"Apa kamu takut?" tanya Mark sembari mengusap pipi Jessy yang memerah.
"Sedikit."
Jawaban Jessy membuat Mark merasa gemas. Wajah polos wanita itu benar-benar menarik.
"It's okay. Kita memang baru pertama melakukannya," kata Mark.
Jessy mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia tak kuasa menyaksikan tubuh indah Mark yang tampak kokoh sebagai tempat bersandar.
"Ayolah, kenapa kamu seperti malu-malu begini? Bukankah ini sudah biasa untukmu dan pacarmu?" tanya Mark yang melihat Jessy seakan tak mau melihatnya.
"Aku ... Belum pernah melakukan yang seperti in," lirih Jessy.
"Apa?" Mark terkejut. Ia kira hal semacam itu sudah biasa dilakukan orang yang telah berpacaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Aku Serius
"Justin, ayo kita putus."
Kata-kata yang terlontar dari Jessy membuat hati Justin serasa disambar petir. Tanpa ada masalah apapun di antara mereka, wanita itu tiba-tiba meminta putus.
"Jess, kita sudah membahasnya dan kamu sepakat untuk menungguku," kata Justin.
"Iya, aku tahu. Tapi, rasanya aku sudah tidak bisa denganmu. Kita sudahi saja hubungan kita sampai di sini."
Jessy menunduk. Raut wajahnya berubah muram. Bagaimanapun juga ia merasa sedih untuk mengakhiri hubungan dengan lelaki yang dicintainya.
Justin meraih tangan Jessy dan menggenggamnya erat. "Aku mencintaimu dan akan memperjuangkanmu, Jessy." ia berkata dengan nada sungguh-sungguh.
"Aku tidak pantas untuk kamu perjuangkan. Putus adalah jalan terbaik untuk kita." Jessy tetap kukuh pada pendiriannya.
Justin merasa heran dengan sikap Jessy. "Katakan, apa pihak keluargaku ada yang mengancammu?" tanyanya khawatir. Bisa saja ada yang mengetahui tentang kedekatan mereka dan mengintimidasi agar Jessy mau putus.
"Tidak ada. Ini kemauanku sendiri."
Justin terdiam. Dalam hatinya ada kekesalan yang tidak bisa ia sampaikan. Padahal dia tengah mengumpulkan keberanian untuk mengenalkan Jessy pada keluarganya. "Kamu sudah tidak mencintaiku lagi?" tanyanya.
"Iya," lirih Jessy.
Apa yang baru saja Jessy ungkapkan bukanlah berasal dari hatinya. Justin adalah cinta pertamanya. Tidak semudah itu menghilangkan perasaan suka pada orang yang dicintainya.
Ia hanya ingin segera menyelesaikan kerumitan hubungan di antara mereka. Tidak pantas bagi dirinya untuk tetap berpacaran dengan Justin padahal ia tidur dengan ayahnya.
"Oh, My God!" Justin terduduk di lantai. Kakinya seakan tak memiliki daya lagi untuk berdiri.
Baru kali ini ia menangis. Diputuskan Jessy begitu menyakitkan baginya. Ia sengaja menyembunyikan wajahnya, malu menangis di hadapan Jessy.
"Aku minta maaf." Jessy ikut duduk di samping Justin.
"Kamu pasti menganggapku pecundang, kan?"
Justin bertanya dengan deraian air mata. Jessy yang melihatnya tak kuasa turut menangis. Rasa bersalahnya semakin bertambah karena keputusannya telah membuat Justin terluka.
Justin mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya. Sebuah cincin yang berkilau di dalam kotak perhiasan mungil. "Ini benda pertama yang bisa aku beli dengan usahaku sendiri. Aku ingin membuktikan padamu kalau aku mulai bisa mandiri dan kamu bisa mengandalkanku."
Dengan berderai air mata, Jessy menutup kembali kotak cincin itu. "Aku bukan orang yang tepat untuk menerima benda ini, Justin."
***
Magda mengajak Mark menghadiri makan siang bersama pihak keluarga Russel. Tujuan pertemuan mereka ingin membahas tentang kelanjutan hubungan Justin dan Ellena.
Sejak tadi tatapan Mark mengarah pada sosok Ellena. Wanita itu tampaknya bukan wanita yang jahat. Hanya saja, Justin tidak menyukainya.
Ia merasa kasihan dengan Justin yang harus mengikuti jejak nasibnya. Dijodohkan bukanlah hal yang menyenangkan. Apalagi dengan orang yang sama sekali tidak dicintai.
Kalau Justin di bebaskan memilih pasangannya sendiri, sudah pasti keponakannya itu akan memilih Jessy. Ia tak rela jika Jessy bersama Justin. Karena ia tahu, Jessy juga mencintai keponakannya. Jessy mau bersamanya hanya demi uang. Sedangkan cintanya masih untuk Justin.
"Aku dengar bisnismu di London sudah menjadi besar," kata Tuan Russel.
"Ah, itu masih kalah jauh dengan bisnis Anda," jawab Mark.
"15 tahun di London, merintis bisnis sampai sebesar sekarang pasti bukan hal yang mudah. Justin harus belajar dari ayahnya untuk mengurusi bisnis."
Mark meneguk anggur di gelasnya. "Setiap orang punya cara tersendiri mengembangkan bisnis, begitu pula dengan Justin. Sekalipun Justin tidak ingin menjadi pebisnis, dia bisa menjadi apapun yang diinginkan."
Tuan Russel sedikit bingung dengan ucapan Mark. "Apa Justin tidak mau meneruskan bisnis keluarga?" tanyanya.
"Saya tidak tahu. Dia masih sangat muda untuk menentukan masa depannya," jawab Mark santai.
"Kalau Justin sudah menikah dengan Ellena, dia pasti akan punya tanggung jawab untuk mengurus perusahaan," sahur Nyonya Russel.
Mark hanya senyum-senyum mendengar pendapat itu. Selama ini, di kalangan pengusaha, pernikahan hanyalah alat untuk berbisnis, bukan untuk membangun rumah tangga yang bahagia.
"Oh, iya. Kenapa Justin belum juga datang? Apa dia sibuk di kampus?" tanya Tuan Russel.
"Saya rasa sebentar lagi dia akan datang," jawab Magda sembari melihat jam tangannya.
"Aku di sini!" seru Justin.
Mereka terhenyak kaget melihat kehadiran Justin di sana. Ia tidak datang sendiri melainkan membawa Jessy bersamanya. Justin benar-benar nekad membawa Jessy ke hadapan keluarganya.
Jessy tertunduk di hadapan keluarga Justin dan tunangannya. Apalagi di sana ada Mark. Ia tak bisa menolak kemauan Justin yang memaksanya ikut. Ia tidak menyangka Justin akan membawanya ke hadapan mereka.
"Justin .... Jessy ...." Jantung Magda hampir copot melihat keberadaan kedua anak itu di sana. Meskipun sudah biasa bertemu Jessy, namun melihat Justin membawa temannya ke acara penting bukanlah hal yang wajar. Apalagi hari ini pertemuan dengan keluarga Russel.
"Mom, maafkan aku," ucap Justin.
"Ini ... Maksudnya apa? Siapa wanita itu?" tanya Nyonya Russel.
"Tuan dan Nyonya Russel, juga Ellena ... Sebelumnya saya minta maaf atas ketidak sopanan ini. Sejak awal saya tidak menyetujui perjodohan yang kalian sepakati. Ada wanita yang sangat saya cintai dan saya ingin menikah dengannya. Wanita yang bersama saya namanya Jessy, kami sudah hampir dua tahun berpacaran dan saling mencintai." dengan berani Justin mengatakannya di depan semua orang.
"Justin!" bentak Magda. Ia tidak menyangka putranya akan berani bertindak keterlaluan semacam itu.
"Mom, aku tidak bisa membohongi diriku kalau mencintai Jessy. Tolong, jangan paksa aku menikah dengan wanita lain," pinta Justin dengan nada memohon.
Raut wajah keluarga Russel berubah kesal. Ellena tampak terpukul mendengar lelaki yang disukainya mengakui perasaan kepada wanita lain. Padahal, meskipun dijodohkan, ia telah memiliki rasa tertarik kepada Justin sejak awal.
"Justin, kamu tidak bisa seperti ini," tegur Jessy.
Justin menggenggam tangan Jessy begitu erat. "Jessy, aku sudah bilang kalau aku serius denganmu," ucapnya.
Tubuh Jessy rasanya gemetar berdiri di hadapan orang-orang yang menurutnya punya kekuasaan. Ia bukanlah siapa-siapa, seperti seorang Upik Abu yang dibawa pangeran datang ke istana.
"Ibu Magda, bagaimana bisa putramu berlaku tidak sopan seperti ini? Apa kalian bermaksud mempermalukan keluarga kami?" Tuan Russel terlihat sangat marah. Apalagi melihat ekspresi putrinya yang kecewa melihat tunangannya membawa wanita lain ke sana.
"Tuan Russel, maafkan putraku. Sepertinya dia butuh waktu untuk menerima keputusan keluarga. Jessy hanya teman kampus Justin saja, mereka tidak benar-benar pacaran." Magda berusaha melindungi putranya.
"Mom, kami sudah lama pacaran!" bantah Justin.
"Apa-apaan semua ini? Kalian benar-benar keterlaluan terhadap putriku!" Nyonya Russel ikut tidak terima. "Lebih baik kita pergi saja dari sini!" Nyonya Russel mengajak anak dan suaminya pergi meninggalkan tempat itu.
"Nyonya, ini hanya salah paham saja. Kita bisa membicarakannya secara baik-baik." Magda berusaha memperbaiki keadaan, namun sepertinya mereka telah terlanjur kecewa.
"Jangan paksa aku lagi, Mom. Aku punya pilihanku sendiri. Hanya Jessy yang mau aku nikahi!" tegas Justin seraya membawa Jessy pergi bersamanya.
Magda masih tidak percaya Justin dan Jeasy memiliki hubungan. Ia pernah menanyakan kepada Jessy dan dibantah. Ternyata keduanya menyembunyikan hubungan mereka.
realistis dunk