“Aku kecewa sama kamu, Mahira. Bisa-bisanya kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu, Mahira,” ucap Rangga dengan wajah menahan marah.
“Mas Rangga,” isak Mahira, “demi Tuhan aku tidak pernah memasukkan lelaki ke kamarku.”
“Jangan menyangkal, kamu, Mahira. Jangan-jangan bukan sekali saja kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu,” tuduh Rukmini tajam.
“Tidak!” teriak Mahira. “Aku bukan wanita murahan seperti kamu,” bantah Mahira penuh amarah.
“Diam!” bentak Harsono, untuk kesekian kalinya membentak Mahira.
“Kamu mengecewakan Bapak, Mahira. Kenapa kamu melakukan ini di saat besok kamu mau menikah, Mahira?” Harsono tampak sangat kecewa.
“Bapak,” isak Mahira lirih, “Bapak mengenalku dengan baik. Bapak harusnya percaya sama aku, Pak. Bahkan aku pacaran sama Mas Rangga selama 5 tahun saja aku masih bisa jaga diri, Pak. Aku sangat mencintai Mas Rangga, aku tidak mungkin berkhianat.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mh 13
“Kamera matikan!” teriak Rukmini.
Keponakan Rukmini buru-buru mematikan kamera. Siaran langsung TikTok berhenti sebelum benar-benar menunjukkan hasil akhir.
“Ini tidak mungkin…” suara Pak Harsono terdengar gemetar.
“Apanya yang tidak mungkin?” tanya dr. Arum santai. “Kalau tidak percaya, besok ke rumah sakit saja. Kita lakukan USG.”
“Lina, kamu beli tespek apa? Kenapa hasilnya begini?” bentak Rukmini.
“Tunggu dulu!” bentak Pak Harsono, menahan emosi.
Ia mengedarkan pandangan pada semua orang yang ada di ruang tamu itu—kebanyakan adalah keluarga dekatnya.
“Aku harap kalian merahasiakan ini semua,” ucapnya tegas.
“Ya, kami rahasiakan,” jawab mereka serentak, meski jelas raut wajah mereka penuh kepanikan.
“Kalau ada yang bocor,” ancam Harsono, “awas saja. Ingat, kalian semua bergantung pada usahaku.”
“Ya, Om… tapi harus ada pulsa dong,” celetuk Yadi polos.
“Nanti kita bicarakan di belakang,” sahut Harsono kesal.
Ia kemudian berdiri dan kembali menatap seluruh keluarga besarnya. “Kalian semua pulanglah. Ingat! Rahasiakan masalah ini.”
Satu per satu mereka keluar, bisik-bisik yang sama bergema di antara langkah kaki mereka.
Siapa yang menghamili Ratna?
Dr. Arum menguap, matanya sayu akibat lelah. “Mas, aku pulang dulu, ya,” katanya kepada Kaka iparnya Pak Dasuki.
“Ya, Rum. Makasih banyak,” balas Dasuki.
“Rum… tunggu,” panggil Harsono lirih. “Tolong rahasiakan masalah ini, Bu.”
“Sejak awal memang ingin dirahasiakan,” sahut dr. Arum datar. Ia sudah terlalu lelah untuk drama seperti ini.
“Tidak bisa begitu!” sela Rukmini. “Dokter Arum harus membuat perjanjian tertulis untuk merahasiakan ini!”
Dr. Arum mengangkat alis. “Ah, malas aku. Kalau kalian menahan aku di sini, bisa-bisa justru aku bocorkan semuanya.”
“Jangan macam-macam, Bu Dokter,” geram Rukmini, emosi mulai meluap.
“Eh, kalian mengancam saya?” dr. Arum menatap tajam. “Maaf, urusan kalian ini receh buat saya. Tapi kalau kalian macam-macam, suami saya tidak akan segan meratakan usaha kalian.”
“Sudahlah, Rum,” ucap Pak Dasuki menenangkan. “Demi Mas dan keluarga… tolong rahasiakan ini. Bagaimanapun, nanti Rangga dan kami jadi malu.”
Dr. Arum mendengus kesal. “Ya sudah. Tapi aku paling tidak suka diancam.” Ia mengambil tas dan melangkah keluar rumah Harsono.
Sementara itu, Harsono memandang Lina. “Lina, apakah tes ini bisa dipertanggungjawabkan?”
“Biasanya akurat, Om,” jelas Lina. “Apalagi garisnya tegas begini. Ini merek paling sensitif.”
Harsono menutup wajahnya, frustrasi.
“Rangga, ayo kita pulang,” ucap Pak Dasuki lantang.
“Jangan pulang dulu!” seru Harsono cepat.
“Kau masih mau menahan kami?” bentak Dasuki. “Mahira yang harusnya dijodohkan dengan Rangga, kenapa kalian malah mengubah semuanya dan menyerahkannya pada Ratna?”
“Tapi Mahira memasukkan lelaki ke kamarnya!” teriak Rukmini.
“Mahira yang memasukkan lelaki? Atau ada orang yang sengaja memasukkan lelaki ke kamar Mahira?” suara Pak Dasuki menggelegar.
“Harsono!” lanjutnya. “Aku saja ragu Mahira mampu berbuat seperti itu. Masa kau percaya begitu saja? Sudah dengarkan penjelasan Mahira? Kau itu orang tua macam apa—mudah sekali termakan hasutan. Lalu dengan gampangnya menikahkan Mahira dengan lelaki asing yang bahkan kau tak tahu asal usulnya!”
Harsono terdiam, terpukul oleh kebenaran kata-kata itu.
Ratna duduk lemas, sementara Harsono dan Rukmini memandangnya dengan rasa jijik yang mulai muncul.
“Rangga memang cocoknya dengan Mahira,” ucap Rukmini lirih. “Dari kecil mereka bersama. Kami tahu Mahira bisa menjaga diri. Di rumah, Rangga sekali pernah coba mencium Mahira, tapi Mahira selalu menolak. Kami selalu memantau anak itu. Kalau saja Mahira tidak kalian nikahkan dengan orang asing, mungkin masih bisa kita besan.”
“Rangga, ayo pulang,” ucap Rukmini lagi.
“Tidak bisa!” Ratna tiba-tiba berteriak.
Semua mata langsung mengarah padanya.
“Kamu teriak apa?!” bentak Ibu Wati. “Kamu itu manipulatif! Ke mana-mana sok jadi korban! Tidak pernah pacaran, tiba-tiba hamil. Hebat, ya—bikin banyak orang simpati. Tapi lihat dirimu sekarang. Aku tidak sudi punya menantu yang sudah hamil duluan!”
“Rangga, cepat ceraikan dia! Kamu tidak pantas menikah dengan perempuan yang tidak bisa menjaga kesuciannya!” tambah Ibu Wati, penuh amarah.
“Mas Rangga tidak bisa pergi!” seru Ratna.
“Kenapa?!” bentak Ibu Wati. “Hamil sama orang lain, masak anakku yang harus tanggung jawab?”
Ratna menunduk, lalu menangis keras.
“Mas Rangga… Mas yang menghamili aku…” suaranya pecah, penuh derita.
“Hey, jalang!” Ibu Wati kini berdiri dan hendak menerjang Ratna.
“Hentikan!” teriak Pak Harsono.
“Rangga tidak mungkin menghamili kamu!” ucap Pak Dasuki marah.
“Mas Rangga… katakan!” Ratna menatap Rangga tajam, berharap.
Rangga menggeleng keras. “Tidak, Ratna. Aku tidak menghamili kamu.”
“Dengar itu baik-baik, jalang!” teriak Ibu Wati. “Rangga anakku selalu ku didik untuk tidak merusak perempuan!”
“Ok…” ucap Ratna. “Tanggal 18 Februari di kamar Melati nomor delapan, aku melepas keperawananku dengan kamu.”
“Aku tidak pernah melakukannya!” sanggah Rangga tegang.
“Dasar pengecut,” ejek Ratna. Ia merogoh saku dengan cepat. “Apa aku perlu putar video rekaman ini?” lanjutnya dengan tatapan nyalang, memperlihatkan watak aslinya yang siap melakukan apa saja untuk memenuhi ambisinya.
Harsono buru-buru merebut ponsel Ratna. Mata laki-laki itu membelalak melihat isi video tersebut.
“Bajingan…” geram Pak Harsono.
“Bugh!” Tinju Harsono mendarat di wajah Rangga.
“Rangga!” teriak Ibu Wati panik menghampiri anaknya.
“Bajingan kamu, Rangga!” Pak Dasuki ikut meluapkan emosi, menendang tubuh Rangga yang tersungkur.
“Hentikan, Pak!” jerit Ibu Wati, mencoba menarik suaminya.
“Kalian memang iblis!” bentak Pak Dasuki. “Kalian menuduh Mahira menjadi biang onar, padahal kalian sendiri biang rusaknya! Kalau kalian sudah melakukan itu, kenapa tidak langsung bilang dan menikah? Tapi malah membiarkan semua ini terjadi. Kalian jahat sama Mahira!”
“Diam!” Ratna membalas berteriak.
“Ini semua salah Mahira, Pak,” lanjut Ratna geram. “Kenapa Mahira terlalu kolot dalam berpacaran? Andaikan Mahira lebih terbuka sama mas Rangga, mungkin dia tidak akan mencari aku untuk pelampiasan! Padahal mas Rangga sudah tunangan dengan Mahira. Kenapa Mahira tidak mau melayani hubungan badan dengan mas Rangga?”
“Plak!” Tamparan keras mendarat di pipi Ratna.
“Kurang ajar kamu!” bentak Harsono. “Dosa apa aku punya anak perempuan seperti kamu? Kenapa pikiranmu bisa sebusuk itu?”
“Diam, Harsono! Jangan sakiti anakku!” jerit Rukmini histeris.
“Ini semua salah kamu!” balas Harsono tajam. “Kamu terlalu memanjakannya sampai dia liar begini!”
Tatapan Ratna membara menembus ayahnya. “Hanya karena Bapak membela Mahira, Bapak menampar aku? Di mana Bapak selama lima belas tahun? Mahira hidup enak bergelimang harta, sementara aku dan Ibu menderita di kampung!”
Pak Harsono langsung terdiam, rasa bersalah merayap di wajahnya.
Rangga gemetar; ia tidak menyangka semuanya akan meledak seperti ini.
“Bu, ayo kita pulang,” ucap Pak Dasuki sambil meraih tangan Bu Wati.
“Tapi Pak… bagaimana Rangga?” tanya Bu Wati cemas.
“Biar saja. Aku sudah gagal punya anak seperti dia—perusak perempuan dan bukan laki-laki sejati.”
anak buah doni kah?
sama" cembukur teryata
tapi pakai hijab apa ga aneh