18+
Ikatan yang terjalin karena sebuah fitnah, membuat Karenina terpenjara oleh cintanya, hingga ia memutuskan untuk menjadi selingkuhan suaminya sendiri.
Penyamaran yang begitu apik, dan sempurna, sehingga sang suami tidak menyadari kalau ternyata, wanita lain dalam rumah tangganya adalah istri sahnya.
"Kau yang mengurus segala keperluanku, dan saat kau memutuskan untuk pergi, ada ketidak relaan dalam hatiku, namun aku tak bisa mencegahmu.
Hidupku kacau tanpamu, rapuh porak poranda" DANU ABRAHAM BUANA
"Anna Uhibbuka Fillah Lillah..., itu sebabnya aku menjadi orang bodoh, bertahan hampir dua tahun untuk mengabdikan diriku pada suami yang tidak pernah membalas cintaku" KARENINA LARASATI ARIFIN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 34
Danu dan Rio tampak khidmat mendengarkan ceramah dari ustadz Arifin. Hati mereka tersentuh saat isi ceramah membahas tentang istri dalam rumah tangga. Ini bisa menjadi bekal untuk Rio yang belum menikah. Tidak pernah sekalipun terbersit di pikirannya untuk berbuat seperti sahabatnya, yang tidak pernah menganggap istri di rumahnya.
"Jika istrimu pemarah, beri teladan padanya tentang kesabaran. Ajarkan komunikasi yang benar, agar dia mampu berbicara dengan kepala dingin dan tutur kata yang lembut. Jangan malah kamu balas dengan bentakan.
Jika istrimu boros, Ajak dia duduk bareng. Jelaskan konsep prioritas di pengaturan keuangan, ajarkan agar dia pandai mengatur finanasial, jangan malah kamu balas dengan pelit padanya.
Jika istrimu tak pandai merawat diri, fasilitasi Bantu pekerjaan rumahnya hingga dia ada waktu merawat diri. Belikan produk perawatan tubuh. Adakan olahraga bersama, Jangan malah kamu bandingkan bentuk tubuhnya dengan artis nganu.
Jika istrimu tak taat, mungkin ilmu agamanya tak mumpuni, Didik dengan kelembutan, beri teladan bagaimana sikap yang seharusnya para pasangan yang disukai Rabbul izzati. Jangan malah Langsung gaplok KDRT, pukul sana pukul sini.
Jika istrimu tampak tua, lesu, tak bahagia, karena mungkin ada masalah, ajak dia bicara, tanyakan apa yang mengganggu pikirannya, lalu diskusikan sama-sama dengan kepala dingin, cari solusi terbaik.
Fokus ke istrimu, lihat dan tatap dia dengan tatapan cintamu, alirkan energi positif padanya, manjakan dia, cintai dia, bahagiakan dia.
Jangan terburu-buru hilang perasaan terhadap istrimu, lalu mencari emotional affairs di luar. mencari kepuasan pada wanita lain"
"Naudzubillah" kata Abi.
"Himindzalik" lanjut para hadirin kompak.
Ceramah ayah mertua bagaikan pukulan telak untuk Danu. Kilas balik perlakuannya terhadap Nina pun menari-nasi di otaknya, dia tersenyum kecut membayangkannya. Sejenak merasa bahwa dia adalah manusia paling kejam.
Danu menghirup napas dalam-dalam, "Ampuni aku ya Rabb"
Kajian rutin setiap dua minggu sekali, yang di hadiri khusus oleh para ikhwan, telah selesai. Usai sholat dzuhur, serta makan siang, Danu dan Rio berpamitan untuk kembali ke rumah.
"Ri kamu lagi yang nyetir" ucap Danu lesu seraya membuka pintu mobil.
Rio menatap heran sahabatnya, ia menggelengkan kepala lalu masuk ke dalam mobil dan mendudukan dirinya di kursi kemudi.
"Kamu kenapa?" Rio melengos ke arah Danu sekejap, lalu kembali menatap lurus ke jalan.
Danu hanya menggeleng, rasanya enggan untuk menjawab pertanyaan dari Rio.
Mobil terus melaju dengan keheningan hingga sampai di tempat tujuan. Bergegas keluar dari mobil, ia setengah berlari menuju ke belakang, melepas pakaianya, dan menyisakan celana pendek, lalu menyeburkan dirinya ke dalam kolam renang. Mungkin dengan berenang mampu menetralisir rasa bersalah maupun khilafnya pada Nina.
Rio yang menyaksikan pemandangan itu, terus mengumpat dalam hati seraya melangkahkan kaki ke dapur, ada teh wati yang sedang mengepel.
"Teh apa bosmu itu bersikap baik padamu?" tanya Rio sambil membuka kulkas dan meraih minuman bersoda.
"Iya pak Rio, malah kelewat baik"
"Syukurlah, selesai ngepel, bikinin cemilan ya teh"
"Cemilan apa pak?"
"Apa saja yang penting bisa di makan, terus nanti bawa ke belakang" Setelah mengatakannya, Rio berlenggang menuju ke kolam renang menghampiri Danu.
"Nu apa yang akan kamu lakukan kalau Nina pulang?"
Pertanyaan Rio membuat Danu membawa dirinya ke tepi kolam "Kamu mengejeku?"
"Aku bertanya bodoh"
"Tentu saja memeluknya lalu meminta maaf" jawabnya kemudian kembali berenang.
"Jika dia tidak mau memaafkanmu?"
"Dia harus memaafkanku, dan harus mau kembali padaku" Danu menyudahi aktifitas berenangnya, lalu menyambar handuk yang selalu tersedia di dalam lemari dekat kolam, dia berjalan menghampiri Rio, dan merebahkan dirinya di sun lounger.
"Dulu seenaknya nyakitin, sekarang maksa?"
"Bawel banget si jadi cowo" Sahut Danu tanpa ekspresi. Matanya terpejam menikmati teriknya panas matahari.
Teh wati datang membawa nampan berisi dua piring, satu piring lumpia pisang coklat, satu piring lumpia isi daging
"Cepet amat teh wati bikin ini?"
"Tinggal goreng saja pak Rio, makannya cepet" sahutnya lalu menaruhnya di atas meja "Pelan-palan pak ganteng, masih panas"
"Bikinin teh chamomile teh" sambar Danu tanpa membuka matanya.
"Gantengan pak Tomo kali teh" kata Rio merespon kalimat terakhir teh Wati.
"Ya kalo bang Tomo ganteng banget, kalau kalian ganteng doang"
Rio berdecih mendengar teh Wati menimpali ucapannya "bisa saja teh Wati"
"Pak Rio mau di bikinin teh juga?"
"Tidak usah, air putih saja"
"Siap"
Danu meraih ponsel yang ia taruh di dalam saku celananya, tampak kakak ipar melakukan panggilan beberapa kali, dan dua pesan masuk sekitar tiga puluh menit yang lalu.
Mas Haidar
"Danu, kenapa tidak angkat telfon?" [14:35]
"Mas ada tugas di Papua selama enam bulan, kamu terus cari Nina, mas juga sudah minta bantuan rekan mas untuk mencarinya di area Jakarta Pusat" [14:37]
"Siapa?" tanya Rio penasaran lalu menggigit lumpia coklat pisang.
"Mas Haidar"
"Apa ada kabar tentang Nina?"
"Belum" Jawab Danu di sertai gelengan kepala.
"Terus?"
"Dia ada tugas di Papua, mas Haidar menyuruhku untuk terus mencari Nina"
Mereka menikmati cemilan buatan teh Wati, hingga terdengar adzan Ashar.
🌺
🌺
"Ir ingat jangan cerita apa-apa nanti sama abi dan umiku" Nina sedang membantu Irma melipat baju milik Irma lalu menatanya di dalam koper. Dia akan kembali ke kampung halamannya esok hari karena magangnya telah selesai.
"Tidak Nin, aku akan membantumu sebisaku, sampai kamu benar-benar siap, kamu hati-hati di sini"
"Tenang saja ada mba Yuni menemaniku"
"Ya aku sedikit lebih tenang, sudah ada ART" Irma mengatakannya sambil melipat baju. "Nin nanti aku juga tidak pulang ke rumah papa mamaku"
Nina menghentikan gerakan melipat baju, pandangannya ia alihkan ke wajah sahabatnya "memangnya kamu mau kemana?"
"Aku mau pulang ke rumah budheku. Selain untuk menghindari keluargamu, rumah budheku kan lebih deket dari kampus. Aku ingin segera menyelesaikan sidang ku, terus balik lagi ke sini. Bosku sudah menghubungi pihak kampus dia melamarku untuk bekerja di perusahaannya"
"Kamu hebat Ir, kebanyakan mereka melamar pekerjaan ke perusahaan, tapi kamu, justru di lamar oleh perusahaan"
"Padahal tadinya aku bermimpi, mau bekerja di perusahaan suamimu, tapi malah begini ceritanya" Koper sudah terisi penuh, Irma menyeret untuk menepikannya "Malam ini aku tidur denganmu Nin"
Mereka kini tengah berbaring di ranjang milik Nina "Nin, aku harus jawab apa, kalau mas Haidar datang ke rumahku dan menanyakanmu?"
"Bilang saja semenjak aku pindah rumah, kita tidak pernah bertemu"
"Irma mangambil nafas panjang "kamu yakin? kakakmu polisi loh, pasti dia akan mencarimu" Usai mengatakan itu, dari ekspresi wajahnya, Irma seperti mengingat sesuatu. "Oh ya semenjak ponsel lama kita di rampok orang, kamu kan belum pernah menghubungi keluargamu dengan nomor barumu?"
"Aku tidak hafal nomor mereka"
"Lalu?" tanya Irma sambil bergerak miring menghadap Nina. Ia menggunakan tangan kiri untuk menopang kepalanya.
"Ya aku kehilangan kontak"
"Kenapa tidak bilang dari kemarin, aku punya nomor mas Haidar, abi dan umi"
"Aku juga punya contak ponpesnya Abi Irma, hanya saja, aku masih belum siap untuk memberitahukan kondisiku yang tengah hamil besar"
Mereka berbincang sampai larut malam, hingga mata tak mampu terjaga.
Keesokan harinya, Nina dan mba Yuni bekerja sama menyiapkan makanan, Irma yang tengah bersiap-siap tidak bisa membantunya.
Usai sarapan Irma pun pamit.
"Kamu hati-hati ya?" pungkas Nina memeluk tubuh Irma lama.
Irma mengelus punggung Nina "Kamu juga, jaga kandunganmu, siapkan diri buat lahiran dua bulan lagi"
"Iya"
"Mba Yani, nitip Temanku ya, kalau ada apa-apa segera hubungi aku"
"Iya mba Irma, mba Irma hati-hati di jalan"
"Aku pergi Nin, Daaa" Ujar Irma di sertai gerakan tangan menyeret koper.
*BE**RSAMBUNG*