Belum kering luka hatinya setelah kehilangan kedua orangtuanya dalam waktu berdekatan, Baby Aurora, seorang gadis remaja berusia 19tahun harus dihadapkan pada perjodohan dengan pria yang sama sekali tidak disukainya.
Galak, kasar dan pemarah, itulah sosok Damar Bimasakti di mata Baby.
Sedangkan dalam pandangan Damar, Baby hanyalah barang mentah di mana ia akan keracunan jika memakannya.
Akankah dua karakter yang bagai air dan minyak ini menyatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JPB 34
Waktu menunjukkan pukul delapan malam ketika Damar tiba di rumah. Mobil yang dikendarainya berhenti di depan gerbang. Ia bersandar sejenak sambil menghela napas. Hari ini cukup melelahkan. Beranjak turun dari mobil, ia segera berjalan menuju gerbang rumah yang terbuka setengah.
"Loh, kok gerbangnya tidak dikunci. Tidak biasanya terbuka begini. Apa bunda lupa, ya."
Damar membuka lebar gerbang agar dan melajukan mobilnya ke halaman. Ia kemudian meraih paper bag berisi ponsel yang baru dibelinya untuk Baby.
Biasanya akan ada Bunda Yasmin yang menyambut kedatangan putranya. Namun, tak seperti hari biasa, senyum teduh yang selalu menghiasi wajahnya hilang entah kemana.
"Assalamu alaikum, Bunda," ucap Damar seraya mengulurkan tangan ingin mencium punggung tangan sang bunda. Akan tetapi bukannya menyambut, Bunda Yasmin malah menyambit.
Plak Plak Plak!
Tiga tamparan keras mendarat semulus jalan tol di pipi Damar. Kali ini Bunda Yasmin tak mampu membendung kemarahannya atas perbuatan Damar.
Terkejut, laki-laki itu hanya dapat mengusap wajahnya. "Auh ... sakit, Bun!"
"Sakit kamu bilang?"
Plak!
Satu tamparan lagi sebagai hadiah penyambitan.
"Kamu ngerti rasanya sakit, Mar? Tidak enak, kan? Lalu kenapa kelakuan kamu begini?"
Damar menunduk. Ini adalah pertama kali Bunda Yasmin membentak bahkan sampai menamparnya, hingga Damar tak memiliki nyali untuk mengangkat kepala menatap sang bunda.
"Sakit di wajah kamu itu tidak ada artinya dibanding sakit yang kamu berikan kepada Baby."
"Maaf, Bunda. Aku khilaf."
"Khilaf kamu bilang?" ujarnya. "Kalau mau minta maaf sama Baby, bukan sama bunda!"
Layaknya gunung merapi yang siap memuntahkan magma, Bunda Yasmin pun menarik napas dalam untuk mengurai kemarahan dalam hatinya.
Damar merasa sangat bersalah, ia tahu perbuatannya semalam sudah di luar batas kewajaran. "Baby mana, Bunda?"
"Di kamar bunda. Mulai sekarang sampai kapan pun Baby mau, dia akan tetap tidur di kamar bunda. Untuk apa tidur sama suami kasar seperti kamu!"
"Tidak apa-apa, Bunda. Tapi apa boleh aku masuk? Mau bicara sama Baby."
"Tidak boleh! Baby sedang istirahat," jawabnya dengan cepat.
Damar memejamkan mata, menghela napas panjang setelahnya. "Tolong, Bunda. Aku tidak akan macam-macam. Cuma mau minta maaf."
"Ya sudah, tidak apa-apa. Tapi kalau Baby tidak mau, jangan dipaksa."
"Iya, Bun."
Damar melangkah menuju kamar Bunda Yasmin setelah mendapat izin. Saat telah berada di ambang pintu, ia sempat mematung. Tangannya menggenggam gagang pintu, tetapi terlihat ragu untuk memutarnya. Ia sedang memikirkan kalimat yang tepat untuk memohon maaf.
Ayo Damar, minta maaf itu tidak perlu drama. Yang penting niat dalam hati.
Akhirnya pintu terbuka setengah. Damar melongokkan kepala ke dalam. Pandangannya menyapu seisi kamar. Istrinya tidak terlihat di sana.
"Baby ..." Ia mulai masuk sambil melirik ke kamar mandi yang pintunya tertutup. Mungkin Baby sedang berada di kamar mandi.
Damar menunggu beberapa saat dengan duduk di tepi pembaringan, menatap nampan berisi makanan yang masih utuh di atas meja.
Ini kan sudah lewat jam makan malam. Dia pasti sedih sampai tidak berselera makan. Maafin aku, Baby.
Setelah menunggu beberapa menit, Baby tak kunjung keluar dari kamar mandi, tidak pula terdengar gemercik air ataupun tanda keberadaan seseorang di dalam sana. Damar pun beranjak dan mengetuk pintu kamar mandi.
"Baby, kamu di dalam?"
Hening! Tak ada sahutan.
Alis tebal Damar saling bertaut, ia mulai meyakini tidak ada siapapun di dalam setelah beberapa kali memanggil. Benar saja ketika membuka pintu, Baby tidak berada di sana.
Damar pun segera keluar menemui sang Bunda.
"Bunda, Baby tidak ada di kamar."
"Tidak ada? Tapi tadi dia lagi baring waktu bunda bawakan makanan."
"Tidak ada, Bunda. Makanannya juga belum disentuh."
Tunggu! Sesuatu terlintas di benak Damar. Tadi, saat baru tiba gerbang rumah dalam keadaan terbuka. Mungkinkah Baby kabur lagi?
Raut wajahnya tiba-tiba berubah panik. "Bun, sebentar aku mau lihat ke atas."
Dengan tergesa, laki-laki itu berlari menaiki tangga menuju lantai atas. Baby pun tak berada di sana.
"Bunda, Baby tidak ada di sini!" teriak Damar dari lantai atas.
🌼🌼🌼
lagian kamu g sadar menuduh Damar sekingkuh,,yg ada kamu kali yg selingkuhin Damar..kamu aj g tau klo Damar abis mergokin kamu lg anu anu d apartemen mu..🤦♀️
rasain kamu Damar...😠