WARNING!!! Harap bijak membaca ya karena bikin panas dingin juga, hehehe
Hans seorang pria biasa yang masih memiliki seorang istri, terpaksa menerima tawaran seorang CEO cantik untuk menjadi suami kontraknya. Ia membutuhkan banyak biaya untuk pengobatan putri kecilnya yang menderita penyakit kanker, sekaligus untuk memenuhi gaya hidup istrinya yang hedon.
Lantas, bagaimana Hans akan menjalani semua ini? Lalu kenapa sang Nona Ceo memilih Hans sebagai suami kontraknya? Padahal di luar sana banyak pria yang lebih hebat dari Hans.
Yukkkkk ikuti kisahnya yang nano-nano, hehehehe
IG @dydyailee536
FB Dydy Ailee
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dydy_ailee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34 Terjebak Rasa
Sedangkan semalaman Citra dibuat bingung dengan perasaannya. Apa yang dikatakan kedua orang tuanya benar tentang Hans. Hans sudah berjuang sejauh ini demi dirinya dan putrinya.
"Bagaimana dengan Andra? Apa aku harus melanjutkannya juga. Hatiku benar-benar terbagi. Mengingat perjuangan Mas Hans, aku jadi merasa bersalah sudah menghianatinya. Huft, bagaimana? Semuanya sudah terlanjur. Mas Hans, memanglah suami sempurna. Kekurangannya hanyalah perubahan prinsipnya terlambat, membuatku terlanjur membuka hati untuk Andra. Kalau sampai aku bercerai, Ayah dan Ibu pasti sangat marah apalagi pengorbanan Hans tidak main-main. Ya sudahlah daripada pusing-pusing, aku jalani saja keduanya. Andra juga pasti mengerti dengan posisiku saat ini. Untuk menceraikan Mas Hans, aku juga harus punya dasar yang kuat." Gumam Citra dalam hati.
"Bunda," suara Mikayla membangunkan Citra dalam lamunannya.
"Eh sayang," Citra beranjak dari sofa menghampiri ranjang putrinya.
"Bunda, Ayah benar akan pulang hari ini ya."
"Iya. Kenapa?"
"Bunda, jangan marahi Ayah lagi ya. Aku ingin Ayah dan Bunda selalu akur dan saling cinta. Aku butuh Ayah dan Bunda. Ayah adalah Ayah terbaik di dunia ini. Jangan pernah marahi Ayah disaat Ayah sedang tidak punya uang ya, Bunda. Ayah juga sudah berjuang semaksimal untuk kita. Ayah butuh dukungan dan semangat dari Bunda." Ucapan dari seorang anak berusia 8 tahun, begitu menampar Citra sebagai orang dewasa. Citra lalu menggenggam tangan putrinya dan mengecupnya.
"Iya sayang, maafkan Bunda."
"Minta maaf lah pada Ayah, Bunda."
"Iya, saat Ayah pulang, Bunda akan minta maaf."
"Terima kasih Bunda. Karena Ayah dan Bunda adalah semangat utamaku untuk sembuh."
"Iya sayang." Ucap Citra dengan mata berkaca-kaca.
_
"Pak Hans, ini sup dan jahenya."
"Terima kasih Nona Gita."
"Saya boleh bertemu Nona Raina?"
"Silahkan." Ucap Hans. Gita lalu masuk ke dalam kamar.
"Nona mabuk ya? Apa masih pusing? Seharusnya jangan minum terlalu banyak, Nona. Nona selalu begitu." Cerocos Gita dengan segala kekhawatirannya.
"Ah sudahlah, aku baik-baik saja. Aku saja sudah dandan begini. Sebaiknya siapkan kepulangan kita ya."
"Baiklah Nona."
"Begitu sampai disana, langsung jadwalkan rapat."
"Rapat? Nona tidak mau istirahat dulu."
"Ini sudah cukup. Banyak hal yang harus aku urus."
"Baiklah kalau begitu Nona. Aku juga membawakan vitamin Nona."
"Iya terima kasih."
"Ya sudah kalau begitu permisi Nona." Pamit Gita seraya berlalu.
"Permisi Pak Hans," pamit Gita saat melewati Hans.
"Iya, terima kasih." Jawab Hans. Hans yang masih berdiri diambag pintu melihat Raina sibuk didepan cermin meja riasnya.
"Raina, makanlah dulu."
"Letakkan saja Hans. Kamu juga segera mandi. Sudah saatnya kembali."
"Iya." Hans meletakkan nampan berisi makanan di meja. Menatap Raina sedikit kecewa. Hans selalu dibuat bingung oleh sikap Raina. Yang mendadak hangat dan mendadak dingin. Saat Hans berada di kamar mandi, Raina kembali penasaran dengan ponsel Hans yang masih tergeletak di atas meja. Raina berjalan mengendap utuk melihat ponsel Hans. Raina cukup terkejut karena ponsel Hans sama sekali tidak menggunakan password.
"Kamu terlalu jujur Hans sebagai seorang pria." Gumam Raina. Raina langsung berselancar menuju kotak pesan milik Hans. Dada Raina tiba-tiba merasa sesak dan panas melihat isi pesan Hans dan istrinya semalam. Apalagi saat Hans menggunakan kalimat 'sayang' sebagai panggilan untuk istrinya. Apalagi dalam pesan itu keduanya saling bertukar rasa rindu. Raina meletakkan kembali ponsel Hans ke tempat semula setelah puas melihat isi pesan itu. Lima menit kemudian, Hans keluar dari kamar mandi. Dilihatnya diatas tempat tidur, Raina sudah menyiapkan baju untuk Hans.
"Aku sudah menyiapkan pakaianmu, Hans."
"Terima kasih ya. Kamu sudah makan?"
"Kita makan berdua ya." Pinta Raina.
"Iya. Aku ganti baju dulu." Saat hendak ganti baju, ponsel Hans berdering tanda notifikasi pesan masuk. Lagi-lagi Raina merasa penasaran melihat isinya.
<Mas, nanti aku tunggu dirumah ya. Aku akan masak kesukaanmu. Mikayla sudah bersama Ayah dan Ibu. Putrimu yang memintaku pulang untuk menyambutmu.>~ Citra.
<Iya sayang. Dua jam lagi aku take off.>~ Hans.
<Iya Mas, hati-hati.>~ Citra. Raina diam-diam memperhatikan Hans yang senyum-senyum sendiri.
"Happy sekali, Hans." Celetuk Raina.
"Oh, ini pesan dari istriku, Raina."
"Pasti dia menanti kedatanganmu ya?" sindir Raina.
"Ya begitulah," jawab Hans malu-malu. Raina mengepalkan tangan kesal. Raina lalu keluar kamar membanting pintu dengan membawa nampan berisi makanan. Hans dibuat terkejut dengan sikap Raina.
"Raina kenapa? Apa dia sedang halangan?" gumam Hans tanpa tahu penyebab kesal Raina. Hans pun segera memakai bajunya dan berkemas dengan cepat. Sepuluh menit kemudian ia keluar kamar namun makanan itu sudah habis. Di lihatnya Raina sedang duduk di teras samping.
"Makanannya sudah aku habiskan Hans." Teriak Raina.
"Iya tidak apa-apa Raina. Aku senang melihatmu makan dengan lahap." Hans lalu berjalan keluar menyusul Raina.
"Kamu baik-baik saja kan?"
"Iya, aku tidak apa." Namun wajah Raina masih tampak cemberut. Hans lalu berlutut dihadapan Raina yang sedang duduk di kursi.
"Yakin? Biasanya wanita kalau bilang tidak apa-apa, biasanya justru ada apa-apa."
"Tidak apa-apa Hans. Sebaiknya kita segera pergi. Jangan melewati batasanmu tanpa perintahku." Ucap Raina dengan suara tegasnya. Raina beranjak dari duduknya dan berlalu meninggalkan Hans begitu saja dengan membawa kopernya. Mendengar ucapan Raina, membuat Hans kembali sadar tentang siapa dirinya. Seharusnya Hans tidak masalah tapi Hans merasa sangat sedih. Waktu tiga hari akan berakhir begitu saja.
"Raina, apakah pria itu sudah membuatmu jatuh cinta? Kalau memang iya, kenapa kamu mengikat ku seperti ini? Bahkan memberiku kesempatan untuk menikmati tubuhmu dan itu sekarang menjadi kebutuhanku. Kebutuhan yang hanya bisa aku pendam dalam batin karena harus menunggu perintahmu untuk melakukan itu." Gumam Hans dalam hati.
Kini keduanya sudah berada di dalam pesawat. Mereka bahkan duduk beda tempat. Raina lalu mengirimkan pesan pada Hans.
<Hans, begitu sampai, kita berpisah. Aku sudah memesankan taksi untukmu. Karena aku harus pergi ke kantor.>~ Raina.
<Iya Raina. Jaga kesehatan dan kurangi minum. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku.>~ Hans.
<Iya.>~ Raina. Dalam satu pesawat tapi bertukar sapa lewat ponsel.
"Sadar Hans!" berontak Hans dalam hati.
"Sadar Raina! Dia punya istri dan anak. Kamu sendiri yang menulis isi kontrak itu jadi nikmati sendiri jebakanmu sendiri." Raina bermonolog dalam hati.
Akhirnya mereka sampai juga di bandara Soekarno-Hatta. Sebelum naik ke mobil, Hans menghampiri Raina. Entah kenapa rasanya berat berpisah dengan Raina. Padahal setelah ini mereka masih bisa bertemu.
"Hati-hati Raina. Jangan lupa makan, kurangi minum dan jangan tidur terlalu larut." Pesan Hans. Raina hanya mengangguk dengan senyum tipisnya.
"Nona Gita, tolong jaga Nona Raina."
"Iya Pak Hans. Anda tidak usah khawatir." Ucap Gita yang selalu ceria. Akhirnya Hans hanya bisa melihat Raina menghilang dari pandangannya tanpa menemukan jawaban siapa pria itu dan apa yang menyebabkan Raina berubah. Hans pun segera naik ke dalam taksi. Kembali fokus dengan dirinya bahwa istrinya sedang menunggunya dirumah.