Pengantin Palsu Sang Mafia
Udara malam ini jauh lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Seperti biasa, Nara pulang sambil menenteng sebuah bingkisan di kedua tangannya. Bukan sesuatu yang berharga apalagi barang-barang mewah dengan nilai yang fantastik. Hanya sesuatu yang bisa mengganjal perutnya ketika lapar.
Pulang hampir larut malam sudah menjadi rutinitasnya selama beberapa hari ini. Gadis cantik berdarah campuran itu merupakan seorang dokter magang di sebuah rumah sakit besar di kota Seoul.
Nara sebut saja namanya. Nara bukanlah gadis yang berasal dari keluarga sederhana apalagi keluarga kurang mampu. Karena pada kenyataannya, dia adalah seorang Nona besar dari sebuah keluarga ternama. Keluarganya merupakan seorang konglomerat yang masuk dalam 10 besar orang terkaya se-Asia.
Meskipun terlahir sebagai keluarga yang kaya raya, akan tetapi Nara tak pernah merasa bangga apalagi menyombongkan semua yang dia punya. Gadis cantik itu lebih menyukai hidup mandiri dan berbaur dengan orang-orang dari kalangan menengah kebawah.
Tak ada larangan dari keluarganya ketika Nara memutuskan untuk hidup mandiri dengan uang dari hasil jerih payahnya, ayahnya justru merasa bangga dengan putri bungsunya tersebut. Karena dia memiliki pemikiran yang begitu luas dan rasa tanggung jawab yang besar dibanding dengan kakak-kakaknya.
"Omo!!"
Nyaris saja Nara jatuh tersungkur saat tanpa sengaja kakinya menabrak sesuatu. Kedua matanya sontak membelalak saat melihat seorang pemuda terkapar dalam keadaan bersimbah darah di depan pagar rumahnya.
"Kkyyyaaa... Mayat!!" Gadis itu berteriak histeris.
Baru saja Nara hendak berlari ke dalam, namun suara rintihan kesakitan orang itu membuatnya tersadar, jika sebenarnya orang itu masih hidup dan belum mati.
Nara menyalahkan senter pada ponselnya guna memastikan keadaan orang tersebut. Dan benar saja, dia masih bernapas meskipun nafasnya lemah dan terputus-putus. Tanpa membuang banyak waktu, ia pun segera memapah pria asing tersebut masuk ke dalam rumahnya.
Setibanya di dalam. Nara langsung membaringkan orang itu di tempat tidur di kamar tamu. Luka hampir di sekujur tubuhnya, dan yang paling parah adalah luka pada perut sebelah kirinya yang terlihat seperti luka tembak. Tidak terlihat seperti apa parasnya, karena sebagian wajahnya tertutup darah.
Dan pertama-tama yang Nara lakukan adalah mengeluarkan peluru di perut kirinya sebelum menyentuh luka yang lain karena memang itu adalah yang terparah. Pria ini bisa kehilangan nyawa jika peluru itu tidak dikeluarkan dan pendarahan diperutnya tidak segera dihentikan.
"Uhhh..."
Rintihan kesakitan kembali terdengar dari sela-sela bibirnya yang terkatup. Sesekali Nara membersihkan keringat di keningnya, dari rintihannya terlihat jelas dia sangat menderita. Dan sebisa mungkin Nara berusaha untuk menyelamatkan nyawanya.
Hampir tiga puluh menit. Akhirnya peluru tersebut berhasil Nara keluarkan dari perut lelaki tersebut. Pendarahannya juga berhasil dihentikan, lukanya juga sudah tutup dengan perban.
Lalu dia beralih pada luka di wajah, bahu dan lengannya. Nara tidak tau, apa yang terjadi pada pemuda ini sampai-sampai dia bisa terluka sangat parah. Dan Nara akui jika dia memiliki daya tahan tubuh yang kuat, jika orang biasa, mungkin sudah tiada dengan keadaan luka seperti ini.
"SENIOR?!" dan Nara memekik sekencang-kencangnya setelah wajah tampan itu telah bersih dari noda darah. Nara sangat mengenal betul wajah itu, dia adalah senior pembimbingnya di rumah sakit.
Setelah membersihkan luka-lukanya. Lalu Nara menutupnya dengan perban. Lilitan perban tampak melingkari kepalanya, perban lain menutup cidera pada mata kirinya, pipi, bahu dan lengannya.
Nara menatap pemuda itu dengan miris. Ia benar-benar tidak tau apa yang sebenarnya menimpa seniornya sehingga dia bisa sampai terluka parah. Dan luka-luka itu tentu membutuhkan waktu untuk sembuh total. Terutama luka diperutnya dan cidera pada mata kirinya. Nara sendiri tidak tau, luka itu bisa berakibat fatal pada penglihatannya atau tidak.
Membiarkan pemuda itu beristirahat. Nara melangkah keluar meninggalkan ruangan tersebut. Dia lapar karena melewatkan makan malamnya selama beberapa jam.
Dan sebelum menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri, Nara memutuskan untuk mandi terlebih dulu. Sekujur tubuhnya terasa lengket dan tidak nyaman.
-
-
"Bagaimana, apa kalian sudah menemukannya?" Tanya seorang pria pada beberapa pria yang sedang menyeka keringat di kening dan lehernya.
Salah satu dari ketiga pria itu menggeleng frustasi. "Belum, hanya mobilnya yang hangus terbakar saja. Tapi kami tidak menemukan jasad Tuan Muda di dalam mobil tersebut. Jadi kami tidak tau apakah Tuan Muda masih hidup atau justru sudah meninggal."
"Oh, jadi kau mendoakan sepupuku mati?!" bentak lelaki itu penuh emosi.
"Bukan!! Aku hanya mengatakan jika kami tidak menemukan jasadnya di sana, jadi kami sendiri tidak tau apakah dia masih hidup atau sudah mati!!"
Pria itu mengacak rambut hitamnya dengan frustasi. Jika saja dia tidak membiarkannya pergi sendirian. Pasti musibah semacam ini tidak akan terjadi. "Zian Lu, dimana kau sebenarnya?!" Ucap pria itu setengah bergumam.
"Kenapa kalian masih disini?! Cari lagi sampai ketemu!!"
"Ba..Baik, Tuan."
"Dasar bodoh kalian semua, kenapa punya anak buah malah tidak ada yang berguna!!" Pria itu mengeram kesal.
Setelah mereka bertiga pergi. Pria itu masuk ke dalam mobilnya. Dan mobil sedan mewah itu mulai melaju meninggalkan lokasi tempat ditemukannya mobil Zian yang terbakar hangus. Dalam hatinya dia berharap, semoga sepupunya itu masih hidup dan baik-baik saja.
-
-
Kabar menghilangnya Zian telah sampai ke telinga Devan. Pria muda yang berprofesi sebagai dokter itu tentu menjadi sangat cemas. Devan takut jika hal buruk sampai menimpa Zian apalagi dia tau jika sang adik memiliki banyak musuh yang tersebar dimana-mana.
Devan mengangkat kepalanya mendengar derap langkah seseorang yang datang. Seorang pria berjas putih sama sepertinya berdiri di depannya. "Kenapa belum pulang? Lembur lagi?" Tegur lelaki itu.
Devan mengangguk. "Malam ini Dokter Wang absen karena kurang enak badan, dan aku disini untuk menggantikannya."
"Lalu kenapa kau terlihat gusar? Apa sesuatu telah terjadi?" Tanya lelaki itu memastikan.
Devan mengangguk. Kemudian ia menceritakan perihal Zian yang tiba-tiba menghilang pada teman baiknya itu.
Dia menyarankan supaya Devan melapor ke polisi, tapi dia menolaknya. Karena Devan tau jika Zian sangat benci pada polisi, dan Zian bisa semakin membencinya jika tau ia telah melibatkan polisi dalam permasalahannya. Jadi Devan memutuskan untuk tidak melibatkan polisi dalam menghilangnya Zian.
Dan Zian akan mempercayakan masalah ini pada Alex dan anak buahnya. Karena dia tau jika kakak sepupunya itu selalu bisa diandalkan. Dan Alex tidak mungkin tinggal diam mengingat betapa dia sangat menyayangi Zian.
"Sebaiknya kau banyak-banyak berdoa saja supaya adikmu baik-baik saja. Aku pulang dulu, jika kau lelah sebaiknya minta dokter lain untuk menggantikan-mu," lelaki itu menepuk bahu Devan dan pergi begitu saja.
Devan adalah seorang workaholic, jadi wajar jika dia tidak menolak ketika seseorang memintanya untuk menggantikan jadwal piketnya. Apalagi Devan sangat mencintai profesinya itu.
-
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Faalih Robbani
kayaknya seru ni ceritanya.lanjut ahh....
2024-05-03
0
Anonymous
keren
2024-04-29
0
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu wajib searchnya pakek tanda kurung dan satu novel lagi judulnya Caraku Menemukanmu
2023-02-18
0