Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mau Tidak?
HARAP BIJAK DALAM MEMBACA
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Setelah kamu tidur denganku,"
"Apa? Om mana bisa-"
"Kalau kamu keberatan ya tidak usah. Aku tidak memaksa!" potong Evan saat Lika akan menolaknya lagi.
"Tapi om itu-"
"Aku tidak memaksa. Kalau mau, mau. Kalau tidak mau, ya tidak masalah!" sela Evan lagi. Dalam pembicaraan ini, ia lebih mendominasi.
Lika terdiam dan berpikir panjang. Pak tua itu ingin menyentuhnya dan baru memberi uang, ini sama saja dengan menjual diri.
Tapi, Lika benar-benar bingung. Setuju atau tidak?
Evan tersenyum sinis melirik Lika yang tampak berpikir. Entah apa yang dipikirkannya, dari wajahnya kelihatan pusing sekali. Mungkin banyak masalah di kepala wanita labil itu.
Lika menarik napas panjang, kini di pikirannya untuk menyelamatkan Boni. Apapun akan dia lakukan.
"Baiklah, om." jawab Lika. Ini satu-satunya kesempatan.
Evan sedikit kesal karena Lika setuju dengan tawarannya. Terlihat sekali jika si Malik itu begitu mencintai si jelek itu hingga rela melakukan apapun untuk membantunya.
Wah, benar-benar dibutakan oleh cinta.
"Tidur bersamanya bukan tidur di sebelahku!" ucap Evan menjelaskan. Lika pikirannya agak lain makanya setuju.
"Kita berhubungan badan." kembali mengatakan akan maksud yang tersirat.
Glek, Lika menelan saliva dengan kesusahan. Hubungan badan? Melakukan hal itu-itu.
"I-iya, aku tahu!" ucap Lika. Meski ragu tapi semua demi Boni.
Evan mengangguk dan memutar arah, akan membawa ke suatu tempat.
"Om, mau ke mana ini?" tanya Lika. Arahnya bukan ke rumah mereka.
"Hotel."
Ser, bulu kuduk Lika pun merinding.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Jika tidak yakin sebaiknya kita pulang saja." ucap Evan setelah mereka berada di hotel.
Dia melihat Lika berdiri dengan wajah pucat dan tampak gemetaran.
"A-aku yakin kok." jawab Lika menghempas rasa tidak nyaman ini. Bagaimana pun Boni yang terpenting.
"Se-setelah melakukan itu, om akan memberikan uang kan? Tidak bohong kan?" tanya Lika memastikan kembali kesepakatan mereka.
Evan mengangguk. Ia akan memberikan uang itu.
Padahal Evan ingin menerima dan menjalani pernikahan seutuhnya. Seperti pernikahan pada umumnya, tapi Lika menolak terus untuk bersamanya.
Evan ingin mereka dekat dan jadi berpikiran seperti ini. Ia harus membayar sang istri untuk melayaninya.
Walau tahu semua dilakukan Lika untuk Boni. Tapi ia tidak akan membiarkan si jelek itu akan mendapat uang dari istrinya.
Akan dimanfaatkannya situasi ini.
"Aku mandi sebentar." ucap Evan melangkah pergi.
Lika membuang napas berkali-kali. Ia mengatur jantung yang berdetak semakin cepat dan kencang.
Perasaan mulai meragu, apa yang akan dia lakukan ini benar atau tidak. Tapi,
'Boni tidak boleh sampai di penjara!' batin Lika. Itu yang terpenting.
Tapi walau sudah menyakinkan keputusannya, tubuh ini terasa panas dingin. Ada rasa ingin pingsan saja.
Mata Lika beradu dengan pria yang baru keluar dari kamar mandi. Evan memakai pakaian lengkap, tadi sempat mengira hanya memakai handuk.
"Kamu mau mandi?"
Lika mengangguk dan melangkah cepat ke kamar mandi. Belum apa-apa ia sudah malu dan tidak tenang begini.
Evan hanya menggeleng melihat si Malik yang tampak gugup begitu. Ia kini meraih ponsel dan menghubungi seseorang.
"Sudah terkumpul korbannya?" tanya Evan. Ia merencanakan sesuatu.
...
"Buat para korban mengajukan laporan dan tangkap penipu itu besok pagi!" Evan tersenyum smirk. Ia tidak akan membiarkan Lika bertemu Boni atau pun menghubunginya lagi.
...
Setelah mengakhiri panggilan, Evan menyimpan ponsel. Ia melihat ke arah kamar mandi. Si Malik tidak keluar-keluar. Apa pingsan di dalam?
"Malik," panggil Evan seraya mengetuk pintu kamar mandi.
Dan pintu terbuka, terlihatlah wanita yang berwajah pucat pasih itu.
"Kita pulang saja!" ajak Evan menarik tangan Lika. Ia tidak suka ekspresi wanita yang begitu terpaksa dan tertekan. Ditambah lagi tampak ketakutan.
Alibinya saja yang mengatakan akan membayar Lika setelah melayaninya, padahal ia menginginkan hak sebagai suami.
Tapi wajah Lika seperti tertekan batin.
"Ti-tidak, om!" Lika menahan tangannya. Tidak boleh pulang, sama saja jadi batal dan tidak mendapat uang.
"Kalau terpaksa tidak usah di-"
"Aku tidak terpaksa, om. Ayo kita lakukan sekarang!" ucap Lika menghempas pikirannya. Ini demi Boni, demi Boni.
"Jangan menyesal!" Evan memperingatkan.
Lika mengangguk. Ini keputusan yang terbaik.
"Baiklah, kita mulai. Cium aku!" pinta Evan. Ingin segera memulai malam ini.
"Bi-bisa menunduk, om?" Bagaimana Lika mau mencium, Evan lebih tinggi darinya.
"Om Evan!" pekik Lika saat tubuhnya melayang. Langsung melingkarkan tangan di leher, agar tidak jatuh.
Evan mengangkat dan menggendong Lika ala gendongan anak koala.
"Lakukan!" pinta Evan lagi.
Lika mengangguk dan memajukan bibirnya. Rasa gugup, gemetaran kembali menjalar. Tapi harus segera dihempas. Segera lakukan dan dapatkan uangnya.
Bibirnya kini telah menempel pada bibir pak tua itu. Lika bingung bagaimana kelanjutannya. Pak tua itu hanya diam saja, padahal ciuman kala itu Evan yang mendominasi.
Lika mulai melum-mat bibir atas dan perlahan bawah juga. Perlahan dan pelan, kini mulai ada balasan.
Keduanya saling berciuman dan saling membalas.
"Om Evan," ucap Lika saat sadar berada di tempat tidur, Evan sudah di atasnya saja.
Evan kembali menjamah bibir yang membuat candu. Terasa manis dan nikmat.
Lika meremat kain sprei saat ciuman mulai turun ke lehernya.
"Om," lirih Lika. Tangan Evan juga meremas salah satu asetnya, membuat tubuh terasa tersengat.
Lika ingin menolak, tapi tubuhnya tidak bisa diajak kompromi. Menginginkan sentuhan memabukkan ini.
Evan melakukan pemanasan sejenak, menyentuh tubuh mulus itu. Lalu melepas pakaiannya dan pakaian di Malik, dilemparnya asal.
Matanya begitu sejuk melihat pemandangan yang begitu indah. Gunung kembar itu sungguh indah dan menantang.
"Om, aku malu!" ucap Lika menutup aset atas dan bawah. Di tubuhnya sudah tidak ada sehelai kain pun.
Evan tersenyum. Wajah Lika begitu menggemaskan seperti tomat. Ia kembali mencium bibir manis itu dan tangannya merayap aktif.
Dan tak lama kemudian,
"Om Evan, sakiiit." rengek Lika merasakan sesuatu akan masuk di intinya.
"Tenanglah!" bisik Evan yang terus menerobos masuk.
"Om Evaaaan." Lika memeluk leher pria itu dengan erat saat merasakan sakit.
"Ahhh," dessah wanita itu. Kini rasa sakit itu mulai berubah jadi nikmat. Ia melayang terbang.
Mendengar suara dessahan manja, Evan makin bersemangat menghujami Lika hentakan-hentakan kenikmatan.
"Om Evaaaaaaan ahhh ahhh ahhh,"
Keduanya pun menikmati malam panas dan bergairah.
.
.
.
koq aki gemes banget ya 🤣🤣🤣🫣
semangat Om Evan membuat Lika cinta sama kamu 😁
bohong pasti akan km tutup kebohongan yg lain akan sikap Malik g akan dewasa" malik.