Angkasa Djiwa adalah pengusaha sukses yang suka membual, suatu hari ia dikerjai temannya dan ditinggalkan di suatu kampung di pinggiran Jakarta tanpa identitas. Beruntung Djiwa ditolong oleh Mawar, Janda Bohay penjual ayam geprek yang baru pulang belanja di pasar.
Djiwa yang tertarik dengan Mawar menyembunyikan identitasnya dan berakting menjadi pemuda polos dari kampung yang terkena hipnotis. Kisah cinta mereka pun dimulai.
Bagaimana perasaan Mawar saat tahu Djiwa bukan pemuda kampung yang ia kenal? Bagaimana juga dengan Djiwa dan keluarganya saat tahu kalau Mawar adalah mantan narapidana yang dihukum karena membunuh mantan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Djiwa Tidak Mudah Menyerah
Rendi datang keesokan siang untuk menjemput Djiwa pulang. Nampak Djiwa dalam mood yang jelek. Djiwa tidak diperbolehkan pulang sebelum mereka makan siang bersama. Rendi dengan sabar menunggu bosnya diceramahi oleh kedua orang tuanya panjang lebar.
"Papa mau, kamu membuka hati kamu lagi untuk Melati. Belajar mencintainya kembali. Papa tahu, kamu masih sakit hati karena Papa sempat memisahkan kalian berdua. Papa sadar kesalahan yang Papa perbuat di masa lalu dan Papa mau menebusnya. Menjodohkan kalian kembali adalah salah satu cara Papa untuk membuktikan betapa menyesalnya Papa. Lihatlah niat baik Papa ini." Papa memasang wajah tulus, Djiwa tentu saja bisa membedakan mana yang tulus dan akting murahan.
"Aku tidak sakit hati dengan Papa. Malah aku bersyukur karena aku putus dengan Melati. Papa tak perlu merasa tak enak hati. Justru kalau Papa menjodohkan aku dengan Melati, aku yang jadi tak enak. Pa, aku sudah tidak mencintai Melati lagi. Percuma Papa memaksakan perjodohan ini. Kecuali kalau memang Papa tidak menginginkan aku bahagia," kata Djiwa sambil menatap Papa dengan tajam.
"Djiwa! Tak ada orang tua yang tidak menginginkan anaknya bahagia!" Papa terlihat emosi dan nada bicaranya naik.
"Kalau begitu, biarkan Djiwa memilih pasangan hidup Djiwa sendiri!" Djiwa tetap keras kepala dengan pendiriannya.
"Papa akan ijinkan, kalau pasangan yang kamu pilih lebih baik dari Melati dan calon yang Papa ajukan selama ini. Apa kamu bisa?" tantang Papa.
"Lebih baik dalam hal apa dulu? Kalau harta, Djiwa nyerah. Kalau hati dan sikap, Djiwa yakin akan menang," jawab Djiwa.
Papa menatap Djiwa dengan lekat. "Dari ucapan kamu, sepertinya kamu sudah menemukan pasangan? Siapa? Anak keluarga pengusaha mana?"
Djiwa kembali kesal. Di mata Papa selalu pasangan yang cocok untuknya adalah anak pengusaha atau anak orang terpandang yang dipilih. Bagaimana Mawar bisa menang?
"Siapapun orangnya, pasti dia yang Djiwa pilih untuk mengandung anak Djiwa, calon cucu Papa. Djiwa pulang dulu. Assalamualaikum!" Djiwa mengulurkan tangannya hendak salim.
Papa menatap Djiwa dengan heran. Selama ini Djiwa jarang mencium tangannya. Kenapa tiba-tiba Djiwa berubah? Meski agak curiga, Papa memberikan tangannya.
Djiwa lalu salim dengan Mama yang seperti Papa, menatap Djiwa dengan heran. Sebelum Djiwa keluar rumah, Papa menghentikan langkahnya.
"Jangan lupa makan malam di rumah Melati! Jangan kecewakan Papa kali ini!" perintah Papa tak terbantahkan.
Djiwa membuang nafas dengan kasar dan pergi meninggalkan rumah mewah milik kedua orang tuanya. Rendi membukakan pintu mobil untuk Djiwa dan tak berkata apa-apa. Rendi tahu kalau Djiwa sangat emosi.
Rendi mengantar Djiwa sampai apartemennya. Djiwa menukar kemeja mahalnya dengan kaos sederhana dan memakai jaket yang itu-itu saja. Djiwa keluar kamar dengan dandanan seperti saat ia pergi kemarin. Mawar terlalu percaya pada Djiwa sampai tak menanyakan apa pekerjaan Djiwa sebenarnya. Baguslah, Djiwa memang lebih suka tipikal istri yang seperti Mawar, tidak mudah curiga seperti saat ia bersama Melati dulu.
"Mau langsung pulang, Wa?" tanya Rendi saat Djiwa keluar kamar.
"Iya. Kangen berat gue sama Mawar. Lo udah tahu bukan siapa yang dijodohin sama gue? Kenapa lo diem aja?" Djiwa mengambil air mineral dingin dari dalam lemari es dan meneguknya sampai habis.
"Maaf, Bos. Bos besar meminta gue menutup mulut. Bos tahu sendiri kalau Bos besar selalu mengancam akan memecat gue jika tidak nurut." Rendi menunduk takut pada Djiwa.
"Sudahlah. Lain kali jujur aja. Gue tetap akan pulang kok ke rumah. Acara makan malam di rumah Melati juga akan gue datengin. Semua karena Mawar belum bisa gue kenalin. Terpaksa. Masalah pertunangan, pasti gue tolak. Gue cuma mengulur waktu saja. Penyelelidikan Mawar gimana?" tanya Djiwa.
"Masih diselidiki. Kasus yang aneh karena banyak yang disembunyikan. Bos, Aksa gimana? Mau dibales karena sudah ngerjain Bos?" tanya Rendi.
"Nanti saja. Biarkan dia merasa menang dulu. Masalah Mawar tetap lo selidiki sampai ke akarnya! Gue balik dulu!" Djiwa berjalan keluar apartemen diikuti Rendi.
Djiwa naik motor dan Rendi mengikuti dari belakang dengan motor miliknya. Ia memastikan keselamatan Djiwa sampai ke ruko. Setelah memastikan kalau Djiwa aman, Rendi pun pulang ke rumahnya.
Djiwa memarkir motor bututnya di depan ruko yang ramai. Benar dugaannya, kalau dirinya tak ada, para lelaki centil akan datang dan menggoda Mawar.
"Cie yang godain istri orang," ledek Djiwa.
"Yah ... suaminya pulang. Enggak seru lagi deh!" kata bapak-bapak berkoyo.
"Padahal lagi seru-serunya nih ngobrol sama Mawar," sahut bapak-bapak berambut klimis.
"Tenang saja bapak-bapak. Kalau cuma ngobrol sama Mawar boleh aja kok. Ingat, harus pesan makanan di sini, oke?" Djiwa berjalan mendekat ke arah Mawar dan mengecup keningnya di depan semua fans Mawar.
Djiwa langsung disoraki oleh fans Mawar. "Yah ... pamer lagi. Bikin mupeng aja!" sindir pemuda berkulit hitam.
"Habis gimana ya? Kangen sama bini, kalau enggak dilampiasin nanti kangennya jadi jerawat batu gimana?" ledek Djiwa.
Kembali Djiwa disoraki oleh fans Mawar. Djiwa tak lagi emosi melihat mereka. Benar yang Mawar katakan, mereka tidak kurang ajar dan masih dalam tahap wajar. Mereka malah menjaga Mawar selama Djiwa pergi.
"Udah pada pesen belum nih? Awas ya nongkrong doang tapi tidak pesan!" ancam Djiwa.
"Udah dong. Ayam geprek Mawar tuh selalu buat kita kangen. Geprekan Mawar enggak pernah berubah biar udah nikah," kata bapak-bapak beruban.
"Tau aja ya masalah geprekan. Iya sih Mawar geprekannya memang yahud!" Djiwa duduk dan bergabung dengan fans Mawar. Ia merasa harus lebih dekat dengan para saingan yang akan ia rangkul menjadi temannya nanti. "Udah nyoba menu baru belum? Gimana rasanya?"
"Udah dong. Rasanya enak dan unik. Jadi terkesan lebih modern," jawab pemuda berkulit hitam.
"Kira-kira mau menu apa lagi nih? Kalian 'kan suka nongkrong di warung Mawar, kadang ngopi doang malah. Menu yang kalian mau saat ngopi itu apa?" tanya Djiwa. Ia rupanya sedang membuat riset demi kemajuan bisnis Mawar.
"Apa ya? Cemilan biasanya. Jujur saja, kita ke sini nyari hiburan. Kadang udah makan di rumah dan masih kenyang kalau pesan ayam penyet pakai nasi," kata bapak-bapak berambut klimis.
Djiwa mengangguk-angguk mendengar saran yang diterimanya. Semua ia catat dan akan ia pertimbangkan nantinya. "Kalau ada layar besar agar kalian bisa nonton bareng siaran bola gimana?" tanya Djiwa.
"Boleh tuh! Kita bisa nonton bareng sambil taruhan bola. Cemilannya pisang goreng juga enak," kata bapak-bapak berkoyo.
Mawar memperhatikan bagaimana cara Djiwa mendekati para fansnya. Djiwa tak lagi emosian seperti dulu. Djiwa sesekali mencatat apa yang diminta fans Mawar. Mawar tersenyum melihat cara kerja Djiwa memajukan bisnis miliknya.
"Mas, mau kopi?" tanya Mawar pada suaminya.
"Pakai susu ya!" goda Djiwa.
Kembali fans Mawar menyorakinya. "Norak banget dih!"
"Pamer!"
Djiwa tertawa mendengarnya. Ia benar-benar menikmati hidup sederhana seperti ini.
****
negara Konoha kebanyakan beking and bekap.......