NovelToon NovelToon
Hidup Dalam Andai

Hidup Dalam Andai

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika
Popularitas:48
Nilai: 5
Nama Author: Romi Bangun

Mengkisahkan Miko yang terjebak lingkaran setan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Romi Bangun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DALIH

Penjudi tidak pernah benar-benar menunggu kemenangan. Yang kami tunggu hanyalah alasan baru untuk menghancurkan diri sendiri.

Ada hari-hari ketika uang bukan lagi angka, tapi candu yang menetes perlahan ke dalam nadi.

Menghangatkan sesaat, lalu membakar habis sisanya. Dan anehnya, kita menyebut rasa sakit itu sebagai harapan.

"Tidak ada yang lebih kejam daripada diri sendiri yang sedang berharap."

Karena harapan di kepala penjudi bukan tentang masa depan, tetapi tentang kemungkinan.

Nyatanya, kami lebih percaya 1% kemungkinan berhasil. Daripada 99% kemungkinan bangkrut.

Satu persen saja cukup untuk membuat kami hidup dalam lingkaran yang sama. Sesekali kami menatap langit, berpura-pura masih punya masa depan.

Padahal yang kami punya hanyalah detik-detik menuju kehancuran berikutnya.

-

Sore itu aku berhasil membunuh hasrat serakah dalam diri. Sampai hari ini, tiga hari telah berlalu.

Aku berhasil menukar sebagian saldo menjadi tunai. Rencananya uang ini akan ku gunakan untuk bertarung di perantauan.

Sedangkan sebagian lain, masih aku simpan dalam bentuk saldo. Entah mengapa aku bisa mempercayai diri sendiri untuk terus berubah.

Meski begitu, gelisah tetap saja tak mau pergi. Seakan tubuhku sudah menjadi rumah ternyaman bagi gelisah tersebut.

Tiga hari berlalu, rasa penasaran semakin menggerogoti.

Aku tetap bertahan. Aku sudah berjanji.

"Cukup.. gue bakal berhenti total mulai hari ini," ucapku tiga hari yang lalu.

Semua pasti tak mudah. Aku sudah hafal polanya. Rehat sebentar, kambuh lagi. Rehat lagi, kambuh lagi.

Seakan seluruh siklus itu adalah roda besi yang dilas paten dalam hidupku.

Tapi aku percaya, niat kuat seharusnya akan menang melawan ego dan hasrat.

-

Rabu malam. Waktunya berangkat bekerja. Minggu ini adalah jadwal grup kerjaku kebagian shift malam.

Tepat pukul sebelas malam aku beranjak dari kosan, menuju warung kopi. Tempat biasanya aku nongkrong sebelum maupun sesudah kerja.

Aku berjalan pelan dari kosan. Setiap langkah kecil ku tetapkan sebagai langkah besar untuk berubah.

Di warkop, aku bertemu rekanku yang lain, dan tentu saja... Yudha.

Ngobrol ringan mengalir begitu saja. Bahas kerjaan, bos galak, dan hal-hal receh yang membuat kami lupa sejenak betapa penatnya dunia.

Obrolan yang hangat... seakan semuanya adalah keluarga.

Tak terasa waktu mendekati jam masuk kerja. Kami pun beranjak pergi menuju pabrik.

Di tengah perjalanan, Yudha bertanya.

"Gimana Mik, udah ada panggilan kerja belum?"

Pertanyaan sederhana, tapi menusuk.

"Belum Yud.. semoga aja ada deh." jawabku lemas namun tetap tersenyum.

"Saran gue lu kurangin mainnya Mik. Stop dulu sampe lu dapet kerjaan lagi, sayang duitnya." ujar Yudha menenangkan.

Satu hal yang Yudha belum tau. Bahwa aku sudah memutuskan untuk berhenti waktu itu.

Artinya, tak ada lagi kata "main" walaupun aku sudah bekerja lagi nanti.

-

Pukul tiga pagi, waktunya istirahat. Alih-alih untuk memejamkan mata sejenak, aku pergi ke tempat merokok.

Di sana beberapa rekan termasuk Yudha, sedang melingkar menatap layar ponsel.

Aku tahu itu suara apa.

Slot.

"Yaelah nggak nyantol!"

"Duh pecah segitu doang..."

Beberapa umpatan terdengar saat aku mendekat.

"Gak tidur Mik?" tanya Yudha.

"Gak lah. Pengen bakar dulu.." jawabku.

Mendengar itu Yudha menyodorkan rokok. Aku menerimanya, kemudian membakarnya.

Sambil merokok aku ikut menonton. Ternyata salah satu rekanku deposit untuk coba-coba, katanya.

Dalam hati ingin rasanya melarang, namun sadar diri bahwa aku juga tenggelam.

Jam istirahat selesai, saldo rekan juga habis.

Putaran setan berhenti, kami semua beranjak kembali bekerja... hingga shift malam berakhir.

-

Sepulangnya dari nongkrong setelah bekerja, aku duduk sebentar di depan kosan. Membayangkan betapa asiknya jika hidup jauh dari perjudian.

Andai saja waktu itu aku berhenti.

Bahkan andai saja jika aku sama sekali tidak mencoba.

"Dulu awalnya coba-coba... sekarang jadi ancur," ucapku.

Drrttt drrttt

Bunyi dering telepon. Ponsel ku keluarkan dari kantong saku. Menatap layar, ternyata Ibu.

Aneh. Karena baru beberapa hari beliau menelpon, sekarang sudah menelpon lagi.

"Halo Mik...," ucap Ibuku menyapa.

"Iya Bu... kenapa?" jawabku merespon.

Basa-basi berjalan sedikit lambat. Sampai akhirnya.

"Nak, kamu ada uang nggak? dua juta..."

Aku terkejut. Aku merasa selama ini uang bulanan yang kuberi seharusnya tidak kurang.

Janggal akan hal itu, aku berusaha menebak.

"....buat Ibu? Atau buat kakak?"

Ibu terdiam sejenak. Seakan ketahuan tengah menyembunyikan sesuatu.

"Iya Mik.. kakakmu abis kemalangan perkara hutang. Sekarang dikejar DC,"

Dunia seakan berhenti berputar. Sebenarnya sisa uang kemarin masih ada, dan cukup. Namun aku tak pernah ikhlas jika harus membantu kakakku.

Orang yang paling problematik. Sosok yang dulu aku pernah bersumpah untuk tidak menjadi sepertinya.

Dia yang selalu merepotkan orangtua. Bahkan sejak ayah meninggal, tetap saja dia masih merepotkan.

Ironis, padahal kakak sudah berkeluarga.

"Nggak ada Bu.. maaf kalau buat kakak gak ada..."

Obrolan selesai. Aku menolak. Kalau saja dari awal Ibu mengatakan untuk keperluan dirinya, pasti ku kasih semua.

Sampai kapanpun, aku tak akan ikhlas membantu orang yang merepotkan. Selain itu, aku juga benci orang yang ingkar seperti kakakku.

Lucu.

Aku sendiri sering ingkar kepada diri sendiri.

Setelah semua drama pagi, aku memutuskan untuk tidur.

-

Pukul 13.34 aku terbangun. Tidurku terasa tak nyenyak, lagi. Aku beranjak dari kasur. Cuci muka lalu keluar untuk makan siang di warteg.

Terbangunnya diriku siang ini membuatku mengingat sesuatu.

Kapan terakhir kali aku bisa tidur lelap, nyenyak, nyaman dan pulas?

Kapan terakhir kali aku bisa makan dengan lauk bebas, tanpa memikirkan lauk yang akan kupilih besoknya?

Jawabannya? Entah kapan. Aku sendiri sudah tak ingat.

Lebih tepatnya aku memilih untuk melupakannya. Dan lebih memilih tersiksa dalam tekanan batin.

Sekarang, fokusku hanya kepada sisa hutang pinjol. Gajian bulan depan harusnya bisa untuk melunasi semuanya.

Untuk pegangan, aku sudah tarik tunai. Rasanya mulai nyaman jika aku terus begini. Berhenti dari judol, dan mulai hidup dengan aman.

Dulu, saat pertama merantau aku sering menang besar. Seringkali juga jatuh bahkan tenggelam.

Tapi itu dulu, setiap bulannya pasti ada gajian turun. Dan sekarang, bulan ini saja terakhir aku gajian.

Semoga rencanaku lancar.

Asal aku tidak menyentuh situs sialan itu lagi, sepertinya semuanya akan membaik. Bahkan lebih baik dari dulu sebelum aku terjun.

Karena yang paling berbahaya bukanlah ketika aku kalah... melainkan saat diriku percaya bahwa aku bisa menang lagi.

Di titik itu, doa berubah menjadi deposit, ucapan yang keluar menjadi alasan pembenaran.

Sedangkan hidup… hanyalah nomor acak yang terus ku kejar meski tahu seluruhnya palsu.

Karena di dalam kepala penjudi, jatuh bukanlah tragedi... melainkan rutinitas.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!