NovelToon NovelToon
Revano

Revano

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Sari Rusida

"Revano! Papa minta kamu menghadap sekarang!"

Sang empu yang dipanggil namanya masih setia melangkahkan kakinya keluar dari gedung megah bak istana dengan santai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sari Rusida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33

"Loh? Kalian kok keluar?"

Saat Revano dan Dita keluar dari ruangan Risya, kebetulan Tisa dan Dimas sudah kembali. Wajah Tisa sudah lebih cerah dari sebelumnya, matanya tidak terlalu sembab.

"Iya, Tante. Dita ada urusan sebentar sama Revano. Risya ada di dalam, Tan. Tadi pas sama Revano mau coba makan dia," ucap Dita dengan suara bersemangat.

Demi mendengar anaknya sudah mau makan, Tisa segera melangkahkan kakinya ke dalam diikuti Dimas di belakangnya. Dita kembali menarik Revano, sedikit lebih jauh dari ruangan Risya.

"Ini soal perjodohan kita, Van."

Wajah ceria Dita tidak bisa membohongi Revano bahwa gadis itu tengah bahagia. Perasaan was-was tiba-tiba menghampiri Revano. Lelaki itu memilih diam, lebih baik menunggu Dita berucap sampai selesai daripada menduga-duga sesuatu yang membuatnya kecewa.

"Papa aku udah setuju dengan rencana aku!" Dita berteriak, mengepalkan tangannya ke udara.

Mata Revano melebar. "Setuju gimana?"

Dita yang diliputi kebahagiaan reflek menepuk lengan Revano. "Ah, kamu ini pura-pura nggak tahu. Rencana perjodohan kita batal. Dan jadinya, aku dijodohin sama kembaran kamu. Aaa ... akhirnya aku bisa bersatu sama Reno."

Kegirangan Dita membuat Revano tersenyum tipis. Bukan, bukan kegirangan Dita sebenarnya, lebih tepatnya kalimat Dita yang merupakan kejutan tidak terduga untuknya.

"Jadi?" Revano memastikan kembali.

"Jadi gimana? Jadi aku tetap bakal dijodohin, tapi bukan sama kamu, melainkan sama Reno. Akhirnya ...!" Dita kembali berteriak, senang sekali nampaknya gadis itu.

"Bukan itu. Maksudku, jadi gimana ceritanya? Kok bisa perjodohan kita dibatalkan?" tanya Revano.

"Oh, itu? Jadi, tadi 'kan Reno nganterin aku pulang. Langsung aja aku minta dia buat jujur sama Papa, sama keluarga kamu juga. Bukan cuma dia sih, tapi aku juga."

"Kami ceritakan semuanya, kalau kami sebenarnya saling suka. Terus aku bilang sama Papa, kalau aku udah suka sama Reno, kenapa harus maksain diri buat belajar suka sama kamu? Papa setuju dong!"

Dita kembali melompat-lompat, girang.

"Untung Papa baik banget. Kata Papa, selama anaknya dijodohin sama anaknya Om Tama, Papa setuju-setuju aja. Karena kebetulan, Om Tama ini rekan bisnis Papa. Lumayan deket gitu, sampek punya niat buat jodohin."

"Aduuh ... intinya aku bahagia banget. Aku bakal nikah sama Reno. Jadi kita nggak perlu belajar saling suka," ucap Dita dengan semangatnya.

Revano terdiam, tersenyum tipis. Astaga! Ternyata tidak sesulit itu. Kenapa tidak dari dulu ia bertindak seperti itu. Tapi setelah dipikir-pikir, bukannya dulu ia tidak tahu orang yang dijodohkan olehnya itu Dita?

"Eh, tapi ...."

Revano menatap Dita, tapi?

"Saat aku sama Reno pulang, keluarga besar kamu udah nggak ada di rumah. Jadinya, aku baru bisa kasih tahu Papa. Keluarga kamu nggak tahu," ucap Dita sedikit lesu.

Ia takut, keluarga Reno tidak mengijinkan ia untuk menikah dengan putra keduanya itu. Tapi, masalahnya di mana? Reno 'kan juga anak mereka.

Revano mengusap wajahnya. Itu buruk. Dari awal papanya sudah tahu, Reno menyukai Dita. Tapi apa tanggapannya? Reno dipukul, untuk pertama kalinya oleh papanya.

"Aku dan Reno bisa mengurusnya. Yang terpenting, keluarga kamu sudah setuju untuk membatalkan perjodohan kita, dan melanjutkan perjodohan itu dengan Reno," ucap Revano yakin.

Dalam fikirannya, mungkin saja jika ia dan Reno bekerja sama membujuk papanya, semua akan baik-baik saja. Ditambah persetujuan keluarga Dita, itu sudah menambah nilai positif bagi Revano.

"Ya! Keluarga aku udah setuju. Semoga saja keluarga kalian merestui niat ini," ucap Dita.

Akhirnya mereka kembali lagi ke ruangan Risya, untuk pamit pulang. Waktu sudah sangat malam. Percakapan seseorang terdengar di dalam, mungkin Tisa dan Dimas, pikir Revano.

Saat Revano membuka pintu, terlihat Dimas tengah menyuapi Risya makan. Tisa tengah duduk di atas ranjang Risya yang cukup besar, mengusap kepala anaknya. Mereka semua langsung menoleh ke pintu kala melihat seseorang di sana.

"Tante, Dita sama Revano izin pulang dulu, ya. Udah malam, besok pagi Dita ke sini lagi," ucap Dita sambil melangkah mendekati ranjang Risya.

Revano berjalan pelan ke arah mereka juga. Tatapannya tidak lepas dari wajah Risya yang tengah tersenyum. Astaga. Rasa nyeri itu datang lagi. Melihat Risya tersenyum untuk orang lain, kenapa Revano tidak rela? Astaga, Revano meralat. Dimas bukan orang lain, dia calon tunangan Risya. Sejujurnya, dialah orang lain di sini.

"Besok ke sini ya, Dit. Janji, ya?" Risya melepaskan pelukannya pada Dita. Asik memperhatikan Risya, Revano tidak menyadari gadis itu tengah bercakap-cakap dengan Dita.

"Janji, dong. Maaf juga, ya. Gara-gara aku kamu jadi masuk rumah sakit," ucap Dita sambil mengelus punggung tangan Risya.

"Seharusnya aku yang minta maaf. Gara-gara aku, acara keluarga kamu jadi berantakan," ucap Risya sambil melirik Revano sekilas.

"Idih, nggak pa-pa kali. Ada hikmah dari bubarnya acara tadi," ucap Dita sambil menoleh pada Revano, mengedipkan matanya.

Revano tersenyum, menganggukkan kepalanya.

Risya membuang muka, jangan lagi.

"Yang banyak, Dim, kalau suapin Risya. Lihat tuh, badannya kecil banget, kayak tripleks," ucap Revano menepuk pundak Dimas, tersenyum.

Tisa dan Dimas tertawa, sedangkan sang empu yang disindir menatap Revano tajam. Tatapannya mengatakan, aku tidak sekurus itu!

"Ayo, Van, pulang."

Revano mengangguk, pamit pada Tisa kemudian meninggalkan ruangan Risya. Gadis yang tengah bersandar di ranjang itu menatap punggung Revano, tidak menyadari tatapan seseorang yang menatap mata sendunya yang seolah tidak rela sosok yang ditatap pergi.

Risya seperti tidak rela melihat Revano pulang bersama Dita. Astaga! Mereka hanya berdua. Bagaimana jika setan membisikkan ... ah, Risya menggelengkan kepalanya. Itu tidak mungkin.

Dimas memilih diam, menatap Risya. Gadis itu selalu saja seperti ini. Tiba-tiba sedih, tiba-tiba senang, tiba-tiba mencari perhatiannya. Semua serba tiba-tiba, itu membuat Dimas bingung.

Apakah kebahagiaan Risya hanya tameng untuk menutupi kesedihannya? Apakah Risya pura-pura bahagia demi menghargai perjuangannya? Dimas tidak rela jika itu alasan Risya menerima berjodoh dengannya.

Buat apa? Buat apa jika Dimas bisa mendapatkan raganya, tapi hatinya masih milik orang lain? Tidak, bukan orang lain. Orang itu adalah Revano, sahabatnya sendiri.

Ya, Dimas akui, dia bisa merasakan cinta kedua orang itu. Tapi Dimas bisa apa? Hatinya sangat egois, tidak ingin melepaskan Risya. Hatinya begitu menyebalkan, mengabaikan perasaan Risya yang tidak bahagia bersamanya. Yang terpenting, dia senang bisa mendapatkan Risya.

***

"Van, itu siapa?" Dita menepuk pundak Revano yang tengah menyetir. Dia yang tengah duduk di jok belakang melihat beberapa orang menghentikan laju mobil itu.

"Jangan ke mana-mana, jangan keluar. Biar aku yang menghadapi mereka."

Dita mengangguk, mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi Reno.

Revano yang keluar, tanpa aba-aba langsung diserang oleh orang-orang itu. Banyak sekali jumlah mereka, sekitar sepuluh orang.

Perkelahian tidak terelakkan. Revano adu jotos oleh sepuluh orang berbadan kekar. Semuanya tidak membawa senjata, hanya saja kemampuan bela dirinya Revano akui.

Bugh!

Sial. Rahang Revano terkena bogeman dari salah satunya. Dita yang di dalam mobil memekik terkejut. Badan Revano terpental, bisa Dita pastikan itu pasti sakit.

Revano yang tengah lengah tidak disia-siakan oleh mereka. Dua di antara mereka memegang tangan Revano, satu yang paling besar menghujani tubuh Revano dengan pukulannya.

"Reno, kamu di mana?"

Jujur saja, Dita tengah menggigil ketakutan. Bagaimana jika di antara mereka membunuh Revano? Bagaimana jika mereka akan membuka pintu mobil dan memaksanya keluar? Tapi aneh, sepertinya sasaran orang-orang berbadan kekar itu memang Revano.

Dita yang sempat berfikir mereka perampok, langsung menggeleng. Mereka lebih mirip bodyguard. Keahlian bela dirinya sangat terlatih.

Tidak lama dari itu, sepuluh orang itu sudah pergi, meninggalkan Revano yang terbaring sambil memegang perutnya. Tanpa membuang waktu, Dita langsung keluar. Tepat saat Dita keluar, Reno sampai di sana.

"Van, kamu nggak pa-pa?" Pertanyaan bodoh, Dita akui itu. Jelas-jelas wajah Revano bengkak akibat tonjokkan, masih sempat-sempatnya ia bertanya begitu.

"Bang Van, kamu nggak pa-pa?" Reno dan Rifki keluar dari mobil, langsung menghampiri.

"Kamu nggak pa-pa, Dit?" Reno bertanya pada Dita, menelisik tubuh Dita.

Dita mengangguk. "Orang-orang itu sepertinya memang mengincar Revano. Tidak ada barang yang hilang, mereka jelas bukan perampok atau preman."

Rifki membantu Revano berdiri, memasukkannya ke dalam mobilnya. Reno memutuskan mengantarkan Dita pulang menggunakan mobil yang dikendarai Revano tadi.

"Mereka siapa, Bang?" Rifki menjalankan mobilnya, menoleh ke arah Revano yang duduk di sampingnya, bertanya.

Revano yang setengah sadar menggeleng. Bukan karena tidak tahu, tapi karena tidak bisa menjawabnya sekarang. Jangankan menjawab, menggerakkan rahangnya saja ngilu sekali rasanya.

"Ke hotel, Rif," ucap Revano pelan. Benar saja, ngilu sekali saat Revano menggerakkan rahangnya.

"Kenapa nggak pulang, Bang? Mama bisa khawatir," ucap Rifki.

"Papa bisa marah," ucap Revano lagi. Dia melambaikan tangannya, meminta Rifki menurut tanpa banyak bertanya. Baiklah, Rifki menjalankan mobilnya ke hotel.

Revano sedikit berfikir mengenai orang tadi. Yang Dita katakan memang benar, mereka bukan perampok atau preman. Mereka adalah suruhan seseorang.

Sebab, sebelum meninggalkan Revano, salah seorang dari mereka berucap, "Ini akibatnya jika masih mendekati Nona Muda."

Awalnya Revano bingung, siapa mereka? Siapa nona muda yang mereka maksud? Entah bagaimana, fikiran Revano langsung tertuju pada Risya.

Bagas sudah memberikannya peringatan, jika masih menemui Risya, ia akan mengirim anak buahnya. Bukan tanpa alasan, Revano mengakui ia berhak disalahkan.

***

"Sudah, Tuan. Dia sudah hampir sekarat kita buat."

"Bagus. Terus awasi adikku dan mamaku. Jika dia masih mendekat, jangan segan-segan mengirimnya ke kuburan."

Bagas tertawa di kursi kerjanya. Anak buahnya memang bisa diandalkan. Siapa suruh melawan? Jika papanya akan diam jika ditindas, maka saatnya ia yang melawan demi mewakili papanya.

"Pratama ..." Senyum miring menghiasi wajah Bagas.

••••

Bersambung

1
Sari Rusida
bantu like komen dong cantik cantik
Roxanne MA
keren thor aku suka
Roxanne MA
lucu banget jadi cemburuan gini
Roxanne MA
bagus banget ceritanya ka
Nami/Namiko
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
Gohan
Bikin baper, deh!
Pacar_piliks
iihh suka sama narasi yang diselipin humor kayak gini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!