Kisah cinta dua orang insan yaitu seorang pria irit bicara dan tampan/ sang pemilik perusahaan terbesar nomor satu dengan seorang sekertaris cantik yang memiliki sifat manja.
"Asisten Han, apakah kamu menemukan wanita yang ku cari selama ini?" Tanya Bian.
"Belum, Tuan Bian," Sahut Han.
"Yasudah, keluar lah. Satu lagi, selalu cari informasi tetang wanita itu sampai dapat," Kata Bian.
"Baik, Tuan," Sahut Bian.
Dukung ceritanya ya!
HAPPY READING...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Fitrianingsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan di Kantin
Beberapa menit, makanan dan minuman yang Bian dan Zena pesan pun datang.
"Silahkan dinikmati!" Ucap bu Yusri dengan ramahnya.
"Iya..., terimakasih," Sahut Zena lebih ramah.
Lalu, bu Yusri meninggalkan Bian dan Zena. Sedangkan Bian dan Zena menikmati makan siang mereka.
"Zena," Bian tiba-tiba memanggil.
"Hmmm," Sahut Zena seraya ingin memasukkan makanan kedalam mulutnya.
"Sebentar!" Perintah Bian.
"Apa?" Tanya Zena malas.
Bian pun mengambil sebutir nasi yang menempel di ujung bibir Zena.
"Eh," Zena terkejut.
"Deg deg," Jantung Zena berdetak kencang.
"Kalau makan jangan belepotan," Tutur Bian.
"Maaf," Ucap Zena seraya menahan malu.
Bian tersnyum simpul pada Zena.
"Yasudah. Lanjutkan makan mu!" Perintah Bian.
"Iya," Sahut Zena.
Ditengah-tengah mereka sedang makan. Ada seseorang yang membuat Bian dan Zena terganggu acara makan siangnya.
"Ekhem-ekhem," Seseorang berdhem dari belakang Bian.
Bian dan Zena melihat kearah sumber suara.
"Hay bro," Ucap orang itu.
"Ngapain kamu kesini?" Tanya Bian.
"Untuk mencari mu," Sahut orang itu. Ia pun mengambil kursi dan duduk satu meja dengan Bian dan Zena.
"Siapa yang suruh kamu duduk disini?" Tanya Bian kesal.
"Aku sendiri," Sahut orang itu dengan santainya.
"Bian, dia siapa?" Zena angkat bicara.
"Eh ada cewek cantik," Celoteh orang itu.
"Perkenalkan," Ucapnya seraya mengulurkan tangan. Zena pun menyambut uluran tangan itu.
"Nama ku Ryan Yudistira, anak dari pemilik perusahaan bidang marketing ," Tuturnya. Zena mengangguk paham.
"Nama kamu siapa?" Tanya Rayan.
"Namaku Zena," Sahut Zena.
"Ekhem-ekhem, salamannya jangan lama-lama juga kali!!," Bian menyindir Ryan dan Zena. Sedangkan Ryan dan Zena nyengir kuda.
"Roman-roman nya ada yang cemburu ini," Celetuk Ryan. Bian hanya diam saja.
"Kalian sudah saling kenal?" Tanya Zena.
"Ya jelas kenal. Dari masa kuliah S1 kami sudah saling kenal. Kami dulu satu kampus," Sahut Ryan.
"Oooh begitu," Sahut Zena.
"Jadi kalian sahabatan?" Tanya Zena pada Ryan.
"Ya bisa dibilang begitu. Tapi semenjak dia melanjutkan kuliah S2 dan S3, kami jarang ketemu," Tutur Ryan.
"Emang kamu tidak melanjutkan S2 dan S3?" Tanya Zena.
"Tidak. Aku malas belajar terus, hanya membuatku pusing," Celetuk Ryan.
Zena tersenyum simpul mendengar ucapan Ryan.
"Apa tujuan mu kesini? Bian bertanya ketus dan dinginnya pada Ryan. Ia tidak ingin Ryan mengambil perhatian Zena.
"Tenang bro. Sudah macam singa yang ingin menerkam mangsanya!" Celetuk Ryan.
"Tidak suka??" Tanya Bian.
"Hehehe," Ryan hanya tertawa.
"Cepat katakan! Aku tidak punya banyak waktu," Ucap Bian.
"Wow, raja singa sudah mau marah nih," Ryan bercanda pada Bian.
"Zena, ayo kita balik keruangan!" Bian mengajak Zena.
"Jangan marah. Aku hanya bercanda, bro," Ucap Ryan.
"Aku kesini untuk memberitahumu kalau 2 hari lagi akan ada acara reuni. Dan diadakan di cafe besar yang ada di kota ini," Tutur Ryan.
"Lalu?" Tanya Bian. Ia tidak perduli.
"Kamu datang lah bro. Setiap ada acara reuni, kamu selalu tidak datang. Ayolah, sekali-kali datang ke acara ini," Ucap Ryan.
"Sudah banyak yang menanyakan dirimu," Sambungnya.
"Kalau tidak ada undangan aku tidak datang," Celetuk Bian karena ia tidak suka menghadiri acara reuni.
"Ini undangan untukmu," Ucap Ryan seraya memberi satu lembar undangan pada Bian.
"Jadi kamu tidak ada alasan lagi untuk tidak datang, ok," Ucap Ryan.
"Hmmm," Sahut Bian dengan ekspresi malasnya.
"Ada lagi?" Tanya Bian.
"Hanya itu saja," Sahut Ryan.
"Yasudah, aku pergi dulu. Aku harus kekantor," Sambungnya.
Ryan pun meninggalkan Bian dan Zena. Sedangkan kedua insan itu melihat Ryan pergi meninggalkan kantin.
*****
Diruang CEO. Bian dan Zena fokus pada pekerjaannya masing-masing.
"Zena!" Bian memanggil Zena.
"Hmmm," Sahut Zena tanpa menoleh kearah suara.
"Setelah pulang kerja, kamu jangan pulang dulu !" Tutur Bian.
"Kenapa?" Tanya Zena seraya berhenti mengetik pada papan ketik leptopnya.
"Aku ingin mengajakmu jalan-jalan saja," sahut Bian.
"Ahhh, aku sibuk!!" Ucap Zena. Ia pun melanjutkan mengetik, karena malas membicarakan hal tersebut.
"Benarkah??" Ucap Bian.
"Ya," Sahut Zena dengan singkat.
"Memangnya kamu sibuk ngapain?" Bian bertanya lagi.
"Aku sudah ada janji pada Bunda untuk membantu membuat kue," Zena ber alibi.
"Hmmm," Bian berdhem.
"Kamu tidak bohong padaku?" Tanya Bian lagi
"Tidak," Sahut Zena.
"Baiklah," Sahut Bian.
Beberapa menit kemudian, Bian mendapatkan ide cemerlang, karena ia tidak yakin dengan ucapan Zena.
"Halo, Om!" Bian menyapa dari ujung telepon.
"Saya Bian, masing ingat dengan saya kan, Om?" Tanya Bian.
"Iya, Pasti masih ingat," Sahut orang itu.
"Om, saya mau bertanya. Apakah Zena hari ini ada janji pada Tante Ninda untuk membuat kue ?" Tanya Bian secara to the point.
"Kenapa nama ku dibawa-bawa?" Batin Zena.
"Apakah Bian menghubungi Ayah? Tapikan Bian tidak punya nomor Ayah," Batinnya lagi.
"Ooh. Saya hari ini pinjem anak perempuab Om dan Tante, ya? " Tutur Bian.
"Baik, Om. Saya tidak akan macam-macam," Ucap Bian.
"Terimakasih, Om," Sahut Bian. Ia pun mengakhiri sambungan telpon itu.
"Kamu sedang berbicara dengan siapa tadi?" Zena penasaran.
"Hayo, coba tebak!" Perintah Bian.
"Bodoh amat!!" Zena kesal karena jawaban Bian.
"Kamu harus ikut denganku nanti setelah pulang kerja!" Tutur Bian.
"Sudah kubilang. Aku sudah ada janji!!" Zena semakin kesal.
"Jangan coba-coba membohongiku, aku tahu kamu sedang bohong padaku," Ucap Bian.
"Orangtuamu bilang tadi, kalau kamu tidak ada janji dengan Bunda mu," Sambungnya.
"Iiih. Aku tidak bohong. Kalau tidak percaya tanya saja pada Bunda!" Ucap Zena.
"Sudah," Sahut Bian dengan santainya.
"Kapan?" Tanya Zena.
"Barusan. Kamu kan mendengarnya juga," Sahut Bian.
"Maksudnya yang barusan kamu hubungi tadi itu Ayahku?" Tanya Zena yang raut wajahnya sudah mulai berubah.
Bian hanya mengangguk.
"Apa???" Zena berkata seraya menggebrak meja yang ada didepannya. Ya, Zena tidak habis pikir dengan bosnya itu.
Bian hanya tidak menggubris, malah ia tersenyum penuh kemenangan.
"Pokonya aku tidak mau jalan dengan mu!!" Zena sungguh kesal.
"Sekertaris harus nurut pada bosnya, ok!" Celetuk Bian.
"Huuuu, dasar bos gila!!!" Zena benar-benar marah.
Zena beranjak dari tempat duduknya, menuju kearah kursi CEO.
"Eh-eh, mau ngapain??" Bian bingung melihat Zena.
"Eh, kenapa kamu mencekik ku?, Leherku sakit," Bian memegangi tangan Zena yang mencekik lehernya.
"Kamu bertindak seenaknya saja. Sudah kukatakan, aku tidak mau pergi dengan mu!!!" Zena semakin memperkuat cekikan nya.
"Zena, uhuk-uhuk. Lepaskan!!" Perintah Bian.
Zena pun tersadar dengan apa yang ia lakukan pada Bian. Ia pun melepaskan tangannya dileher Bian.
"Apa yang kulakukan?" Zena bertanya pada dirisendiri. Ia seperti baru ingat dengan dirinya sendiri.
"Apa kamu gila, Zena???" Bian melontarkan pertanyaan dengan nada tinggi seraya memegang lehernya yang memerah.
"Maaf. Maafkan aku," Ucap Zena, seluruh tubuhnya bergetar dan ia berjalan mundur.
"Zena, kamu kenapa?" Bian bingung dengan tingkah Zena.
Tiba-tiba Zena tidak bisa menyeimbangkan dirinya.
"Ah," Zena terjatuh dilantai.
*
*
*
*
*
Like, coment, vote :)
Bersambung...
maap ya thor bukan mau menggurui cuma sebagai pembaca jujur agak terganggu sedikit dengan cara penulisannya. tapi buat ceritanya mah menarik kok thor👍 semangat!!