Lanjutan dari novel yang berjudul Cinta yang terluka.
"Om, om baik, aku ceneng deh kalo baleng cama om," ucap Lala gadis kecil yang imut,manis dan cerdas itu.
"Iya, om juga seneng kalo bisa ketemu sama Lala tiap hari," kata Antonio yang sudah balik dari Australia sejak tiga tahun yang lalu sejak perceraian dirinya dengan Laras yang membuat dia sangat shock dan patah semangat untuk melanjutkan hidupnya.
"Om baik, kata mama ...papa nya aku itu pelgi jauh.....cekali tapi campai cekalang papa gak datang-datang aku Lindu cama papa...," ucap Lala yang lucu dan cadel itu.
Entah mengapa Antonio selalu merasakan kehangatan dan kebahagiaan saat dia bersama Lala.
Antonio tidak mengerti dengan perasaannya sendiri yang selalu ingin bertemu dengan Lala si bocah perempuan kecil yang selalu membuat hatinya bahagia.
Siapakah Lala.....yuk baca di sini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isshabell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 12
"Apa itu pacar Antonio? Tapi ...kenapa dia begitu cepatnya melupakan Laras yang sampai saat ini masih sangat mencintai dirinya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Antonio ya?" Edo semakin bingung dengan semua pertanyaan yang berputar di kepala nya itu.
"Kak, kita duduk di sana ya," tunjuk Amel pada sebuah meja kayu estetik yang terletak di sudut cafe itu.
"Ya boleh juga," ucap Antonio.
Kemudian Antonio dan Amel pun melangkah ke arah meja yang di tunjuk oleh Amel tadi.
Edo segera berbalik arah karena Antonio dan Amel akan berjalan ke arah meja yang ada di sudut ruangan dan itu akan melewati dirinya yang sedang berdiri di dekat meja yang mereka tuju.
Edo segera bersembunyi di balik kayu pembatas ruangan.
"Hmm... tempatnya enak banget ya kak di sini bisa lihat pemandangan taman langsung dari kaca jendela ini," Amel menoleh pada Antonio sambil tersenyum riang.
"Iya Mel, tamannya juga kelihatan indah banget," kata Antonio sambil menatap taman yang ada di luar ruangan itu.
Datang seorang pelayan cafe menghampiri mereka berdua sambil membawa sebuah note dan bolpoin untuk mencatat menu yang akan mereka pesan.
"Permisi, mau pesan apa pak?" tanya pelayan cafe itu pada Antonio dengan sangat ramah.
Antonio mengambil buku menu yang ada di atas meja dan mulai melihat satu persatu semua menu yang ada di sana.
Begitu juga dengan Amel dia juga sibuk membaca semua menu cafe yang tertera di buku menu tersebut.
"Kayaknya aku pesen ini deh kak Anton." Amel menunjuk ke salah satu gambar menu makanan itu.
"Kamu mau makan ayam bakar pedas ini." Antonio melihat ke arah Amel dengan wajah terheran-heran.
"Iya, kenapa emangnya kak?" Amel balik tanya pada Antonio.
"Setahu aku kamu tidak suka pedas ya Mel," ucap Antonio.
"Iya sih kak, tapi aku lagi pengen banget makan ayam bakar pedas ini sepertinya sangat enak dan menggugah selera makan aku." Amel tersenyum pada Antonio sambil membayangkan dia makan ayam bakar pedas itu nanti.
"Mel mendingan kamu pesen makanan yang lain aja daripada nanti kamu sakit perut." Antonio mengkhawatirkan Amel.
"Gak apa-apa lah kak aku kan lagi pengen, nanti kalau aku kenapa-kenapa kan ada kak Anton di sini," Amel memegang lengan Antonio dengan manja.
"Ya sudah terserah kamu, dasar keras kepala kamu itu." Antonio mencubit hidung Amel dengan gemas.
Amel jadi tersipu dan bahagia dengan perlakuan-perlakuan manis dari Antonio dan hal itulah yang membuat Amel semakin jatuh cinta pada Antonio.
"Kak Anton mau pesan apa?" tanya Amel pada Antonio.
"Aku minum aja masih gak lapar ini," kata Antonio.
"Pasti Americano tiga shot kan...." seloroh Amel pada Antonio.
"Bisa aja kamu," kembali Antonio mencubit hidung Amel dengan gemas.
Edo yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua jadi semakin yakin kalau wanita yang bersama Antonio itu adalah pacarnya.
"Kamu memang benar-benar keterlaluan Antonio pantes saja kalau Laras menceraikan kamu dulu," umpat Edo mengarahkan pandangannya pada Antonio yang masih duduk bersama Amel.
...----------------...
"Pi, bagaimana dengan rencana pembangunan proyek hotel kita?" tanya Amel pada pak Bara papinya sewaktu mereka sedang sarapan sebelum berangkat ke kantor masing-masing.
Pak Bara menghentikan sejenak makannya dia menatap Amel yang duduk di hadapannya itu sambil berkata padanya," proyeknya sudah berjalan dan papi menugaskan Laras sekertaris papi untuk mengurus semua kerjasama proyek hotel itu dengan Antonio."
"Baguslah kalau papi sudah menugaskan orang untuk mengurus proyek hotel itu, jadi aku gak usah repot-repot ikut ngurusin ya Pi...." Amel tersenyum lega.
"Gak gitu juga Amel, kamu tetap harus ikut campur dengan proyek hotel itu karena hotel itu nantinya akan papi pasrahkan pada kamu."
Pak Bara menatap Amel yang tiba-tiba saja mengerutkan alisnya mendengar ucapan papinya barusan itu.
"Papi...Amel kan udah pegang butik kenapa hotelnya juga harus Amel yang urus?" Amel menatap pak Bara dengan cemberut.
Pak Bara menarik nafas panjang mendengar perkataan Amel yang menolak di pasrahi untuk mengurus hotel yang sedang dalam tahap pembangunan itu.
"Mel...kamu itu kan satu-satunya anak papi, jadi kalau bukan ke kamu ke siapa lagi yang papi pasrahi untuk mengurus hotel itu." Pak Bara menatap Amel dengan kedua alis yang mengkerut.
"Emmm... bagaimana kalau kak Laras aja yang papi pasrahi untuk mengurus hotel itu," dengan tersenyum Amel memberikan saran pada papinya.
"Kamu ini, Laras itu sekertaris papi mana mungkin dia yang jadi pengurus hotel itu, ide kamu itu ngawur," raut muka pak Bara terlihat kesal sekali.
Amel menipiskan bibirnya sambil menatap pak Bara dan dengan mengulas senyumnya dia berkata lagi pada papinya itu, "bagaimana kalau begini saja aku mau jadi pengurus hotel itu tapi tetap kak Laras yang harus bantu aku," Amel menaikkan sedikit alisnya menatap pak Bara.
"Ya boleh juga," ucap pak Bara setuju dengan pendapat Amel.
