Suami Kontrak CEO Cantik
"Apa Dok, putri kami di vonis mengidap kanker otak?"
"Maafkan kami Tuan-Nyonya, karena dari hasil pemeriksaan memang seperti itu. Mikayla harus menjalani perawatan intensif karena sudah masuk stadium tiga." Ucapan dokter bagaikan petir yang menyambar di siang bolong untuk Hans dan Citra, istrinya. Tubuh Hans terasa sangat lunglai, begitu pula Citra.
Sesampainya di rumah, Hans dan Citra hanya saling diam. Karena saat ini Mikayla masih memaksa untuk masuk sekolah.
"Mas, semua ini kerena kamu Mas."
"Kenapa kamu menyalahkan aku, Citra? Kamu Ibunya, bagaimana kamu menjaganya setiap hari? Kamu bahkan lebih sering bersama teman-temanmu daripada di rumah. Sebaiknya berhenti bersikap sok kaya. Kamu tahu kalau aku ini cuma guru honorer. Untuk apa kamu mengaku pada mereka kalau aku ini seorang PNS?"
"Aku malu lah, Mas. Semua suami teman-temanku rata-rata PNS semua. Ada yang seorang polisi, TNI dan dosen juga. Kapan sih Mas, kamu bisa diangkat jadi PNS? Aku sudah 9 tahun sabar mendampingi kamu, Mas."
"Citra, aku sudah berusaha keras untuk mencari tambahan dan ikut tes tapi masih belum rezeki. Aku saja ambil kerja paruh waktu direstoran. Tapi kamu malah hambur-hamburkan uang untuk hang out atau apalah." Hans mulai kesal, ia terpancing amarah oleh ocehan istrinya.
"Mas, aku juga butuh hiburan. Kamu pikir gaji guru honorer mu 600 ribu cukup untuk satu bulan? Belum lagi kerja paruh waktumu tiap bulan cuma dapat 1,5 juta. Kamu pikir itu semua cukup? Aku bisa gila, Mas."
"Namanya hidup juga butuh proses, Citra. Kamu lupa awal komitmen kita?" Hans mulai memelankan suaranya.
"Aku tidak lupa tapi sebaiknya kamu cari tambahan lagi saja. Menjadi pengusaha lebih menjanjikan. Atau jadi kerja kantoran sepertinya gajinya lumayan besar. Suaminya Sinta juga kerja kantoran, makmur dia sekarang. Habis beli rumah dan mobil baru. Suaminya juga keluar dan berhenti jadi guru honorer. Kamu kan juga sarjana komputer, pasti ijazah kamu laku lah. Kita butuh biaya tambahan untuk pengobatan Mikayla."
Hans hanya bisa mendesah mendengar ucapan istrinya. "Tapi kamu juga ubah gaya hidup kamu, Cit. Jangan foya-foya."
"Mas, seharusnya kamu sadar. Orang tuaku tidak pernah membuatku susah. Bahkan semua yang aku butuhkan selalu di penuhi tapi hidup sama kamu lama-lama aku bosan juga, Mas. Uang memang bukan segalanya tapi sekarang segalanya butuh uang. Mana janji kamu ingin membahagiakan aku? Selalu bertahan menjadi guru honorer yang tidak punya masa depan yang jelas." Citra dengan marah memasuki kamarnya sambil membanting pintu. BRAK!
Lagi, Hans hanya bisa mendesah. Menjadi seorang guru adalah cita-cita Hans sejak dulu. Mengabdi memang butuh perjuangan dan pengorbanan karena Hans melakukan dengan ketulusan dan dari hati, bukan sekedar memikirkan banyaknya gaji atau status sebagai seorang PNS. Kini kepalanya semakin pusing karena biaya perawatan Mikayla pasti sangat banyak. Dapat uang darimana untuk mendapatkan biaya sebanyak itu untuk sekali berobat.
Malam itu setelah Mikayla tidur, Hans menyusul Citra yang sudah terlebih dahulu ke kamar.
"Citra, bagaimana kalau kamu jual atau gadaikan gelangmu?''
"Apa Mas? Gelang? Aku tidak mau. Gelang ini hasil kerja kerasku. Kamu usaha sendiri sana, kamu kan kepala keluarga. Dan mulai besok aku juga akan cari kerjaan. Karena setelah ini, kamu tidak akan punya uang lagi untuk membiayai aku, apalagi untuk makan. Uangmu saja di pakai untuk berobat akan habis."
"Citra, Mikayla itu anak kita. Masa kamu tidak mau berkorban untuknya?"
"Mas, selama 9 tahun, aku sudah banyak berkorban. Korban perasaaan! Aku ingin merasakan yang namanya liburan dan senang-senang, selama ini liburan juga di dalam kota saja. Bosan aku, Mas. Sekarang aku tahu Mas kalau cinta nomor kesekian tapi ke mapanan dan uang nomor 1." Tegas Citra. Ucapan Citra semakin membuat dada Hans terasa amat sangat nyeri. Hans hanya bisa terdiam sambil menghela nafas panjang. Ya, Hans sendiri merasakan perubahan sikap istriya yang sudah tak sehangat dulu. Bahkan untuk berhubungan diatas ranjang saja, mereka sudah sangat jarang melakukannya. Tentu saja itu karena Citra yang terus menolaknya. Sekalipun melayani, Citra pun sambil uring-uringan bahkan saat Hans belum sampai klimaksnya, Citra menyudahinya.
"Sudah Mas, sana kamu. Cepat cabut." Ketus Citra.
"Tap-tapi aku kan belum sampai."
"Tidak ada sampai-sampai. Jatah bulananmu saja tidak membuatku bahagia jadi untuk apa aku memaksa untuk memuaskanmu." Ya, itulah kalimat yang Citra lontarkan pada Hans saat keduanya bercinta. Dengan wajah memelas, Hans pun mencabut miliknya dan terpaksa menuntaskannya sendiri di kamar mandi.
Dan semua sikap itu berubah saat Mikayla mulai memasuki bangku sekolah. Citra sering uring-uringan karena memutar otak untuk uang yang sangat pas-pasan. Di tambah dengan para perkumpulan orang tua yang tampak glamor dan suka mengadakan acara anjangsana membuat Citra merasa gengsi. Citra sendiri memang bukan berasal dari keluarga orang kaya namun setidaknya kehidupan Citra serba berkecukupan. Sebelum menikah, Citra bekerja di sebuah showroom mobil sebagai SPG. Karena Hans begitu posesif dan tidak rela Citra memakai pakaian minim, akhirnya Hans meminta Citra untuk berhenti bekerja. Tentu saja saat itu Citra bersedia karena rasa cinta itu masih hangat-hangatnya. Namun seiring berjalannya waktu, pola pikir Citra berubah dan lebih realistis saat melihat kesuksesan teman-temannya yang mendapatkan suami yang mapan. Hal itu memicu rasa iri dan kesal bagi Citra karena sejak menikah dengan Hans, hidupnya sama sekali tidak ada progress. Yang ada malah makin kacau. Hans sampai detik ini bertahan karena ia sungguh mencintai Citra. Namun bagi Citra, saat ini cinta bukanlah prioritasnya karena ia lebih berpikir realistis dan berusaha memegang komitmen. Tidak lucu saja ia tiba-tiba bercerai sedangkan ia selalu menunjukkan kehidupan yang wah pada teman-temannya.
*****
"Ayah, aku akan sembuh kan?" begitulah kata Mikayla saat hendak memasuki ruang kemoterapi.
"Iya sayang, kamu pasti sembuh kok."
"Bunda temani aku ya," ucap Mikayla.
"Iya, bunda akan temani kamu." Citra lalu menggandeng Mikayla dan menemaninya kemoterapi. Sembari menunggu Mikayla menjalani kemoterapi, Hans berusaha mencari lowongan perusahaan via online. Senyum Hans merekah saat ada lowongan di bagian kepala gudang disebuah perusahaan kosmetik ternama. Melihat rincian gaji dan intensiv, membuat Hans tertarik. Tentu saja gajinya berkali lipat dari gaji guru honorernya.
"Aku sebaiknya mencoba mengisinya. Tidak apalah perusahaan kosmetik. Ini juga brand ternama. Kalau aku diterima, Citra pasti sangat senang dan sikapnya akan kembali hangat. Aku masih bisa menjadi guru dengan cara lain. Dan juga Mikayla butuh banyak biaya untuk berobat." Gumamnya. Hans lalu segera mengisi formulir secara online, berharap ia segera mendapat kabar baik.
Setelah pulang dari kemoterapi, wajah Hans langsung meringsuk. Rincian biaya sangat membuatnya pusing. Kini ia tidak punya uang sepeser pun.
"Mas, aku mau beli beras. Nanti untuk makan malam, masa iya mau makan angin."
"Maaf sayang, aku tidak pegang uang sama sekali. Semuanya sudah habis untuk biaya pengobatan Mikayla. Masak mie saja ya."
"Mas, Mikayla butuh gizi yang cukup untuk melewati masa penyembuhannya. Sebaiknya kamu keluar sana cari pinjaman sana. Besok kita juga harus ke rumah sakit lagi dan butuh biaya sebanyak itu lagi. Aku tidak mau tahu Mas, pokoknya gimana kamu. Aku udah capek. Aku fokus menenangkan Mikayla saja. Terserah lah kamu dapat uang darimana aku tidak peduli. Masa iya harus minta Ayah dan Ibuku? Malu!" cerocos Citra panjang lebar dengan segala marahnya. Citra kemudian berlalu menuju kamar Mikayla. Ia lebih memilih menemani Mikayla daripada harus melihat wajah suaminya. Lagi, Hans hanya bisa mendesah mendengar ucapan istrinya yang memang selalu menyakitkan. Terkadang Hans juga merindukan ucapan lembut dan sentuhan hangat dari istrinya. Setidaknya sentuhan dan sikap lembut Citra bisa membuat Hans semakin semangat untuk mengais rezeki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 237 Episodes
Comments
ayu nuraini maulina
jgn saling menyalahkan tp fokus dg k sembuhan penyakit ank kalian jgn mikirin ego kalian dulu SBG ortu
2023-10-09
0
bunda syifa
kecil banget y gaji guru honorer tuh
2023-10-08
0
Soraya
permisi numpang duduk dl ya kak
2023-09-07
0