Aerra adalah seorang wanita yang tulus terhadap pasangannya. Namun, sayang sekali pacarnya terlambat untuk melamarnya sehingga dirinya di jodohkan oleh pria yang lebih kaya oleh ibunya. Tapi, apakah Aerra merasakan kebahagiaan di dalam pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Katanya Apa Aldo?
Dokumen itu. Kata-kata di baris terakhir dokumen itu tampak dicetak dengan darahku sendiri.
“Tidak,” bisikku. Aku menggeleng, berharap gerakan kecil itu bisa menghapus gambaran di retinaku. “Itu bohong. Kamu cuma mengarang, Aldo. Itu… itu sudah selesai. Sudah lama sekali.”
Aldo menarik dokumen itu pelan. Matanya tidak berkedip. Matanya adalah dua lubang hitam yang menatap jiwaku yang baru saja terkoyak.
“Sudah selesai? Kalau sudah selesai, kenapa selama lima tahun kamu berusaha keras menghindari kehamilan, Aerra? Kamu selalu menolak ketika aku mencoba melakukan program IVF. Kamu selalu punya alasan, padahal dokter sudah bilang tidak ada masalah padamu, hanya pada Windu yang terlalu stres karena pekerjaan. Oh, tunggu, dia memang bermasalah, bukan karena pekerjaan, tapi karena statusnya saat itu,” katanya dingin.
Aku menarik napas tajam, seperti tenggelam. “Jangan libatkan hal itu. Itu masalahku. Hakku. Kamu tidak berhak menggali-gali masa laluku!”
“Hak? Aku suamimu, Aerra! Dan kamu tinggal di istanaku! Lima tahun aku hidup dengan ilusi bahwa kita berdua sedang berjuang. Tapi, yang benar, kamu sedang menghukumku atas masa lalu yang bahkan aku tidak tahu detailnya. Sekarang, aku tahu. Dan ya, aku punya hak penuh atas setiap rahasiamu.”
Ia menyodorkan lagi dokumen itu, menunjuk baris di tengah dengan jari telunjuknya. Jari yang sama yang lima tahun lalu menyematkan cincin di jari manisku. Jari yang kini berbau kekuasaan mutlak.
“Lihat ini, Sayang. Windu memang tahu. Tapi Lika... adik kandungmu, menemukan detail lengkapnya. Bukan hanya aborsi biasa, tetapi komplikasi. Dokumentasi bahwa Windu memaksa kamu mengambil keputusan itu, dengan ancaman dia akan meninggalkanku jika kamu mempertahankannya. Dan saat itu, janin itu sudah memasuki usia—astaga, itu mengerikan, Aerra. Kamu hampir mati saat itu, bukan?”
Tubuhku lunglai. Benar. Saat itu aku berusia dua puluh tahun, terikat cinta mati pada Windu yang takut kehilangan beasiswa ke luar negeri jika ia ketahuan menghamili seseorang. Itu adalah momen paling menyakitkan dan memalukan dalam hidupku. Dan sekarang, Lika menjualnya.
“Kenapa Lika tahu?” tanyaku lirih, suaraku hampir hilang. “Aku bahkan tidak pernah cerita.”
“Oh, Lika cerdas. Dia menemukan kotak tua milik ibumu, surat-surat yang ibumu simpan untuk mengancam Windu jika dia tidak melamarmu tepat waktu. Tentu saja, Susi tidak tahu detail aborsi itu, dia hanya tahu kamu pernah hamil dan keguguran. Lika yang menghubungkan semua titik-titik itu, mengunjungi rumah sakit lama, dan—voila—tiket emas untuk kekuasaan.” Aldo menyeringai.
Aku menelan ludah. Betapa mengerikannya keluargaku. Susi, ibuku, menyimpan informasi itu sebagai senjata tawar. Lika, adikku, menggunakannya sebagai belati untuk menusukku demi status sosial. Dan Aldo, suamiku, menggunakan tragedi ini sebagai borgol untuk menjebakku selamanya.
“Jadi… sekarang kamu tahu yang sebenarnya. Kenapa kamu tidak ceraikan aku saja?” Aku memohon, keputusasaan mengubah suara di tenggorokanku menjadi parau.
Aldo mencondongkan tubuhnya ke depanku lagi, merobek jarak kecil yang kuciptakan. Matanya kini tidak lagi tampak sedih atau marah, hanya penuh perhitungan dingin. Ini adalah Cinta Seorang Predator, sebutan yang tepat.
“Menceraikanmu? Kenapa aku harus melakukan itu? Kamu adalah istri yang paling patuh dan paling menarik yang pernah ada, Aerra. Tapi lebih dari itu, kamu adalah bagian dari integritas publikku. Direktur Utama yang pernikahannya gagal? Tidak. Itu buruk untuk bisnis.”
“Tapi aku sudah tidak punya harga diri lagi! Kamu tahu aku tidak mencintaimu!”
Aldo meraih daguku dengan jemari hangat, memaksaku menatapnya. “Aku tahu. Tapi, itu akan berubah. Lihat. Sekarang aku memiliki segala yang kamu tutupi, segala yang membuatmu lemah. Windu sudah lumpuh, dan sebentar lagi dia akan menghadapi kasus penggelapan. Ibumu tidak akan pernah tahu rahasia ini karena Lika akan menjaganya dengan baik—tentu saja, dengan biaya tertentu. Dan kamu?”
Jemari Aldo turun ke leherku, tidak mencekik, tapi menahan, membatasi gerakanku. Tindakan itu adalah pernyataan kepemilikan. Total.
“Kamu sekarang punya dua pilihan. Pertama: Kamu tetap menjadi Nyonya Aldo, berbakti, menjadi istriku seutuhnya, dan semua rahasia masa lalumu terkunci rapat. Kedua: Kamu kabur lagi, berteriak di hadapan publik bahwa suamimu jahat, dan aku akan merilis dokumen ini. Bukan hanya status aborsi. Tapi semua cerita yang telah Lika rancang: Nyonya Direktur yang mandul, tukang selingkuh, dan mencoba membunuh bayinya karena takut suaminya, seorang Direktur terhormat, akan mengetahuinya.”
“Lika tidak akan melakukan itu,” aku berbisik, tetapi jauh di lubuk hatiku, aku tahu Lika akan melakukan apa saja demi uang Aldo.
“Dia akan melakukan apa pun, jika aku yang membayar, Aerra. Dan dia tidak punya alasan untuk melindungimu. Kamu sudah melarangnya menikmati uangku selama ini.” Aldo melepaskan sentuhannya dan melangkah mundur, mengambil kembali aura direktur utamanya.
“Nando!” panggil Aldo tegas, dan Nando langsung bergerak cepat. “Kunci pintu depan dan gerbang belakang. Aerra perlu waktu untuk merenung di kamarnya.”
“Kamu tidak bisa mengurungku!” teriakku, tubuhku tersentak kembali hidup.
Aldo hanya tersenyum tipis, tetapi kali ini senyumnya mencapai mata. “Oh, aku bisa. Kamu bukan tahanan, Sayang. Kamu dilindungi. Aku adalah suami yang memastikan istrinya aman dari drama murahan dunia luar. Dan kita akan segera mengatasi masalah anak ini, begitu kamu siap menjadi ibu lagi. Tentu saja, kali ini, kita pastikan anak ini lahir dari rahimmu dan dariku.”
Ia berjalan mendekat, kini tangannya berada di pinggangku, memanduku, memaksa langkahku menuju tangga mewah. Aku tahu ini bukan cinta. Ini adalah penguasaan. Aku bukan lagi Aerra yang mengalah; aku adalah aset yang dimiliki.
“Kita akan memulai kembali. Aku akan menghapus bayangan Windu dari kepalamu, dan aku akan mengajarkan padamu bagaimana rasanya mencintai, meski harus dimulai dari rasa takut.”
Saat kami mencapai lantai atas, menuju pintu kamar kami yang berat, aku mencoba melakukan perlawanan terakhir.
“Aldo, apa yang terjadi pada Windu? Dia…”
Aldo membuka pintu kamar, mendorongku masuk, dan melangkah mengikutiku. Ia menutup pintu di belakangnya dengan suara klik yang final, suara gema penjara kami.
“Windu aman. Setidaknya untuk saat ini. Dia akan sibuk mengatasi tuntutan hukum dan menyembuhkan patah kakinya. Jadi, kamu tidak perlu khawatir, Sayang,” katanya, berjalan mendekat. “Prioritasmu sekarang adalah diriku, dan satu hal penting yang akan kita bicarakan sebelum kita tidur. Tentang dokumen ini, dan apa yang harus kamu lakukan besok pagi. Dan itu dimulai dengan, bagaimana kamu akan meminta maaf kepadaku karena kamu telah lari.”
Aldo maju, sorot matanya tajam. Aku mundur selangkah, dan kakiku menabrak meja rias. Dia berada di atasku dalam sekejap, menundukkan kepalanya, mendekat. Kelembutannya kali ini terasa jauh lebih berbahaya daripada ancamannya.
“Jangan takut, Aerra. Malam ini aku tidak akan menyentuhmu, jika kamu tidak mengizinkan. Tapi besok pagi, kita akan bermain lagi, Sayang. Dan aku akan memastikannya, kamu tidak akan pernah lupa, siapa Direktur Utama yang memiliki hatimu. Sekarang, aku hanya ingin memastikan kamu mengerti satu hal dengan sangat jelas. Jika Windu pernah mencoba mengancammu lagi dengan rahasia ini, katakan padanya,” bisik Aldo, senyum kemenangan terukir di wajahnya. “Katanya apa, Aldo?” tanyaku gemetar.