"Dia adalah suamiku!!"
Tanpa banyak berpikir, Nara mengakui Zian sebagai suaminya di depan mantan kekasihnya. Tujuannya adalah supaya pemuda itu tak lagi mengganggunya.
"Dia adalah, Nara. Istriku!!"
Zian juga melakukan hal serupa ketika seorang wanita yang mengaku sebagai tunangannya tiba-tiba datang dan mengusik hidupnya. Zian ingin wanita itu tak lagi mengganggunya dan pergi sejauh mungkin dari hidupnya. Bukannya pergi, dia malah bertekad untuk memisahkan Zian dari perempuan yang dia sebut sebagai istrinya tersebut.
Demi kesempurnaan sandiwaranya. Akhirnya Zian dan Nara sama-sama sepakat untuk menjadi suami-istri, namun hanya pura-pura. Dan mereka berdua menjadi Pengantin palsu yang hatinya saling terikat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Tuan Lu Ditangkap
"Lepaskan aku! Kalian tidak bisa membawaku seenaknya!!"
Tuan Lu terus berteriak dan meronta, meminta supaya polisi-polisi itu melepaskannya. Iya ditangkap atas tuduhan pembunuhan berencana yang dilaporkan langsung oleh Putra sulungnya, yakni Devan.
Setelah mendengar apa yang terjadi pada Zian kemarin siang, Devan pun tak tinggal diam. Dia melaporkan ayahnya sendiri pada pihak yang berwajib, meskipun sebenarnya dia tidak tegang, tetapi bagaimanapun juga ayahnya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Aku bilang lepaskan!! Kalian tidak bisa membawaku seperti ini, putraku akan marah dan menuntut kalian semua!!" teriak Tuan Lu untuk kesekian kalinya.
"Sebaiknya Anda diam, dan jangan memaksa kami untuk melakukan kekerasan pada Anda!!" ucap salah seorang dari polisi-polisi itu memperingatkan.
"Oh!! Jadi kalian berani mengancamku?! Kalian belum tahu siapa aku, aku adalah Ayah dari dokter ternama di kota ini. Jadi kalian tidak bisa bersikap seenaknya padaku!!" ucap Tuan Lu bersikukuh.
"Tapi sayang sekali, Tuan. Karena putramu yang hebat itulah yang melaporkanmu pada kami atas tuduhan rencana pembunuhan pada putramu sendiri!!" jawab petugas polisi itu menimpali.
Kedua mata Tuan Lu membelalak tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh polisi tersebut. "Apa kau bilang? Putraku yang melaporkanku?!" ucapnya sambil menggelengkan kepala.
"Benar sekali, bahkan memberikan bukti yang akurat pada kami. Dan itu yang akan memberatkan hukuman Anda nantinya!!"
Tuan Lu menggeleng. "Tidak!! Itu tidak mungkin, Devan tidak mungkin melakukan itu pada ayahnya sendiri. Pasti bukan Devan, tapi iblis itu. Kalian jangan tertipu, dia hanya menjebakku dan ingin supaya aku dipenjara. Jadi lepaskan aku, karena aku memang tidak bersalah!!" Tuan Lu meyakinkan.
"Anda bisa menjelaskannya nanti Saat di kantor!! Masukkan dia ke dalam mobil,"
"Baik, Ketua!!"
Tuan Lu kembali berteriak dan meronta, meminta supaya dirinya dilepaskan. Akan tetapi, teriakan dan permintaannya tak digubris oleh para polisi tersebut, mereka tetap menangkap tuan Lu dan membawanya ke kantor polisi untuk kemudian diproses secara hukum yang berlaku.
-
-
Kedua saudara itu terlibat perbincangan serius di sebuah ruangan yang hampir seluruhnya didominasi warna putih. Siapa lagi mereka berdua jika bukan Zian dan Devan.
Rasanya Zian tak percaya saat Devan memberitahunya jika ia telah melaporkan ayah mereka ke kantor polisi. Karena setahu Zian, Devan sangat dekat yang menyayangi ayahnya.
"Apa menurutmu sikapmu ini tidak berlebihan? Bagaimana jika dia sampai membencimu juga, seperti dia membenciku?! Kau akan kehilangan ayah yang sangat menyayangimu dan peduli padamu!!" Ucap Zian.
Devan menggeleng. ",Ini adalah keputusanku, dia bersalah dan sudah sangat keterlaluan, bagaimana mungkin aku bisa diam saja melihat sikapnya. Apalagi dia sudah banyak menipu ku selama ini, dengan memalsukan tentang kesehatannya dan juga pura-pura peduli padamu saat kau menghilang hari itu. Dia terlalu banyak membuatku kecewa," ujar Devan panjang lebar.
Sejak awal Devan tidak pernah membenarkan perbuatan kedua orangtuanya yang selalu menomor duakan Zian, dia selalu berada di pihak adiknya itu, akan tetapi kebencian Zian padanya terlalu besar sehingga dia tidak pernah bisa melihat ketulusannya.
Namun Devan tak pernah lelah apalagi menyerah untuk meyakinkan Zian jika dirinya benar-benar peduli dan menyayanginya.
Zian menatap Devan dengan Tatapan yang sulit dijelaskan. "Aku tahu, ini adalah sebuah keputusan yang sulit bagimu, tapi aku menghargai keberanianmu itu." Ucap Zian.
Devan mengangkat wajahnya yang sebelumnya tertunduk dan membalas tatap Zian. "Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan sebagai seorang kakak, karena selama ini aku tidak pernah melakukan apapun untukmu, meskipun sebenarnya aku sangat ingin, tetapi kebencianmu padaku lah yang akhirnya menahanku untuk melakukannya." Ujar Devan.
Zian menggeleng. "Kau salah, Dev. Karena sebenarnya aku tidak pernah membencimu, aku hanya merasa iri karena mereka lebih peduli dan menyayangimu. Tetapi akhirnya aku sadar, jika anak sepertiku memang tidak layak mendapatkan kasih sayang dari siapapun. Karena sejak awal, takdirku selalu sendirian." Zian tersenyum hambar.
"Siapa yang mengatakan itu?!" Sahut seseorang dari belakang.
Zian dan Devan sama-sama menoleh pada asal suara, terlihat Nara menghampiri mereka berdua dengan wajah suram seperti menahan marah. Dengan brutal, Nara memukul Zian dengan menggunakan tas mahalnya.
"Jika takdirmu memang sendirian, lalu kau anggap apa aku ini? Patung?! Kau sangat keterlaluan, Zian. Ternyata selama ini kau tidak menganggapku sama sekali!!" ujar Nara sambil terus memukuli Zian tanpa henti.
Zian menahan tangan Nara yang terus mengayunkan tas mahalnya kearahnya. "Nara hentikan!! Kau salah paham, bukan itu maksudku. Aku selalu menganggapmu sebagai orang yang terpenting bagiku." Ucap Zian meyakinkan.
"Lalu apa maksud ucapanmu itu?!" Nara menatap Zian penasaran.
"Aku belum selesai bicara, dan kau main serobot saja." ucap Zian menimpali.
Nara mempoutkan bibirnya. "Jangan membuatku bingung!! Dan apakah aku memang sepenting itu bagimu?" Zian mengangguk. "Buktinya apa?" Nara meminta sebuah pembuktian pada Zian.
Tanpa mengatakan apapun, Zian menarik tengkuk Nara dan mencium bibirnya. Membuat kedua mata gadis itu membelalak saking kagetnya, ini memang bukan ciuman pertama mereka, tetapi ini pertama kalinya Zian menciumnya di depan orang lain.
Devan yang merasa ada di tempat yang salah pun memutuskan untuk pergi dari sana. Dia tidak ingin jadi obat nyamuk untuk pasangan kekasih itu. Devan sungguh tidak ingin menjadi obat nyamuk diantara mereka berdua.
Tiga puluh detik kemudian Zian melepaskan tautan bibirnya dan mengakhiri ciuman mereka. Kedua netra matanya menatap Nara dengan penuh kelembutan, tatapan yang jarang sekali dia Perlihatkan pada orang lain.
"Aku tidak mau lagi menjadikanmu sebagai pengantin palsu, tetapi aku ingin supaya kau menjadi pengantin yang sebenarnya," ucap Zian sambil mengunci mata Nara.
Nara menatap Zian dengan mata berkaca-kaca. "Sungguh?" ucapnya memastikan. Zian mengangguk membenarkan. Nara menyeka air matanya lalu berhambur ke dalam pelukan Zian.
Pemuda itu tersenyum tipis. Zian mengangkat kedua tangannya dan membalas pelukan Nara. Zian memeluk Nara dengan erat, tidak pernah dia merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Dan ternyata jatuh cinta rasanya begitu luar biasa.
Nara melepaskan pelukan Zian ketika dia teringat sesuatu, tasnya. Nara mengambil tasnya yang tergeletak di lantai dan menatapnya dengan nanar. "Tasnya rusak, padahal ini masih baru," lalu Nara menunjukkan tas itu pada Zian. Pemuda itu mendengus geli melihat ekspresi Nara yang begitu menggemaskan.
"Siapa suruh kau memakai tas itu untuk memukulku, sudah tau itu barang mahal. Masih saja memakainya dengan ceroboh. Aku ambil kunci mobil dulu, jangan sedih kita beli lagi." Ucap Zian dan membuat wajah Nara kembali sumringah.
"Sungguh?" Zian mengangguk. Dan sekali lagi Nara berhambur ke dalam pelukan kekasihnya itu. "Zian, kau memang yang terbaik. Aku semakin mencintaimu."
Zian tersenyum simpul menyikapi ucapan Nara. Kemudian keduanya meninggalkan Mansion mewah milik Zian.
-
-
Bersambung.