sebuah pria tampan CEO bernama suga yang menikah dengan wanita cantik bernama cristine namun pernikahan itu bukan atas kehendak suga melainkan karena sedari kecil suga dan cristine sudag di jodohkan dengan kakek mereka, kakek cristine dan suga mereka sahabat dan sebelum kakek cristine meninggal kakeknya meminya permintaan terakhir agar cucunya menikah dengan suga, namun di sisi lain suga sebenarnya sudah menikah dengan wanita bernama zeline suga dan zeline sudah menikah selama dua tahun namun belum di karuniai seorang anak, itu juga alasan suga menerima pernikahan dengan cristine.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tika kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
cinta di antara dua istri sang ceo
Layar televisi menampilkan berita terkini “Kecelakaan tunggal di jalan raya Busan, satu korban perempuan mengalami luka berat.”
Suga duduk di sofa dengan kemeja setengah terbuka, memegang secangkir kopi yang sudah mendingin.
Cristine duduk di sampingnya, bersandar manja, namun pandangannya curi-curi melirik ke arah televisi.
Reporter di TV:
“Korban diketahui mengendarai mobil putih dengan nomor polisi 23-BH-661. Korban dilarikan ke rumah sakit Busan Central dan saat ini dalam kondisi kritis.”
Cangkir di tangan Suga bergetar. Tatapannya terpaku ke layar
nomor itu… nomor mobil Zeline.
Beberapa detik suasana menjadi hening. Hanya suara hujan yang terdengar dari luar jendela.
Cristine yang memperhatikan perubahan wajah Suga langsung ikut menatap layar, lalu menatap suaminya dengan senyum samar.
Cristine:
“Sayang, ada apa? Wajahmu tiba-tiba pucat.”
Suga meletakkan cangkirnya perlahan di meja, menatap layar sekali lagi dengan sorot mata yang kosong.
Namun, alih-alih panik alih-alih bangkit dan pergi ke rumah sakit seperti yang seharusnya
ia hanya menghela napas panjang, memalingkan wajahnya dari layar.
Suga dingin
“Itu bukan urusanku lagi.”
Cristine pura-pura menatapnya cemas, padahal bibirnya menahan senyum puas.
Cristine lembut, namun dengan nada menekan
“Kau yakin? Bagaimanapun juga, dia masih istrimu.”
Suga menatap kosong ke depan
“Dia memilih pergi, dan sekarang dia harus tanggung akibatnya.”
Nada suaranya datar, tapi ada sedikit getaran yang hampir tak terdengar seperti bagian kecil dari dirinya yang berusaha menolak kata-kata itu.
Cristine mendekat, menyentuh bahu Suga perlahan, seolah menenangkan.
Cristine:
“Sudahlah sayang, jangan pikirkan dia. Aku di sini bersamamu. Biarkan masa lalu itu hilang.”
Suga tidak menjawab. Ia hanya menatap kosong ke arah hujan yang menetes di kaca jendela.
Dalam sorot matanya yang dingin, ada sekilas bayangan Zeline yang tersenyum bayangan yang ia coba tenggelamkan bersama rasa bersalah yang perlahan menghantui.
Suga dalam hati, lirih
“Zeline… kenapa kau selalu membuatku seperti ini…”
Namun bibirnya tetap terkatup rapat, dan yang tersisa hanya keheningan dingin di antara suara hujan yang jatuh perlahan di luar rumah itu.
Televisi menayangkan berita kecelakaan dengan suara reporter yang bergema di seluruh ruangan.
Cristine berjalan menuruni anak tangga dengan gaun santai berwarna lembut, sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Saat ia melihat layar televisi, langkahnya terhenti.
Reporter:
“Korban diduga kehilangan kendali akibat jalan licin. Nomor kendaraan 23-BH-661 telah teridentifikasi dan korban kini dilarikan ke Rumah Sakit Busan Central...”
Cristine memicingkan mata, memperhatikan nomor mobil itu
dan seketika bibirnya menegang.
Cristine pelan, tapi jelas
“Suga... bukankah itu... mobilnya Kak Zeline?”
Suga yang sejak tadi duduk di sofa, menatap layar tanpa ekspresi. Matanya menajam sesaat, namun suaranya tetap datar.
Suga:
“Iya. Aku tahu.”
Cristine mendekat, duduk di sampingnya. Wajahnya berpura-pura cemas, tapi tangannya menggenggam lengan Suga dengan lembut.
Cristine:
“Tapi... kau diam saja? Bukankah dia... istrimu juga?”
Suga menghela napas panjang, menatap layar sesaat lalu memalingkan wajahnya.
Suga dingin
“Biarlah. Aku sudah melarangnya untuk pergi. Tapi dia tetap memilih melawan dan berangkat ke kantor. Sekarang tanggung sendiri akibatnya.”
Nada suaranya tegas, seperti menutup seluruh emosi.
Cristine menatapnya lama, lalu perlahan-lahan bibirnya melengkung menjadi senyum tipis yang penuh kemenangan.
Ia berpura-pura menunduk agar Suga tidak melihat ekspresi liciknya.
Cristine dalam hati, dengan senyum sinis
“Haha... baguslah. Akhirnya Suga mulai tak peduli lagi dengan Kak Zeline. Jika ini terus berlanjut... maka aku akan menjadi satu-satunya wanita di hati Suga.”
Cristine berdiri dan berjalan pelan menuju jendela, menatap hujan yang turun deras, matanya berkilat dingin.
Cristine masih dalam hati
“Zeline... mungkin kali ini keberuntungan berpihak padaku.”
Sementara itu, Suga tetap duduk diam, menatap kosong pada cangkir kopi yang kini sudah dingin.
Sekilas, bayangan wajah Zeline muncul di pikirannya tapi ia menepisnya cepat-cepat, menegakkan tubuh, dan bersandar.
Seolah meyakinkan diri sendiri bahwa yang ia lakukan adalah benar.
Namun di balik tatapan dingin itu... ada sesuatu yang retak.