NovelToon NovelToon
DIVINE SIN

DIVINE SIN

Status: sedang berlangsung
Genre:Dark Romance
Popularitas:550
Nilai: 5
Nama Author: Ellalee

''Di balik malam yang sunyi, sesuatu yang lama tertidur mulai bergerak. Bisikan tak dikenal menembus dinding-dinding sepi,meninggalkan rasa dingin yang merayap.ada yang menatap di balik matanya, sebuah suara yang bukan sepenuhnya miliknya. Cahaya pun tampak retak,dan bayangan-bayangan menari di sudut yang tak terlihat.Dunia terasa salah, namun siapa yang mengintai dari kegelapan itu,hanya waktu yang mengungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

LANGKAH YANG SALAH

"Jae-hyun terdiam.

Rahangnya mengeras, matanya menatap punggung Haeun yang mulai berjalan menuju ibunya. Dunia di sekitarnya seakan meredup. Suara-suara murid yang berbisik, langkah kaki di koridor, semua memudar.

Yang tersisa hanyalah gema napasnya sendiri,berat, tertahan, tak rela.

‘Kau salah, Haeun...,’ batinnya bergetar, seolah menahan jeritan yang tak bisa keluar.

Seol-ah menggenggam tangan putrinya dengan keras, menariknya pelan tapi penuh tekanan. Sorot matanya dingin, tajam, namun di balik itu, Jae-hyun bisa melihat sesuatu yang aneh—ketakutan.

Ketakutan yang bukan ditujukan kepada siapa pun di ruangan itu... melainkan pada sesuatu yang tak kasat mata.

Langkah Haeun semakin menjauh.

Setiap langkah terdengar seperti dentuman yang menggema di dada Jae-hyun,semakin lama semakin pelan, namun meninggalkan rasa sesak yang tak bisa dijelaskan.

Ia menatap lama ke arah mereka, matanya tak bergerak sedikit pun.

Dan di detik berikutnya, napasnya tertahan,karena di belakang Seol-ah, sesosok bayangan berdiri, samar tapi nyata.

Bentuknya menyerupai manusia... tapi matanya terlalu gelap untuk disebut mata.

“Tidak...” gumamnya pelan, hampir tanpa suara.

Para siswa saling berpandangan, tak mengerti apa yang sedang terjadi. Guru yang berdiri di samping jae-hyun hanya menatap bingung, mencoba menjaga ketenangan. Tapi bagi Jae-hyun, dunia sudah berubah.

Udara di ruangan menjadi berat. Cahaya dari jendela meredup seolah tertelan kabut yang tak terlihat.

"Langkah-langkah Haeun bergema di lorong panjang sekolah, beradu dengan suara tumit ibunya yang tergesa.

Suasana siang yang seharusnya biasa saja kini terasa ganjil — udara berat, seperti menahan napas.

Murid-murid yang menatap dari jendela hanya bisa berbisik, seolah menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya mereka lihat.

“Eomma… tolong, pelan sedikit…”

Suara Haeun nyaris tenggelam oleh detak jantungnya sendiri.

Tangan ibunya mencengkeram pergelangannya, terlalu kuat, sampai membuat kulitnya memucat.

Dan di kejauhan ....

Suara langkah lain menggema, lebih cepat, lebih berat.

“Haeun!”

Nama itu memantul di udara, dalam, penuh luka.

Haeun menoleh.

Jae-hyun berlari dari arah koridor, napasnya terengah, rambutnya berantakan ditiup angin yang entah dari mana datangnya.

Murid-murid di sekitar gerbang menatap heran ketika melihat tatapan tajam di wajahnya — antara amarah dan ketakutan.

“Hentikan, eomma-nya Haeun!”

Guru yang tadi menegahi di kelas ikut berlari di belakangnya, tapi suara Jae-hyun lebih dulu menguasai udara.

Langkah Seol-ah terhenti hanya sesaat.

Ia menoleh dengan perlahan, dan senyum samar — tapi dingin — muncul di wajahnya.

Tatapan matanya kosong, tapi ada sesuatu yang gelap berputar di baliknya.

“Kenapa kau terus menghalanginya, anak muda?”

Suaranya lembut… tapi setiap katanya seperti menampar udara, membuat bulu kuduk berdiri.

Jae-hyun berhenti beberapa langkah di depan mereka. Nafasnya berat, matanya menatap lurus ke arah tangan Seol-ah yang masih menggenggam Haeun.

“Karena dia tidak seharusnya pergi bersamamu,” jawabnya datar, tapi tegas.

“Kau bukan lagi eomma yang dia kenal.”

Haeun mematung.

“Jae-hyun, apa yang kamu—”

Belum sempat kalimat itu selesai, angin di sekitar gerbang berputar.

Daun-daun berguguran, langit seolah kehilangan warnanya.

Beberapa murid berteriak kecil, sementara guru yang tadi mengejar berhenti dengan wajah pucat.

Senyum Seol-ah perlahan menghilang.

Dan di matanya — untuk sepersekian detik — sesuatu yang bukan manusia tampak bergetar di sana.

“Jadi kau sudah bisa melihatnya juga,” bisiknya pelan.

“Anak itu memang membawa petaka untukmu.”

Haeun menatap keduanya, bingung dan ketakutan.

“Eomma… apa maksudmu…?”

Tapi sebelum jawabannya keluar, Seol-ah menarik Haeun lebih erat, langkahnya kembali tergesa menuju gerbang.

Dan Jae-hyun—

mengepalkan tangan, rahangnya mengeras.

“Kalau kau benar ibunya,” gumamnya pelan, “seharusnya kau tahu cara melindungi, bukan menghancurkan.”

Angin kembali berhembus keras, dan bel sekolah berdentang — panjang, nyaring, seperti lonceng peringatan.

"Langkah Jae-hyun semakin cepat, napasnya memburu.

Ia tidak tahu ada batas halus yang membentang di antara dirinya dan Seol-ah — sebuah pembatas tak kasat mata, seolah dibuat dari bayangan dan udara yang pekat.

Saat ia menggapai tangan Haeun, tubuhnya tersentuh oleh energi dingin itu.

Seketika, rasa nyeri menusuk lengannya, dari bahu hingga ke pergelangan.

Jae-hyun meringis, tapi tatapannya tetap menahan ketakutan, tetap dingin, seolah menahan badai yang sedang mengamuk di dalam dirinya.

Haeun, yang merasakan perubahan pada Jae-hyun, menatapnya dengan mata terbuka lebar, air mata mulai menetes perlahan.

“Jae-hyun… kau sakit!” suaranya lirih, gemetar, tapi ia tidak bisa melepaskan tangan dari genggaman ibunya.

Seol-ah tetap tegar, matanya memancarkan ketegangan dan ketidakpedulian.

“Dia harus tetap bersamaku,” ucapnya dingin, suara lembut namun menusuk.

“Aku yang menentukan kemana dia pergi. Tidak ada yang bisa menghentikanku, bahkan kau, anak muda.”

Jae-hyun menahan sakitnya, menatap Haeun.

Tatapannya penuh misteri, dingin, tapi ada sesuatu yang lain — perhatian yang tulus dan melindungi, seakan menembus ketakutan Haeun.

“Haeun… jangan… menangis,” gumamnya pelan, suaranya serak karena menahan sakit, “aku akan melindungimu, tapi kau harus tetap di sini.”

Haeun menunduk, air matanya menetes di pipi.

Ia ingin berontak, ingin lari dari genggaman eommanya, tapi tangannya terperangkap, tubuhnya seakan ditahan oleh kekuatan yang lebih kuat daripada dirinya.

Seol-ah mengerutkan kening, menatap Jae-hyun dengan dingin.

“Anak muda, kau terlalu berani… terlalu ceroboh,” bisiknya pelan, suara penuh peringatan dan ancaman tersembunyi.

Angin berhembus lebih kencang di sekitar gerbang, daun-daun beterbangan seperti menari dalam bayangan.

Sementara Haeun hanya bisa menatap, antara ketakutan dan kepedihan, melihat Jae-hyun yang berdiri tegak meski tubuhnya terluka, seolah menahan dunia yang gelap demi dirinya.

“Cukup sudah, Jae-hyun!” suara guru itu tiba-tiba memecah ketegangan di gerbang.

Seorang pria paruh baya dengan wajah tegas dan mata yang menatap serius ke arah Jae-hyun.

“Kembalilah ke kelasmu, dan biarkan kami yang mengurus Haeun.”

Namun Jae-hyun tidak bergerak.

Tubuhnya masih berdiri di antara gerbang dan Haeun, tangan yang sempat terluka masih menegang, matanya menatap Seol-ah dengan dingin dan waspada.

Ia tahu sesuatu yang guru itu tidak tahu… sesuatu yang mengintai Haeun, sesuatu yang bisa merenggutnya lebih dari sekadar ketegangan antara ibu dan anak.

“Jae-hyun…” guru itu menghela napas, nada suaranya tegas tapi mulai menenangkan diri.

“Ini bukan urusanmu. Haeun ini anakmu, bukan. Biarkan aku dan ibu muridnya yang menanganinya. Jangan membuat keributan.”

Jae-hyun menatap guru itu sebentar, seakan menilai niatnya, menimbang apakah harus menuruti permintaan itu.

Namun hatinya tidak bisa tenang.

Ada bisikan gelap yang ia rasakan dari Seol-ah, energi yang tidak terlihat tapi terasa menusuk hingga ke tulang, yang hanya bisa ia tangani sendiri.

Ia menarik napas dalam, suara dingin dan rendah keluar dari mulutnya, namun tidak untuk guru itu.

“Haeun… jangan pergi,” gumamnya, lebih untuk Haeun daripada siapapun.

Dan tanpa menoleh lagi pada guru yang berdiri dengan alis berkerut, Jae-hyun tetap di posisi, memblokir jalan, menahan ancaman yang hanya bisa ia rasakan, sementara dunia di sekitarnya tetap tenang dan penuh ketidakpedulian bagi yang tidak melihat lebih dalam.

Di sisi lain, Haeun menatapnya dengan mata sedikit takut, tapi juga kagum.

Ia mulai menyadari, bahwa dunia yang terlihat normal di sekitarnya hanyalah lapisan tipis.

Di baliknya, ada badai yang hanya bisa dihadapi oleh Jae-hyun.

""Ketika keputusan diambil di tengah ketakutan, bayangan yang tak terlihat akan mengikuti setiap langkah. Hanya hati yang berani yang mampu menahan gelap yang mengintai."

1
Ngực lép
Bikin klepek-klepek!
Zhunia Angel
Gemes deh!
Kakashi Hatake
Bagus banget thor, jangan lupa update terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!