti lebih dari lima orang.

"Jangan gugup, smile-nya jangan lupa," bisik Risya.

Dita tersenyum tipis. Lebih tepatnya tersenyum kecut. Dia terlalu memikirkan dirinya sendiri. Kembali abai dengan sahabatnya yang terlihat berkali-kali memijat pelipisnya.

"Eh, ini dia calonnya. Dita, kenapa lama sekali di dalam? Ayo, gabung sini. Risya, ayo temani Dita duduk di sini," suara Nanda terdengar.

Risya yang tadi sibuk dengan pelipisnya menatap ke depan, banyak tamu di hadapannya. Sedangkan Dita yang sibuk dengan kegugupannya juga memilih menghadap ke depan.

Mereka berdua terpaku melihat sosok di sana. Astaga! Mata Risya rasanya tambah berkunang-kunang. Sekarang gantian ia yang mencengkeram kuat tangan Dita. Perlahan, pertahanannya runtuh.

"Risya!" Dua lelaki serempak berteriak memanggil nama sang empu yang kini tengah terbaring di lantai, di pangkuan sahabatnya.

Salah satu dari lelaki itu berlari mendekati Risya, lelaki satunya lagi berdiri terpaku.

••••

Bersambung

1
Roxanne MA
keren thor aku suka
Roxanne MA
lucu banget jadi cemburuan gini
Roxanne MA
bagus banget ceritanya ka
Nami/Namiko
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
Gohan
Bikin baper, deh!
Pacar_piliks
iihh suka sama narasi yang diselipin humor kayak gini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!