"Harus berapa kali aku katakan, aku ini masih istri orang, dan aku tidak ingin menjadi seperti mereka dengan membiarkanmu terus mendekat dan memberiku perhatian. Aku harap kamu mengerti maksudku," kata Tiara penuh permohonan.
Senja menatapnya lekat. "Tiara, aku jelas mengerti apa maksudmu, tapi aku melakukan semua ini bukan untuk mengajakmu berselingkuh. Aku hanya ingin menunjukkan rasa cintaku padamu. Itu saja, tidak lebih."
Yaa Tuhan... Senja ini benar-benar keras kepala, membuat wanita itu bingung bagaimana lagi harus menghadapinya.
"Dan jika alasanmu mendorongku menjauh karena statusmu, aku akan memberimu jalan keluar. Aku akan membayar pengacara untuk mengurus perceraian kalian di pengadilan. Kamu di sini tinggal terima beres saja," kata Senja lagi menatap Tiara dengan ekspresi serius.
Baca cerita selengkapnya hanya di sini>>>
Dan jangan lupa follow IG @itayulfiana untuk lebih kenal dengan penulis😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ita Yulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SETIA — BAB 33
"Tolong jangan gila. Itu adalah urusan pribadiku, dan kamu bukan siapa-siapa bagiku. Tidak etis jika kamu yang melakukannya," kataku, menahan kekesalan.
Senja terdiam sesaat. Senyumnya simpul, dengan mata sedikit memerah, lalu dia meraih tanganku, memindahkan paper bag ke dalam genggamanku.
"Aku sadar, saat ini aku memang belum menjadi siapa-siapamu. Tapi percayalah, kelak aku akan menjadi bagian paling penting dalam hidupmu," katanya dengan nada yang lembut dan penuh keyakinan. "Aku pergi dulu, kamu jangan lupa jaga kesehatan, dan jangan lupa baca bukunya juga. Aku akan kembali ke sini lagi menemuimu setiap kali ada kesempatan," imbuhnya.
Aku mendengus, merasa semakin kesal mendengar ucapannya. "Aku rasa kamu sebaiknya tidak usah ke sin—" Ucapanku tidak bisa kuselesaikan karena jari telunjuknya tiba-tiba saja menempel di bibirku.
"Ssst .... Aku, semakin dilarang semakin ingin melakukannya," katanya dengan nada yang lembut dan penuh godaan. "Apa kamu lupa? Aku pernah mengatakan padamu bahwa aku ini tipe orang yang sangat menyukai tantangan." Dia tersenyum manis seperti biasa.
Aku yang tidak suka disentuh sembarangan langsung menepis tangannya dari bibirku. "Tolong jangan sentuh aku sembarangan, aku tidak suka," ucapku menegaskan.
"Maaf jika aku sudah melewati batasanmu, sebisa mungkin aku tidak akan melakukannya lagi," ujarnya, mundur satu langkah dari hadapanku. "Tapi sebelum aku pergi, ada hal yang ingin kukatakan padaku. Aku, mulai sekarang akan melakukan kebalikan dari ucapanmu. Kalau kamu melarang, itu berarti aku harus melakukannya."
"Kalau begitu, aku mengizinkanmu untuk selalu datang menemuiku selamanya, setiap hari," kataku spontan dengan emosi, berharap dia benar-benar akan melakukan kebalikannya.
Senja terkekeh. "Terima kasih banyak sudah mengizinkanku. Memang itu yang aku harapkan selama ini," ucapnya, sambil melangkah mundur menjauh dariku, dengan tangan melambai kecil.
"Kamu—" Tanganku menuding ke arahnya. "Kamu menipuku?"
"Aku tidak suka menipu orang, tapi untuk yang satu itu, memang masuk dalam kategori pengecualian," katanya, sambil masih tertawa. Barulah dia berjalan dengan benar setelah akan menghilang dari balik tembok.
Aku mengusap wajah kasar. "Tuhan... kenapa juga aku harus dipertemukan dengan laki-laki keras kepala seperti itu?"
...****************...
Meski kesal pada Senja, aku tetap membuka pemberiannya. Isinya 1 buah novel baru karya penulis favoritku, 2 kotak makanan berisi masing-masing salad buah dan salad sayur, serta 1 botol vitamin C. Keningku berkerut kala menemukan sticky note yang menempel pada masing-masing barang pemberiannya. Aku yang penasaran mulai membaca tulisan itu satu per satu.
...Sticky notes 1 yang menempel pada buku :...
...(Mutiara Anindhita, bagiku, kamu adalah buku yang belum selesai kubaca, maka dari itu, aku ingin menjadi penanda halamanmu selama-lamanya.)...
^^^ ^^^
...Sticky notes 2 yang menempel pada salah satu kotak salad :...
...(Aku sengaja tidak memberimu makanan manis, karena aku yakin, akulah gula yang akan selalu membuat hidupmu menjadi manis.)...
...Sticky notes 3 yang menempel di botol vitamin :...
...(Jangan lupa minum vitaminnya yah agar kamu selalu sehat dan fit, karena bagiku, kamu adalah vitamin C yang membuat hidupku lebih imun terhadap kesepian.)...
"Cih, dasar tukang gombal," ucapku dengan nada sinis. Tapi anehnya, bibirku justru berkhianat, tersenyum, dan sulit kukendalikan. Sepertinya, aku sudah ketularan gilanya Senja. Benar-benar, pria itu tidak boleh dibiarkan selalu dekat-dekat denganku. Atau mungkin, aku seperti ini karena belum pernah mendapatkan perlakuan semanis ini dari laki-laki mana pun, termasuk Mas Arkan yang menjadi suamiku selama 9 tahun.
"Kak Tia kenapa? Tumben senyum-senyum sendiri." Kemunculan Reyhan yang tiba-tiba dan duduk di sampingku membuatku langsung gelagapan. Buru-buru kumasukkan kembali barang-barang pemberian Senja ke dalam paperbag.
"Gak kenapa-napa, Rey," ucapku, menjauhkan paperbag dari kursi tempat kami duduk.
"Apa itu, Kak? Kok kayaknya Kak Tia menyembunyikan sesuatu dari aku." Reyhan menatapku penuh selidik. Saat dia bangkit dan ingin mengambil paperbag itu, aku langsung menahan tangannya.
"Rey, boleh minta tolong? Tolong belikan air mineral, kakak haus."
"Gak perlu beli, Kak. Di ruang rawat mama Rini banyak," katanya. "Sebentar aku pergi ambilkan."
Aku akhirnya bisa bernapas lega setelah Reyhan menjauh. Sebelum ketahuan, aku segera mencopot kertas-kertas berwarna pastel tersebut dan menyembunyikannya ke kantong bagian terdalam totebag-ku.
Hanya selang beberapa menit, Reyhan kembali dengan membawa sebotol air mineral ukuran sedang lalu duduk di sampingku.
"Kak, aku mau ngomong sesuatu." Reyhan menatapku sebentar lalu tertunduk.
"Ngomong apa?" Aku menatap adikku. Dari gelagatnya, sepertinya dia ingin membahas hal yang serius denganku.
"Mm... mengenai perselingkuhan mas Arkan," katanya, kembali melirikku sekilas, "apa Kak Tia masih mau bertahan setelah dikhianati? Karena jujur saja, aku tidak terima dia memperlakukanmu seperti itu."
Aku menghela napas sebelum menjawab, "Aku gak punya alasan apa-apa lagi untuk mempertahankan pernikahan kami, Rey. Mengenai Ardhan dan semua orang, aku rasa mereka pasti bisa mengerti posisiku."
Reyhan mengangkat wajahnya dan tersenyum padaku. "Aku senang dan tenang Kak Tia bicara seperti itu." Dia merangkulku, wajahnya sekarang terlihat lebih cerah dari hari-hari sebelumnya. Seolah-olah beban berat yang menghimpitnya terangkat. "Aku yakin, Kakak pasti akan segera menemukan kebahagiaan setelah lepas dari laki-laki bajing4n itu."
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Reyhan. Semoga saja, pikirku.
"Kak, sebaiknya kamu urus surat ceraimu secepatnya. Gak perlu nunggu dia bangun, karena siapa tahu besok-besok dia gak akan pernah bangun lagi, alias sudah koit."
"Hust, jangan ngomong gitu," tegurku, atas ucapan Reyhan yang penuh kebencian. "Bagaimana pun jahatnya Mas Arkan ke aku, dia tetaplah ayahnya Ardhan. Dan meski dia tidak menjadi suami yang baik, selama ini dia selalu menjadi ayah yang baik dan perhatian untuk Ardhan," kataku, Reyhan malah membuang muka. Mungkin malas mendengarku membela Mas Arkan. "Apa kamu tidak kasihan, Rey, melihat Ardhan sedih karena ayahnya terbaring koma di ruang ICU?"
"Sedih sih sedih, Kak, tapi tetap saja laki-laki bajing4n itu tidak pantas untuk kamu bela." Reyhan bangkit dari duduknya. "Mengenai Ardhan, Kak Tia gak perlu khawatir, aku akan mencari cara untuk menghiburnya, bahkan jika ayahnya meninggal dalam waktu dekat, dia gak akan kubiarkan larut dalam kesedihan."
Aku menghela napas kasar, menatap punggung Reyhan yang semakin menjauh dariku. "Sebenci itukah dia sekarang sama mas Arkan."