Cinta membuat seorang gadis bernama Suratih, menentang restu ayahnya. Damar, pemuda yang membuat hatinya lebih memilihnya daripada apa yang dikatakan orang tuanya, membuatnya mengambil keputusan yang sebenarnya mengecewakan sang ayah. Apakah Suratih akan bahagia membangun rumah tangga bersama Damar, setelah jalan yang dia tempuh salah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 33
Damar menggenggam erat jemari Suratih, "Kamu jangan ambil hati perkataan ibu ya, Tih! Abang janji, kita akan hadapi ini bersama sama! Kita berjuang sama-sama buat dapetin restu orang tua kita, Tih!" serunya dengan penuh percaya diri.
Bulir-bulir bening gak bisa lagi Suratih terbendung, dengan terisak, hati teriris, "Apa serendah dan sehina itu Ratih di mata ibu ya, bang? Ibu bahkan gak sekali pun sebut nama Ratih!"
Damar menghapus air mata yang membasahi pipi Suratih dengan ibu jarinya, "Jangan ngeyel, jangan cengeng, Tih!"
Damar beranjak dari duduknya, menepuk lembut lengan Suratih, "Abang udah bilang, jangan diambil hati! Kamu kaya baru kenal sama ibu aja! Kamu istirahat aja! Abang mau ngomong sama ibu, cuma bentar kok!"
Brugh.
Sumi menutup pintu kamar Damar dengan kasar, dengan langkah malas, hati dan pikiran yang lelah. Ia melangkah hendak menuju kamarnya.
"Punya anak semata wayang, nyusahin amat ya! Belum juga lu bahagiain gua, Damar! Tapi kenapa kotoran yang lu lempar ke muka gua!" gerutu Sumi dengan memijat pangkal hidungnya sendiri.
"Mak haji! Kenapa lagi, mak? Perlu Inah papah kaga?"cerocos Inah, begitu sudah berdiri di hadapan sang majikan, ia bahkan tanpa sungkan meraih tangan Sumi.
‘Buseeet tangan ma haji dingin amat ini! Udah kaya dari kutub.’ batin Inah, dengan wajah canggungnya saat mendapati pelototan dari Sumi.
Sumi menepis kasar tangan Inah darinya, kata kasar kembali terlontar dari bibir Sumi.
"Gua masih seger buger! Gak perlu lu papah, Inah! Atau jangan jangan lu pikir gua ini si pin cang, gem por hah! Sana lanjutin kerjaan lu!" sarkas Sumi dengan tatapan gak senang.
"Ya elah mak aji, galak amat si! Inah buatin teh hangat ya, mak! Biar mak lebih tenang pikirannya!" seru Inah, berusaha mensejajarkan langkahnya dengan sang majikan.
"Pikiran gua bakal tenang kalo gak ada anak si pin cang di dunia ini, Inah! Lu lihat kan, apa yang itu bocah berdua lakukan! Mereka udah buat gua malu, Inah! Muka gua mao di taro dimana ini? Anak gua pake ngumpetin anak si pin cang, si peng kor di dalam kamarnya! Gua gak abis pikir Inah!" gerutu Sumi, sesekali tangannya memukul mukul dadanya sendiri. Meluapkan kekesalannya.
"Maaf ya mak aji, bukan Inah mau belain den Damar. Tapi ada untungnya kan den Damar perkaos Ratih di kamarnya. Coba kalo di hotel atau mereka melakukan tindak asusilanyaa di kamar Ratih. Bisa berabe itu kalo kepergok bang Ali. Bisa bisa den Damar cuma tinggal nama. Kapan mak haji tau sendiri temperamen bang Ali kaya apa." jelas Inah dengan tatapan meyakinkan dengan cara gaya bicaranya yang ceplas ceplos.
Sumi yang sudah berdiri di depan kamarnya tampak mengerutkan keningnya, memikirkan apa yang dikatakan Inah.
‘Omongan Inah ada benarnya juga! Kalo Damar garap Ratih di rumah si pin cang, terus kepergok Ali apa Mariam. Bukan cuma nama baik, yang jadi taruhannya. Tapi nyawa Damar juga bakal melayang. Secara Ali itu beringas, dia gak kenal kasihan sama siapa pun.’ pikir Sumi.
"Mpo, kita perlu bicara!" seru Sari, dengan langkah mantap ia dan Suryo menghampiri Sumi.
"Gua gak mau di ganggu! Gua mau istirahat! Pergi lu pada!" bantah Sumi pada Sari dan Suryo sebelum masuk ke dalam kamarnya.
"Minggir lu, jangan halangi gua!" Sari ngegas, saat Inah hendak menghalanginya.
"Eh bussssseeh! Tau diri napa jadi tamu! Jadi tamu si ora ada urat malu nya pisan!" cibir Inah, saat Sari dan Suryo berhasil masuk ke dalam kamar Sumi.
Inah yang gak tenang. Tetap berdiri di depan pintu kamar Sumi yang gak tertutup rapat. Ia jelas mencuri dengar percakapan ketiganya yang bahkan masih menggunakan nada tinggi.
"Apa lagi yang mau kalian bicarakan? Lebih baik kalian kembali ke kampung! Nikahi Laras dengan pria yang sudah menidurinya!" ujar Sumi dengan datar. Wanita yang gak lagi muda itu mendudukkan dirinya di tepian ranjang miliknya. Jemarinya gak henti memijat keningnya yang cenat cenut.
"Gak bisa gitu, mpo! Laras setuju untuk menggugurkan kehamilannya. Kita bisa mempercepat pernikahan Laras dan Damar kalo mpo Sum mau!" beo Sari dengan tatapan meyakinkan.
Sari mendaratkan bobot tubuhnya di samping Sumi. Sementara Suryo berdiri di depan keduanya.
"Sa- Sari benar mpo! Kehamilan Laras kan masih kecil, masih bisa di ancurin itu janin. Lagi nih ya mpo! Laras udah ngaku, kalo itu hasil pe- pemerko saan. Dia gak ingin janin itu mpo!" imbuh Suryo dengan gugup, menutupi fakta yang sebenarnya.
Sumi menatap Sari dan Suryo bergantian, dengan pikirannya yang penuh tanya, ‘Gila ini mah, Sari dan Suryo enteng bangat ngomongnya! Nyawa janin dianggap nyawa nyamuk! ngilangin nyawa dengan sengaja? Apa iya gua bisa hidup tenang? Apa lagi itu darah daging mereka sendiri!’
"Jangan banyak mikir mpo! Ini udah jalan yang paling baik buat hubungan keluarga kita! Buat masa depan anak anak kita!" desak Suryo.
"Kalian gilaa atau kurang obat? Mau nambah dosa lagi, dengan megggugurkan janin yang udah tumbuh di perut Laras?" sungut Sumi dengan gigi menggeretuk kesal.
Suryo menghembuskan nafasnya dengan kasar, "Buat apa janin itu dipertahankan, mpo? Baik saya dan Sari, gak tau bebet bobot pria yang menanam benih di perut Laras."
"Mpo sendiri yang ingin Laras menjadi istri Damar! Gak akan ada masalah, baik Laras masih pera wan atau sudah pernah hamil! Harta keluarga po juga akan tetap aman, dengan menikahkan Damar dan Laras! Gak akan ada ketakutan harta mpo abis di meja judi karena si pin cang, besan mpo!" cerocos Sari, bak ular berbisa.
"Saya jamin, Laras akan jadi menantu kebanggaan po! Laras itu wanita yang cantik, menutup aurat, pendidikan tinggi! Ora malu maluin buat diajak jalan sama Damar! Semua sudah masuk kriteria menantu idaman buat po!" beo Suryo bak kompor meleduk, melupakan kesalahan yang diperbuat Laras.
Sumi mengepalkan tangannya kesal, ‘Kurang ajar nih Suryo, menantu idaman dari mana kalo Laras sendiri sampai hamil dengan pria gak jelas?’
Sari tersenyum dengan tatapan meyakinkan pada Sumi, "Mpo tenang aja, masalah Damar yang tidur dengan wanita sundel, gak akan tersebar ke luar! Mpo cuma perlu kasih uang buat keluarga Ratih! Mereka pasti bungkam, mpo!"
"Benar itu mpo! Yang terpenting sekarang, mpo harus bergerak cepat nikahin Laras dan Damar. Jangan sampai Damar kembali mengulangi tidur dengan si sundel. Wanita ja lang itu pasti menghasut Damar buat tidur dengannya, mpo! Kan mpo sendiri yang bilang, si pin cang… bapaknya si sundel itu gak suka sama po! Ini pasti ada ambil andil si pin cang itu, mpo!" cerocos Suryo, dengan gak tau malu.
"Buang jauh-jauh pikiran mpo buat nikahin Damar dengan Ratih! Bukan apa apa nih mpo, aya takut keturunan po bakal cacat, karena bawaan gen dari orang tua Ratih! Mpo bakal malu seumur hidup punya keturunan cacat!" imbuh Suryo dengan tatapan meyakinkan.
Inah menggeleng gak percaya, namun tangan kanannya mengusap tengkuknya, "Mak haji gak waras ini mah, kalo sampai mak aji sampai terpengaruh dan menyetujui rencana bu Sari dan pak Suryo, menikahkan den Damar dan non Laras, aku yakin 1000 persen… den Damar pasti bakal minggat dari rumah ini. Terus kawinn lari bersama dengan Ratih." gumam Damar dengan lirih, namun masih bisa didengar Damar yang berdiri di belakangnya.
"Tumben otak mpo Inah jalan! Sssttt!" Damar meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, seakan tengah memberi isyarat untuk wanita itu diam saat Inah menoleh ke belakang, menatap wajah Damar yang tenang.
Sumi beranjak dari duduknya, api kemarahan dalam diri Sumi semakin memuncak. Keturunan yang bahkan belum ada, sudah disebut sebut cacat oleh Suryo.
"Aku memang ingin Damar menikahi Laras! Tapi tidak setelah tau putri kalian tidak bisa menjaga marwahnya! Kalian itu sudah gagal mendidik Laras! Bisa bisanya kalian berpikir mau melemparkan getah pada Damar! Kalian pikir putra ku cacat fisik? Cacat mental? Sampai harus menikahi wanita yang sudah di hamili pria lain? Kalian gilaa!" Sumi ngegas.
"Bukan gila mpo! Tapi kenyataan di depan mata itu! Keturunan mpo bakal ada yang cacat fisik bawaan gen dari kakek nya, si Ali! Cacat pikiran, bawaan bapaknya si Damar!" Suryo gak kalah ngegas.
"Kurang ajar! Itu namanya kalian menyumpahi keturunan ku! Pergi kalian dari rumah ku! Mulai detik ini, jangan anggap aku ini saudara kalian! Malu aku dengan kelakuan putri kalian! Aku juga malu dengan pikiran buruk kalian!" Sumi mendorong Suryo dan menarik Sari ke luar dari kamarnya.
***
Bersambung …