“Aku tak menyukainya. Dia sangat dingin.”
Kikan adalah wanita pendiam dan sangat tidak mudah beradaptasi terhadap laki-laki.
Namun, ibunya yang sakit-sakitan ingin sekali melihat putri semata wayangnya itu agar segera menikah.
lalu kikan mendengar kabar bahwa ia akan dijodohkan dengan teman masa kecilnya yang bernama Alka yang kini menjadi pembisnis sukses.
sudah 15 tahun mereka sama sekali tidak pernah bertemu.
Kikan dan Alka saling menyetujuhi perjodohan itu
Namun, waktu akan melakukan pertemuan antar keluarga, Alka justru malah kabur dari rumah hingga kakak kandung Alka yang sangat dingin terpaksa menggantikan pernikahan tersebut.
bagaimanakah kisah pernikahan yang akan Kikan lalui dengan laki-laki yang tak seharusnya ia nikahi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona lancaster, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tercurahkan
Kikan dan juga Rey sudah berada di dalam mobil menuju ke rumah Ibu Merry. setibanya di sana, mereka berdua turun dari mobil dan terlihat Ibu baru saja keluar dari rumah. dan saat melihat anak dan juga menantunya, Ibu Merry langsung menghampiri mereka berdua.
"Ibu ..." teriak Kikan, ia berlari sambil memeluknya layaknya anak kecil yang sudah bertahun - tahun tak bertemu dengan Ibunya. Ibu tersenyum dan mengeratkan pelukannya tersebut.
"Bu, Kikan saya tinggal di sini dulu bersama Ibu ya, Bu. nanti, malam akan Rey jemput. karna, hari ini, Rey banyak urusan," tutur Rey. Ibu Merry mengiyakannya dengan senang hati.
"Kalau begitu, Rey pamit dulu ya, Bu." Rey berpamitan sembari melirik ke arah istrinya.
"Kak Rey, tidak berpamitan denganku?" tanya Kikan, Rey sejenak memandang Kikan dan menghela napasnya.
"Iya, aku pergi bekerja dulu," kata Rey seolah acuh.
"Hati - hati, Kak Rey." Kikan melebarkan senyumnya.
"Dasar wanita liar," gumam Rey dalam hati dengan menahan senyum di bibirnya. Rey pun berlalu dan segera menaiki mobilnya kembali meninggalkan rumah mertuanya. Kikan melambaikan tangannya kepada Rey. dan saat mobil yang di tumpangi oleh suaminya sudah jauh dari pandangan matanya, Kikan mengajak Ibunya untuk masuk ke dalam rumah. ia menggandeng dan bergelayutan di tangan Ibunya layaknya anak kecil. Lalu, Kikan terlihat membawa dua cangkir teh dan juga biskuit yang baru saja ia ambil dari dapur. ia menghampiri Ibunya yang saat itu duduk santai di ruang tengah.
"Bagaimana, Nak. hubunganmu, dengan Rey. apa baik - baik saja?" tanya Ibu dengan suara tersengal karna batuknya. Kikan terdiam sejenak.
"Baik - baik saja, Bu," jawab Kikan dengan memaksakan senyumannya.
"Syukurlah, Ibu sangat senang mendengarnya, Nak." Ibu Merry tersenyum lega seraya mengusap lembut kepala anaknya.
"Ya Tuhan, aku tidak sanggup melihat Ibu. jika dirinya tau, kalau pernikahanku dan Kak Rey, secepatnya akan berakhir " gumam Kikan dalam hati, sembari menahan air matanya. ia menatap sendu raut wajah wanita yang terlihat sudah menua dan keriput itu.
"Bu, aku mau ke kamar dulu, ya." Kikan pamit, Ibu pun mengiyakannya. Kikan berjalan ke kamarnya dengan perasaan bersalah dan tak karuan, ia benar - benar bingung harus bagaimana. Ia merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur seraya memejamkan matanya.
"Memang, tempat tidur inilah yang paling ternyaman. aku sangat merindukan kamar ini," kata Kikan. Suara dering ponsel miliknya memecah suasana isi kamar. Kikan meraih ponsel miliknya dan terlihat di layar ponselnya tersebut, ada satu panggilan masuk dari sahabatnya, yang tak lain ialah Cathrine. Kikan sesegera mungkin mengangkatnya.
"Hallo, Cathrine." Kikan menyapa dengan begitu bersemangat. namun tudak ada jawaban dari Cathrine. Kikan, hanya mendengar suara isakan tangis dari ponsel yang saat ini ia genggam.
"Cathrine, Are you okay?" tanya Kikan dengan Khawatir.
"Kikan, I'm not okay," jawab Cathrine. suaranya terdengar begitu berat bercampur baur dengan isak tangisnya.
"Cathrine, kamu kenapa? Kenapa, kamu menangis? ayo bicaralah," tanya Kikan semakin mengkhawatirkan sahabatnya tersebut.
"Ki, apa kamu di rumah?" tanya Cathrine pelan.
"Aku sekarang di rumah Ibuku, Cath." Kikan menjawab.
"Bolehkah, aku kesana?" tanya Cathrine.
"Tentu saja, atau biar aku yang menghampirimu di rumah?" tanya Kikan, menawarkan diri. Karna, ia merasa bahwa sahabatnya sedang berada dalam masalah.
"Jangan, Ki. aku saja yang ke sana," tutur Cathrine lirih.
"Baiklah, aku akan menunggumu," saut Kikan. Cathrine mengiyakannya. Dan kini mereka sama - sama mengakhiri panggilan suara tersebut.
20 menit kemudian, Cathrine datang ke rumah Kikan. Kedua sahabat itu seketika memeluk satu sama lain. dan seketika itu pula, Cathrine menangis sejadi - jadinya di dekapan Kikan. entah apa yang terjadi kepada Cathrine saat itu. Ia hanya sesenggukan saat Kikan menanyainya. Kikan mengajak sahabatnya tersebut masuk ke dalam kamarnya, ia mencoba menenangkan Cathrine.
"Duduklah, dan ceritakan kepadaku, siapa yang membuatmu menangis seperti ini?" tanya Kikan sembari memegang erat kedua bahu Cathrine.
"Ronald, Ki." Cathrine masih terisak. Suaranya terdengar begitu berat. Ronald ialah kekasih Cathrine. Entah apa yang terjadi di antara mereka berdua saat itu.
"Ronald kenapa? cepat bicaralah ... " tanya Kikan dengan tak sabar.
"Dia selingkuh, dan menghamili wanita lain. padahal, kau tau, kan. aku dan dia akan segera melaksanakan pernikahan bulan depan," kata Cathrine dengan air mata yang menderas di pipinya
"Berani sekali laki - laki itu," seru Kikan seraya menahan rasa geramnya.
"Ki, aku harus bagaimana? aku sangat bingung. Dia masih ingin melanjutkan pernikahan ini. tetapi, aku merasa sangat terluka," kata Cathrine. Ia tak henti - hentinya menangis.
"Cathrine, lebih baik, tidak usah kau lanjutkan pernikahanmu dengan **** itu," tutur Kikan.
"Tapi, Ki. aku sangat mencintainya," ucap Cathrine dengan masih terisak isak.
"Cathrine, kamu terlalu baik untuk dia. sedangkan, dia, sama sekali tidak pantas untukmu. Dia bukan laki - laki yang baik. Laki - laki baik akan selalu mempertanggung jawabkan perbuatannya " kata Kikan meyakinkan Cathrine.
"Tapi, Ki--" Cathrine tak henti melelehkan air matanya.
"Cathrine ku sayang, anak dari wanita itu lebih berhak atas Ronald, jikalaupun kamu lanjutkan pernikahanmu dengan Ronald. Mungkin, kalian akan memiliki keluarga yang lengkap dan utuh, tetapi, Anak itu? tidakkah kau pikirkan, anak itu akan lahir tanpa seorang ayah."
"Cathrine, kau tau betul Dunia ini sangatlah kejam. kau tidak sekejam itu membiarkan seorang anak lahir tanpa ayahnya, bukan." Kikan semakin meyakinkan Cathrine yang masih terdiam mencerna kata - kata Kikan. Mana mungkin dirinya membiarkan hal itu terjadi.
"Terimakasih, Ki. kamu sudah mengingatkanku kamu selalu bisa menenangkanku," kata Cathrine sembari menghapus air matanya dan seketika itu pula ia memeluk tubuh Kikan.
"Sudahlah, Cath. jangan menangis lagi, diluar sana masih banyak laki - laki yang lebih baik dan lebih pantas untukmu," tutur Kikan membujuk Cathrine. Cathrine menganggukan kepalanya dan mencoba tegar menyikapi ini semua.