"Apa kamu takut?" tanya Mark sembari mengusap pipi Jessy yang memerah.
"Sedikit."
Jawaban Jessy membuat Mark merasa gemas. Wajah polos wanita itu benar-benar menarik.
"It's okay. Kita memang baru pertama melakukannya," kata Mark.
Jessy mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia tak kuasa menyaksikan tubuh indah Mark yang tampak kokoh sebagai tempat bersandar.
"Ayolah, kenapa kamu seperti malu-malu begini? Bukankah ini sudah biasa untukmu dan pacarmu?" tanya Mark yang melihat Jessy seakan tak mau melihatnya.
"Aku ... Belum pernah melakukan yang seperti in," lirih Jessy.
"Apa?" Mark terkejut. Ia kira hal semacam itu sudah biasa dilakukan orang yang telah berpacaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Pernikahan Sampah
Mengenakan busana rapi yang biasa dikenakan untuk bekerja, Mark berjalan dengan langkah cepat menelusuri lorong kantor perusahaannya. Di samping dirinya ada Todd yang selalu setia menemani kemanapun ia pergi.
Hari ini tiba-tiba ibunya datang menemuinya. Hal yang sangat jarang dilakukan oleh wanita paruh baya itu. Nyonya Regis seharusnya terlalu sibuk untuk sekedar basa-basi berkunjung ke perusahaan Mark. Wanita itu memiliki jadwal yang padat untuk mengurusi bisnisnya di beberapa negara.
"Silakan masuk, Tuan Mark!" kata Nyonya Regis.
Dengan gaya anggunnya wanita itu duduk di ruangan kantor sembari meminum teh yang dibawakan anak buahnya.
Mark tampak malas bertemu dengan wanita itu. Meskipun ibu kandungnya sendiri, hubungan mereka memang kurang baik.
"Kalian semua keluar sebentar. Aku ingin berbicara berdua dengan putraku!" perintah Nyonya Regis kepada tiga orang bawahan yang ikut bersamanya.
Mereka langsung mematuhi apa yang diperintahkan Nyonya Regis.
"Todd, kamu juga ikut keluar!" Nyonya Regis juga menyuruh Todd keluar.
Todd hanya patuh kepada Mark. Ia melirik ke arah atasannya untuk mendapatkan jawaban
"Keluar saja dulu. Biar aku yang menghadapi ini," kata Mark.
Todd menurut. Kini tinggal Mark dan Nyonya Regis di ruangan tersebut.
"Duduklah, jangan terlalu kaku dengan ibumu sendiri," kata Nyonya Regis yang melihat anaknya terus berdiri.
"Apa yang Ibu inginkan?"
Mark malas berbasa-basi. Ia hanya ingin tahu apa maksud kedatangan ibunya ke sana. Tidak mungkin wanita itu datang kalau bukan karena urusan penting.
Nyonya Regis tersenyum. "Apa seorang ibu harus punya alasan khusus untuk menemui putranya sendiri?" tanyanya.
"Tidak usah berpura-pura. Katakan saja maksud kedatangan Ibu menemuiku!" bantah Mark.
Nyonya Regis tidak terkejut lagi dengan sikap putranya. Mark memang anak yang suka membangkang sejak dulu.
"Baiklah, kalau itu maumu. Aku juga tidak ingin berlama-lama mengganggu pekerjaanmu," katanya.
"Seseorang memberitahu bahwa putraku sepertinya membawa wanita asing pulang ke rumah. Apa itu benar?" tanya Nyonya Regis.
Mark sudah mengira hal itu akan diketahui juga. Salah seorang yang bekerja di rumahnya pasti akan membocorkan hal itu kepada sang ibu.
"Apa Ibu telah melupakan janji untuk tidak mencampuri urusan pribadiku?"
Nyonya Regis terlihat tidak suka. "Kapan kamu akan sadar? Tidak bisakah kamu setia dengan istrimu dan fokus pada putramu? Kamu tidak kasihan dengan mereka?"
"Selama 15 tahun aku telah mempertahankan pernikahan sampah ini hanya demi ambisi Ibu. Apa semua itu masih belum cukup?" Mark mengepalkan tangannya kesal.
"Berani-beraninya kamu mengatakan pernikahanmu sendiri merupakan pernikahan sampah?" Nyonya Regis bangkit dari duduknya. Ia menghampiri sang putra yang tidak sudi duduk bersamanya. Mata mereka saling beradu seakan ingin memperlihatkan kekesalan satu sama lain.
"Lalu aku harus menyebutnya pernikahan semacam apa?" tanya Mark. "Pernikahan yang dipaksakan hanya untuk kepentingan kalian sendiri. Apa sesekali Ibu pernah merasa bersalah telah merampas masa muda dan mimpi-mimpiku? Tidak ada Ibu sekejam Anda yang memaksa anak 18 tahun untuk menikah demi bisnis!"
Plak!
Nyonya Regis melayangkan satu tamparan keras ke pipi Mark. "Kamu pikir mudah berada di posisi ibu?" ia meninggikan suaranya, merasa tidak terima dengan bantahan sang putra.
"Ayahmu meninggal, kakakmu meninggal, aku sendirian membenahi bisnis peninggalan keluarga yang hampir hancur! Kalau kakakmu masih hidup, untuk apa Ibu meminta bantuanmu?"
"Apa sebagai seorang anak kamu tidak punya rasa tanggung jawab untuk melindungi ibumu? Keluargamu satu-satunya saat ini? Atau kamu ingin melihat Ibu sekalian mati?"
"Seandainya bukan karena keluarga Wilson, entah apa yang akan terjadi pada keluarga kita!" Nyonya Regis tidak tahan untuk mengeluarkan kemarahan yang ada di dalam hatinya.
Mark terdiam mendengar kemarahan ibunya. Apa yang wanita itu ucapkan memang tak sepenuhnya salah. Namun, berkat keegoisan sang ibu, selama 15 tahun Mark merasakan penderitaan dalam hidupnya. Ia harus menjalani pernihan yang sama sekali tidak diinginkan.
"Ibu hanya perlu tutup mata dan pura-pura tidak tahu dengan kelakuanku selama ini. Aku berjanji akan menjaga nama baik kedua keluarga, juga mempertahankan rumah tanggaku sesuai kemauan Ibu," kata Mark mengalah.
"Setidaknya kamu harus lebih sering mengunjungi anak dan istrimu. Jangan sampai keluarga Wilson menaruh kecurigaan terhadapmu," kata Nyonya Regis.
"Iya. Akan aku usahakan," ucap Mark dengan nada lemas.
"Jangan pernah lupa memakai kontra sepsi. Aku tak mau wanita-wanita murahan yang kamu tiduri sampai hamil. Suatu saat hal itu akan sangat menyusahkan untuk ditangani," kata Nyonya Regis.
Nyonya Regis bukan sekali ini menerima laporan ulah putranya yang suka gonta-ganti wanita di luaran sana. Putranya benar-benar menjadi anak yang liar. Namun, kali ini putranya sampai membawa seorang wanita ke rumah. Nyonya Regis tidak bisa tinggal diam.
Mark sengaja bermesraan dengan banyak wanita berbeda untuk membuat ibunya marah dan memutuskan pernikahan bisnisnya. Namun, apa yang sang ibu lakukan tidak seperti itu, melainkan menyingkirkan wanita-wanita yang sempat berdekatan dengannya.
"Ibu tidak akan mengakui jika kamu sampai memiliki anak dari wanita lain, Mark. Kalau kamu menginginkan anak lagi, lakukan itu dengan istrimu sendiri agar dia bisa melahirkan lebih banyak anak dan semakin memperbesar bisnis keluarga kita."
"Hah! Apa Ibu juga akan memaksa cucu-cucumu untuk menikah demi bisnis? Itu benar-benar konyol!"
Mark terkekeh. Ia pernah merasakan trauma akibat pernikahan paksa. Kalau hal yang sama harus menimpa anak-anaknya kelak, ia lebih baik tidak punya anak.
"Kita hidup harus realistis, Mark. Cinta hanyalah hal semu yang tidak jelas bentuknya. Usiamu sudah sangat matang untuk berpikir secara dewasa."
Mark memang telah memasuki usia 30 tahunan. Namun, jiwanya seakan masih terjebak di usia 18 tahunan.
"Apa hanya itu yang ingin Ibu sampaikan?" tanya Mark.
Nyonya Regis mengangguk. "Ibu tegaskan sekali lagi. Aku tidak akan mengakui anakmu dari rahim wanita selain istrimu. Ingat itu, Mark!" tegas Nyonya Regis.
"Kalau begitu, aku akan keluar sekarang. Todd sudah menjadwalkan pertemuanku dengan Pak Kim siang ini," kata Mark.
"Ya! Pertahankan fokus kerjamu. Jangan sampai wanita-wanita murahan itu mengganggu konsentrasimu."
Tak ingin lebih panjang mendengarkan perkataan ibunya, Mark langsung berbalik badan. Ia melangkah keluar dari ruangan yang terasa seperti tungku pembakaran.
Mark memang sering memesan wanita bayaran. Namun, tak sekalipun ia pernah tidur dengan mereka. Menurutnya, wanita yang ditemuinya sama saja dengan ibunya.
Jessy merupakan wanita pertama yang ditidurinya. Wajah polos serta usia yang masih muda mampu mengobati kerinduannya terhadap masa muda. Ia ingin merasakan jatuh cinta dan hati berdebar-debar seperti yang pernah dirasakan saat bersama Jessy.
realistis dunk