Nara Anjani Sukma berada di situasi harus menikah dengan adik angkat pria yang akan melamarnya. Sakti Pradana tidak menduga ia akan bertukar jodoh dengan kakak angkatnya. Dua karakter bertolak belakang, pertemuan tak terduga dan pernikahan mendadak seperti tahu bulat, drama rumah tangga apa yang akan mereka jalani.
===
“Sudah siap ya, sekarang aku suamimu. Bersiaplah aku buat kamu bahagia jiwa dan raga.” Sakti Pradana.
“Aku penasaran, apa milikmu bisa sesakti namamu.” Nara Anjani Sukma
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Masa Lalu Sakti
Bab 33
Bersenandung dan raut wajah berseri, cerminan Sakti pagi ini saat keluar dari toilet. Lalu memakai setelan casual seperti biasa untuk bekerja.
“Cinta akan ku berikan bagi hatimu yang damai. Cintaku gelora asmara seindah lembayung senja. Tiada ada yang kuasa melebihi. Indahnya nikmat bercint4.” Bukan hanya bersenandung bahkan Sakti sambil bergoyang.
“Hah, segarnya.” Menyugar rambut yang sudah dipoles pomade. “Pantas saja disebut surga dunia, rasanya bikin kita melayang.”
Nara masih berada di ranjang, bersandar pada head board. Mencibir dengan kelakuan suaminya. Berbeda dengan Sakti yang terlihat gagah dan ceria, Nara belum nyaman untuk beranjak.
Maruk, ejek Nara tadi pagi. Bagaimana tidak, semalam baru berhasil membob0l gawang, malah langsung dua ronde. Saat terbangun pagi ini Sakti kembali mereguk nikmatnya bercinta.
“Kamu libur, sayang?”
“Mana ada libur. Gara-gara kamu nih. Aku bilang jangan maksa, perih tahu.”
Sakti mendekat lalu duduk di samping istrinya.
“Namanya juga perdana, wajar kalau ada sakit. Sarangnya masih menyesuaikan diri dengan tongkat ajaib aku. Tapi enak ‘kan? Nggak mungkin nggak enak, orang kamu merem melek juga. Sakti oh Sakti.”
Mendengar ejekan Sakti, Nara memukul paha pria itu.
“Nanti malam libur dulu, nggak boleh minta apa lagi maksa.”
“Ya ampun Ra, baru juga buka puasa udah disuruh libur lagi. Aku sudah siapkan gaya untuk nanti malam, dijamin kamu merem melek.”
“Sana jalan, otakmu makin mesum.”
Sakti semakin mendekat lalu mencium kening Nara.
“Aku jalan, ya. Kalau kangen atau mendadak pengen aku kok0p bilang aja, aku langsung otw.”
Nara mengangkat bantal dan siap dilempar untuk suaminya yang langsung beranjak sambil terkekeh.
“Jangan tebar pesona. Macam-macam aku habisi tongkat kamu.”
“Iya, aku padamu Ra. Cintaku sudah mentok di kamu, tapi kamu harus ikhlas kalau aku banyak yang nge-fans meski tidak pernah tebar pesona.”
Nara berekspresi ingin munt4h mendengar itu. Setelah Sakti benar-benar pergi, perlahan Nara beranjak dari ranjang. Sempat meringis karena tidak nyaman di bawah sana.
“Wajar perih, ukurannya besar gitu. Pantas saja dia bangga punya tongkat Sakti,” gumam Nara.
***
Sampai di showroom, Sakti dicegat Marko. Padahal baru keluar dari mobil.
“Bang, ada yang nyariin. Udah ditanya dari mana, katanya pengacara.”
“Pengacara? Cewek atau cowok?” tanya Sakti. agak heran dengan tamunya ini. Apalagi Marko sampai tidak bisa menangani.
“Cowok bang.”
“Ya udah, biar gue temani.”
Sakti bergegas menuju lantai dua di mana, di ruang tunggu ia melihat seorang pria paruh baya dengan penampilan rapi bahkan menggunakan setelan jas. menghampiri dan menyapa pria itu.
“Anda Sakti?” tanyanya sudah berdiri.
“Iya, saya Sakti. Sakti Pradana.”
Pria itu mengulurkan tangannya. “Adi Wisesa.” Lalu mengeluarkan sebuah kartu nama dan diserahkan pada Sakti. “Saya pengacara dan klien saya ada hubungannya dengan Anda.”
“Bisa kita bicara,” ujar Adi lagi.
“Oh, silahkan.”
“Di tempat yang agak private dan rahasia.”
Sakti menunjuk ke ruangannya, masih tidak mengerti siapa dan apa keperluan orang itu.
“Saya harus memastikan sesuatu untuk menjelaskan apa hubungan anda dengan klien saya.” Pria bernama Adi itu mengeluarkan map dari tasnya. “Anda benar diadopsi oleh Naryo dari panti Asuhan Cinta Kasih?”
“Tunggu, saya tidak akan menjawab apapun kalau tidak tahu ini tentang apa. Apa pula hubungan saya dengan klien anda.”
“Justru itu, saya harus memastikannya.”
Sakti menggaruk kepalanya. “Maaf, saya tidak banyak waktu. Kalau tidak jelas anda boleh keluar.”
Pria itu menghela nafasnya. “Sakti Pradana, ada kemungkinan kamu adalah putra dari klien kami.”
Sakti terdiam mendengar itu lalu terkekeh. “Jangan bercanda pak, orangtua saya Naryo dan Sinta.”
“Mereka orangtua angkat, mengadopsi kamu dari panti asuhan.”
Raut wajah Sakti perlahan berubah serius. “Dari mana anda tahu saya berasal dari Panti Cinta Kasih?”
“Karena saya sudah kesana untuk memastikan bayi yang diserahkan di sana dua puluh tujuh tahun yang lalu adalah kamu.”
Semakin bingung, Sakti sampai mengusap wajahnya. Adi Wisesa kembali mengeluarkan dokumen dari tasnya. “Ini foto anda di panti dan ini foto anda sebelum dititipkan di sana.”
“Untuk apa klien anda mencari saya? Ini sudah lama sekali. Apa dia menyesal?”
Adi Wisesa menggeleng pelan. “Saya harus mengecek DNA anda sebelum menjelaskan lagi. Apa anda bersedia?”
Sakti menggeleng. Adi Wisesa pun membereskan dokumennya dan berdiri.
“Hubungi saya kalau anda bersedia untuk tes DNA.”
“Kenapa dia membuang saya dan sekarang mencari? Menyesal ‘kah?” tanya Sakti. “Sampaikan saya tidak tertarik.”
Adi Wisesa mengangguk dan menghargai keputusan Sakti dan undur diri. Meninggalkan banyak tanya dalam benak Sakti. Mana tahu dia mendapatkan penjelasan, Sakti pun beranjak untuk menemui Naryo dan Sinta. Kebetulan ia ingin selesaikan kedatangan Sinta kemarin yang datang menemui Nara.
Tidak sampai satu jam, Sakti tiba di kediaman Naryo. Kebetulan masih lengkap, Samir dan kedua orangtuanya.
“Tumben ingat pulang,” ejek Sinta.
Sakti menyalami orang tua angkatnya, saat ini mereka berada di ruang keluarga.
“Kemarin Bunda menemui istriku?”
“Iya, kamu tidak suka?”
“Bun,” tegur Naryo.
“Dia ngadu apa sama kamu? Wajar kami ini orang tuaku, tapi kalian nggak ada menghargai kami. Jangan jadi kurang ajar Sakti, kamu sudah dididik dibesarkan selama ini, tidak ada balas budi. Kami dengar resepsi kamu akan sangat mewah. Banyak uang juga kamu.”
“Opa, semua beliau yang mengatur. Aku dan Nara hanya diminta bersiap dan ikut arahan saja.”
“Pernikahan kalian hanya drama, tapi mau di publish.Ingat Sakti, seharusnya aku yang menikah dengan Nara,” cetus Samir. "Harusnya aku yang menikmati kemewahan keluarga WIjaya."
“Sudah,” ucap Naryo. “Kalian ini kenapa malah menyerang Sakti. Kita bicara baik-baik.”
Sakti mendengarkan penjelasan Naryo dan Sinta kalau usaha mereka sedang down, bahkan kalau tidak ada modal bisa-bisa gulung tikar.
“Ayo bantu, jangan diam saja kamu,” sentak Sinta. “Dari pada kasih istrimu mobil mahal, lebih baik uangnya dipinjamkan untuk modal.”
Sakti mengusap wajah, orang tuanya menodong bantuan modal yang jumlahnya tidak sedikit.
“Aku tidak ada uang sebanyak itu. Bahkan showroom dijual pun tidak akan cukup.”
“Dekati Jimmy, bujuk agar dia mau bekerja sama dengan kita,” titah Naryo.
Melihat sikap keluarga itu, Sakti penasaran dengan alasan dia diadopsi. Tidak ada kesan penuh kasih, selalu saja dihujat. Tidak menjanjikan apa yang diminta Naryo, Sakti memilih undur diri.
Dalam perjalanan, ia menepi memikirkan sesuatu. Mengeluarkan kartu nama yang tadi dia kantongi. Mengirim pesan pada kontak tersebut. Belum beranjak pergi, Sakti masih fokus dengan ponselnya menghubungi seseorang.
“Iya,” sahut Nara di ujung sana.
“Sayang, kamu dimana? Aku kangen.”
“Lebay ih.”
“Serius, kamu di mana?” tanya Sakti lagi.
“Baru keluar dari Go TV, ada kontrak dengan model aku. Ini mau ke hotel X, ada casting untuk model BA.”
“Kita bertemu disana ya.”
“Bertemu doang ya, jangan macam-macam.”
“Kangen kamu, sayang. Macam-macam itu hanya bonus,” sahut Sakti. Perasaannya saat ini sedang tidak baik, ia butuh seseorang untuk bersandar dan bermanja. Nara, istrinya.
-------
* Cintaku - Chrisye
\=\=\=\=\=\=\=\=\=
jejaks jangan lupa jejaks, syukur-syukur lempar kuaci 🥰🥰
apalagi sampe jilat lepehan sendiri
sakti harus keluarin kemampuan buat ngelawan orang2 penuh racunnn